Tag Archives: surah yasin

Kisah Nyata Keutamaan Membaca Surat Yasin untuk Orang Sakaratul Maut


Jakarta

Terdapat kisah mengenai keutamaan membaca surat Yasin untuk orang yang sedang mengalami sakaratul maut. Sebagaimana diketahui, Yasin menjadi doa yang sering dibacakan kepada orang yang tengah sekarat.

Surat Yasin terdiri dari 83 ayat dan diturunkan di Makkah. Dalam Al-Qur’an, Yasin berada di urutan mushaf ke-36.

Diterangkan dalam buku Surah Yasin susunan Syekh Fadhalla, Nabi Muhammad SAW menyebut Yasin sebagai jantung Al-Qur’an. Dari Anas bin Malik RA berkata bahwa Nabi SAW bersabda,


“Setiap sesuatu ada jantungnya. Jantungnya Al-Qur’an adalah surat Yasin. Siapa yang membaca surat Yasin, Allah menulis baginya pahala seolah-olah telah mengkhatamkan sepuluh kali Al-Qur’an.” (HR Darimi dan Tirmidzi)

Kisah Seorang Ibu yang Kritis Pulih setelah Dibacakan Surat Yasin

Dikisahkan dalam buku Menerapkan Keajaiban Surah Yasin dalam Kehidupan Sehari-hari (1) oleh Achmad Chodjim, ibu dari teman penulis buku suatu hari sakit dan dirawat inap di salah satu rumah sakit Malang. Setelahnya, ibu tersebut koma.

Dokter dan petugas medis rumah sakit mengatakan bahwa koma yang dialami sang menjadi semakin kritis. Karenanya, pihak rumah sakit memberi pilihan pada anggota keluarga agar sang ibu dirawat inapkan atau dibawa pulang.

Mendengar itu, anak-anak dari si ibu memutuskan agar sang ibu yang sedang koma dirawat inap. Masing-masing dari anaknya bergantian untuk menjaga ibu mereka.

Setiap mendapat giliran jaga, mereka membacakan seluruh ayat surat Yasin bahkan setelah selesai, mereka baca lagi dan lagi. Surat Yasin terus diperdengarkan hingga 24 jam tanpa terputus.

Atas izin Allah SWT, sang ibu pulih. Kini ia hidup sehat hingga lebih dari lima tahun lamanya.

Kisah Prof Hamka Bacakan Surat Yasin pada Temannya yang Sakaratul Maut

Kisah kedua datang dari pengalaman Prof Dr Hamka. Kala itu, dia mendampingi orang yang sakit dalam kondisi kritis dan sulit diharapkan kesembuhannya.

Mulut dari orang itu terkunci, membuatnya sulit melantunkan kalimat syahadat. Maka, Prof Hamka membacakan surat Yasin dengan suara tenang, khusyuk dan haru. Ia mengharap dan memohon kepada Allah SWT jika memang telah waktunya jangan dibiarkan orang tersebut terlalu lama menderita.

Lalu saat Prof Hamka membacakan ayat pertama surat Yasin, orang sakit yang semula mengempas-ngempas kian lama kian tenang. Selanjutnya, surat Yasin terus dibaca hingga pada ayat ke-77 orang yang sakit bergerak sekali saja dagunya.

Melihat itu, gadis-gadis dan anggota keluarga yang berada di ruangan tersebut menangis tak karuan. Namun, Prof Hamka tidak berhenti membaca surat Yasin sampai ayat terakhir.

Sebagaimana diketahui, membacakan surat Yasin kepada orang yang sedang di ujung ajalnya memberinya keringanan.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Meremehkan Orang Lain



Jakarta

Manusia itu tidak boleh sombong karena yang berhak sombong hanya Allah SWT. tidak ada yang lain. Cukuplah Iblis menjadi pelajaran bagi hamba-hamba Allah SWT. akan bahayanya sifat sombong tersebut. Iblis tidak mau menaati perintah Allah SWT. untuk bersujud kepada Nabi Adam AS. karena sombong, meremehkan dan merasa lebih baik daripada Adam AS.

Rasulullah SAW. bersabda : “Tidak akan masuk surga orang yang ada kesombongan walau sebesar zarah di dalam hatinya.” Seorang laki-laki bertanya, “Sesungguhnya semua orang senang bajunya bagus, sandalnya bagus, apakah itu kesombongan?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia” (HR Muslim).


Ini penting bahwa orang yang sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan manusia. Orang yang bersikap seperti ini tentu akan dijauhi oleh para sahabatnya dