Tag Archives: sukarno

Penampakan Sawah Seribu Bendera di Kulon Progo



Kulon Progo

Menyambut HUT RI ke-80, warga Kulon Progo mengibarkan seribu bendera sang merah putih di area persawahan. Sawah Seribu Bendera itu pun menyita perhatian warga.

Berbagai cara dilakukan masyarakat untuk memeriahkan hari ulang tahun kemerdekaan ke-80 RI. Salah satunya menciptakan Sawah seribu bendera di Kulon Progo.

Area persawahan yang dipenuhi dengan ribuan bendera merah putih itu terletak di Dusun Dobangsan, Kalurahan Giripeni, Kapanewon Wates, Kulon Progo.


Julukan ini muncul karena banyaknya bendera merah putih yang berkibar di lokasi tersebut. Bendera itu terpasang rapi di sepanjang jalan kampung yang membelah persawahan dari Jalan Pahlawan menuju permukiman penduduk Dobangsan.

Saat melintasi jalan sepanjang 500 meter ini menggunakan kendaraan bermotor, kita seakan berada di dalam lorong yang sekelilingnya terbungkus warna merah dan putih.

Ilusi ini terjadi karena pemasangan bendera berdekatan dengan jarak antar tiang kurang dari 1,5 meter. Hal ini membuat area persawahan Dobangsan jadi daya tarik wisata baru.

Setiap sore hari, area persawahan ini ramai dikunjungi oleh masyarakat yang ingin mengabadikan gambar. Mereka asyik foto-foto dengan latar Sawah Seribu Bendera.

Suasana area sawah yang terpasang ribuan bendera merah putih di Dobangsan, Giripeni, Wates, Kulon Progo, Kamis (7/8/2025)Sawah Seribu Bendera di Kulon Progo Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJogja

Dukuh Dobangsan, Teguh Supriyono, mengatakan pemasangan bendera di area persawahan Dobangsan merupakan program rutin yang diinisiasi oleh warganya sendiri. Program yang diberi nama memasang 1.000 bendera ini sudah dilakukan sejak awal Agustus 2025 lalu.

“Untuk memperingati HUT Kemerdekaan RI ke 80 di Dobangsan, rutinitas tiap tahun itu ada program memasang 1.000 bendera, utamanya di jalan turi (lokasi pemasangan bendera),” ucapnya saat ditemui wartawan di lokasi, Kamis (7/8).

Tujuan Membuat Sawah Seribu Bendera

Teguh mengatakan program 1.000 bendera di Dobangsan bertujuan untuk mengenang jasa pahlawan yang berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Di samping itu juga jadi ajang penguat nasionalisme dan solidaritas antarwarga.

“Tujuan pertama buat mengenang jasa pahlawan yang telah membela dan membuat bangsa Indonesia merdeka. Sekaligus menanamkan cinta nasionalisme kepada semua warga yang ada di Dobangsan. Dengan menanamkan rasa nasionalisme itu nantinya untuk kegotongroyongan dan kerukunan warga di Dobangsan terjaga, jadi program apa pun yang akan dilakukan di Dobangsan warga akan mendukung,” ujarnya.

Teguh mengatakan anggaran pemasangan 1.000 bendera mencapai lebih dari Rp 5 juta. Uang tersebut diperoleh dari swadaya masyarakat dan iuran rutin setiap RT.

“Anggarannya dari swadaya masyarakat. Jadi setiap tahunnya di Dobangsan, per RT menyetorkan uang. Kemudian untuk bendera dan lain-lainnya itu bisa sampai Rp 5-7 jutaan. Sedangkan bambu swadaya dari warga,” jelasnya.

Selain memasang bendera, warga Dobangsan khususnya yang tinggal di wilayah RT 20 juga punya kreativitas lain untuk memeriahkan HUT Kemerdekaan RI tahun ini. Mereka memasang sejumlah maskot bergambar tokoh pahlawan di sepanjang jalan kampung.

“Kalau di sepanjang jalan RT 20 sudah terpasang 100 bendera disertai dengan tokoh-tokoh pahlawan yang telah berjuang menegakkan kemerdekaan RI, ada Sukarno, Hatta, Imam Bonjol yang dipasang di sepanjang jalan,” ucap Ketua RT 20 Dobangsan, Ariyanton.

Ariyanton berharap kegiatan ini bisa memacu jiwa nasionalisme masyarakat terutama bagi warga Dobangsan. Di samping itu juga jadi media pemersatu warga karena proses pemasangannya dilakukan secara gotong royong.

“Dengan cara ini kami ingin agar jiwa nasionalisme warga semakin kuat sehingga momen kemerdekaan bisa benar-benar terasa,” ujarnya.

——–

Artikel ini telah naik di detikJogja.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

5 Penginapan Bersejarah di Indonesia, Saksi Bisu Masa Kolonial-Kemerdekaan



Jakarta

Indonesia ternyata punya banyak penginapan atau hotel yang bernilai sejarah, terutama terkait masa Kolonial dan Kemerdekaan. Berikut 5 di antaranya:

Bangunan bersejarah tidak hanya gedung-gedung pemerintahan, hotel-hotel atau penginapan juga banyak yang dibangun sejak ratusan tahun silam. Buktinya ada di beberapa hotel berikut ini.

Hotel-hotel ini tersebar di berbagai kota di Indonesia. Masing-masing punya kisah dan perannya sendiri dalam sejarah.


Berikut 5 Penginapan Bersejarah di Indonesia:

1. Hotel Majapahit

Teatrikal Perobekan Bendera di Hotel Majapahit SurabayaTeatrikal Perobekan Bendera di Hotel Majapahit Surabaya Foto: Aprilia Devi

Menyebut hotel atau penginapan bersejarah, tentu tidak bisa dilepaskan dari Hotel Majapahit di Surabaya. Hotel ini sudah ada sejak tahun 1910 dan dibangun oleh Lucas Martin Sarkies.

Awalnya, hotel ini bernama Oranje Hotel. Ketika Indonesia dikuasai Jepang, hotel ini berubah nama menjadi Yamato Hoteru atau Hotel Yamato.

Hotel ini pun menjadi saksi bisu peristiwa sejarah, yaitu perobekan bendera Belanda yang berwarna Merah-Putih-Biru menjadi Merah-Putih saja.

Kala itu, tepatnya pada 19 September 1945, Mastiff Carbolic mengibarkan bendera Belanda di puncak hotel ini. Namun, hal itu malah memicu kemarahan Arek-arek Suroboyo. Dengan gagah berani, mereka memanjat tiang bendera di hotel ini dan merobek bendera Belanda itu hingga menjadi bendera merah putih.

2. Hotel Savoy Homann

Hotel Savoy HomannHotel Savoy Homann Foto: (Siti Fatimah/detikcom)

Beranjak ke Bandung, ada hotel Savoy Homann yang tak kalah bersejarah. Hotel ini menjadi saksi bisu peristiwa sejarah, yaitu Konferensi Asia Afrika.

Pada tahun 1955, hotel ini menjadi tempat peristirahatan Presiden Sukarno dan kepala negara peserta Konferensi Asia Afrika lainnya.

Hotel Savoy Homann dibangun pada tahun 1937 oleh arsitek A.F Albers. Namun bangunan hotel sebenarnya sudah ada sejak tahun 1871. Hotel ini dibangun dengan gaya art deco dan menghadap langsung ke Jalan Asia Afrika Bandung.

3. Hotel Indonesia Kempinski

Meski tidak setua hotel-hotel lainnya, tapi Hotel Indonesia Kempinski layak untuk disebut bersejarah. Keberadaan hotel ini awalnya diprakarsai langsung oleh Presiden Sukarno.

Presiden Sukarno bahkan sangat menyukai restoran Signatures yang ada di hotel ini. Hotel Indonesia pertama kali diresmikan pada tahun 1962 untuk menyambut ajang Asian Games IV.

Pada tahun 2004, hotel ini dikelola oleh Kempinski Group, sehingga namanya menjadi Hotel Indonesia Kempinski. Hotel ini pun menjadi tempat menginap favorit pejabat tinggi negara dan tamu-tamu penting kenegaraan lainnya.

4. Hotel Salak The Heritage, Bogor

Napak tilas jejak Eduard Douwes Dekker di Hotel Salak, Bogor.Napak tilas jejak Eduard Douwes Dekker di Hotel Salak, Bogor. Foto: Sudrajat/detikcom

Di Bogor, juga ada hotel bersejarah, yaitu Hotel Salak the Heritage. Hotel yang usianya sudah ratusan tahun ini dibangun pada tahun 1856 pada masa kolonial Belanda.

Awalnya, hotel ini bernama Bellevue-Dibbets Hotel milik keluarga Gubernur Jenderal VOC kala itu. Hotel ini pun digunakan sebagai tempat menginap pejabat-pejabat VOC kala itu.

Saat Indonesia diduduki Jepang, bangunan hotel ini difungsikan sebagai markas militer. Setelah Indonesia merdeka, baru hotel ini berubah nama menjadi Salak the Heritage.

5. Hotel Hermitage

Terakhir, ada hotel Hermitage di Jakarta yang bangunannya juga bersejarah. Hotel ini menjadi saksi bisu masa kolonial Belanda karena sudah dibangun pada tahun 1920-an.

Awalnya, bangunan hotel ini merupakan kantor pusat telekomunikasi pemerintah Hindia Belanda. Namun pada tahun 2008, bangunan itu akhirnya diubah menjadi The Hermitage Hotel dan difungsikan sebagai tempat menginap.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Di Istana Cipanas Bung Karno Menikah hingga Memotong Nilai Rupiah



Cianjur

“Ibu-ibu, Bapak-bapak ada yang masih ingat apa itu sanering?,” tanya Lena, pemandu wisata sejarah Istana Cipanas, Rabu (20/8/2025) lalu. Para ibu dan bapak anggota Komunitas Japas (Jalan Pagi Sejarah) Bogor sebagian menggelengkan kepala dan saling pandang kebingungan.

Namun ada juga yang dengan lantang menyebut sanering sebagai pemotongan rupiah. Lena membenarkan dan hadirin pun bertepuk tangan.

Semula ia menjelaskan riwayat bangunan yang kini dikenal sebagai Istana Cipanas. Bangunan utama di kompleks tersebut dibangun di masa pemerintahan kolonialis Belanda Gustav W. Baron Van Imhoff pada 1740 sebagai tempat peristirahatan. Oleh Sukarno kemudian ditetapkan menjadi salah satu Istana Kepresidenan.


Salah satu koleksi yang kerap membuat penasaran para pengunjung Istana Cipanas adalah lukisan bertajuk ‘Jalan Seribu Pandang’. Lukisan karya Soejono D.S. pada 1958 itu menggambarkan pohon yang di tengahnya terdapat jalanan lurus. Berbeda dengan lukisan lainnya, jalan tersebut tetap terlihat lurus seolah mengikuti arah dimana kita melihatnya jika dilihat dari berbagai arah.

Lukisan yang bernama lain ‘Lukisan Menuju Kaliurang’ itu merupakan salah satu dari 10 lukisan favorit Presiden Joko Widodo pada saat dipamerkan di Pameran Lukisan Galeri Nasional pada Agustus 2016. Namun dalam kunjungan di Istana Cipanas Rabu kemarin kami harus cukup puas mengintipnya dari teras.

Kembali ke soal sanering, pada 13 Desember 1965 Presiden Sukarno memimpin sidang cabinet bidang ekonomi di Istana Cipanas. Salah satu keputusan yang dibuat adalah menetapkan perubahan nilai mata uang rupiah dari Rp 1.000 menjadi Rp 1 atau dikenal dengan istilah sanering.

Jauh sebelum itu, tepatnya pada 7 Juli 1953, Sukarno menikah dengan Hartini secara sederhana dan tertutup di Istana Cipanas. Akibatnya, tak cuma menerima kecaman dari berbagai kelompok masyarakat dan media massa kala itu, Sukarno pun harus kehilangan ‘Ibu Negara’ Fatmawati. Ibunda dari Megawati itu memilih pergi dari Istana Merdeka karena tak sudi dimadu lalu tinggal di rumah pribadinya di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan.

Sementara Hartini oleh Sukarno ditempatkan di salah satu pavilion Istana Bogor. Di sana Hartini ikut mendampingi berbagai acara kenegaraan Presiden Soekarno, seperti menerima kunjungan Presiden Vietnam Utara Ho Chi Minh, Norodom Sihanouk (Kamboja) dan Kaisar Hirohito dari Jepang.

Khusus Ho Chi Minh, Sukarno pernah menerimanya secara khusus di Gedung Bentol pada Maret 1959. Gedung tempat dia tetirah itu dibangun pada 1954. Di sana masih terdapat meja kerja berbentuk L, kursi, dan tempat tidur kecil. Di atas meja terpajang beberapa bingkai foto antara lain Sukarno bersama Fatmawati, dan seorang bidan. Juga foto Ho Chi Minh dan Sukarno.

Kenapa dinamai gedung bentol? Menurut Kepala Subbagian Protokol dan Layanan Cecep Koswara penamaan itu karena di sekitar dinding bangunan terpasang batu-batu yang sengaja dibuat menonjol seperti bentol di kulit.

Di bangunan karya arsitek kenamaan F. Silaban itu, kata Cecep, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah beberapa kali memanfaatkannya untuk membuat lagu dan lukisan.

(jat/ddn)



Sumber : travel.detik.com

Ternyata Kakek Kim Jong Un Pernah Raih Doktor HC di UI, Ini Fakta Sejarahnya



Jakarta

Apakah detikers tahu siapa Kim Il-Sung? Ia adalah kakek dari Presiden Korea Utara saat ini, Kim Jong Un sekaligus pendiri negara tersebut.

Tak banyak yang tahu, ternyata Kim Il-Sung sempat bertandang ke Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Sukarno. Kim Il-Sung diketahui punya hubungan yang erat dengan Sukarno.

Bahkan, saat kunjungannya tahun 1965, Kim Il-Sung meraih gelar doktor dari Universitas Indonesia (UI). Bagaimana bisa Kim Il-Sung meraih gelar tersebut?


Raih Gelar Doktor Honoris Causa

Pada April 1965 , Kim Il-Sung menghadiri peringatan dasawarsa Konferensi Asia Afrika di Bandung. Saat itu, Presiden Sukarno mengundang Kim untuk mendatangi tempat lain juga, demikian dikutip dari website Arsip UI.

Kim Il-Sung diundang ke UI untuk menerima gelar doktor honoris causa (Dr HC). Gelar tersebut diberikan sebagai bentuk penghormatan terhadap pimpinan tertinggi di Korea Utara.

Kim meraih gelar doktor honoris causa dalam bidang teknik. Meski akhirnya gelar tersebut yang ia raih, sebelumnya Rektor UI saat itu, Pro Dr Soemantri Brodjonegoro hendak memberinya gelar di bidang ilmu sosial.

Akan tetapi, Sukarno menolak. Menurutnya, bidang teknik lebih tepat disandingkan dengan Kim karena Korea Utara saat itu sedang berkembang dalam pembuatan mesin.

Mulanya, penganugerahan gelar akan dilakukan di Kampus UI Salemba. Namun, beberapa jam sebelum mulai acara lokasi seketika berubah.

Pemberian gelar akhirnya dilakukan di Istana Negara karena alasan keamanan. Upacara dilakukan pada 15 April 1965.

Dalam kesempatan pidato, Kim Il-Sung menyampaikan orasi doktornya tentang “Prinsip Kemandirian dalam Perjuangan Revolusioner Maupun dalam Pembangunan Sebuah Negara”.

Tak cuma Kim Il-Sung, Indonesia juga pernah memberikan gelar serupa kepada tokoh dunia seperti Pangeran Norodom dari Kamboja dan Carlos P Romulo dari Filipina pada tahun 1964.

Selain penghormatan atas kunjungan mereka, gelar juga diberikan untuk membina aliansi Games of The New Emerging Forces (GANEFO) dan New Emerging Forces (NEFO).

Kunjungi Kebun Raya Bogor dan Dihadiahi Anggrek

Dalam kunjungannya, Kim Il-Sung juga diajak ke Kebun Raya Bogor. Di sana ia tertarik dengan sebuah anggrek hasil penyilangan botanis keturunan Jerman yakni C L Bundt.

Akhirnya Sukarno menghadiahi Kim Il-Sung anggrek tersebut dan menamai bunganya dengan Kimilsunga. Anggrek tersebut disempurnakan selama 10 tahun, lalu secara resmi dikirim ke Korea Utara untuk dikembangbiakkan.

Bunga tersebut kemudian menjadi sebuah simbol persahabatan antara Indonesia dan Korea Utara. Kimilsunga pun menjadi nama festival bunga di Korea Utara yang diperingati setiap April.

Tentang Presiden Kim Il-Sung

Kim Il-sung dikenal sebagai presiden pertama sekaligus pendiri Republik Rakyat Demokratik Korea (Korea Utara). Ia secara resmi diproklamasikan pada 9 September 1948.

Kim memimpin negara tersebut selama lebih dari empat dekade, hingga wafat pada 8 Juli 1994. Dalam masa kepemimpinannya, Kim Il-sung memperkenalkan ideologi Juche yang menekankan prinsip kemandirian dan kepercayaan penuh pada kemampuan bangsa sendiri.

Pemikiran ini menjadi landasan utama kebijakan Korea Utara yang cenderung menutup diri dari dunia internasional, dengan semangat untuk berdiri di atas kekuatan dan sumber daya mereka sendiri.

(cyu/faz)



Sumber : www.detik.com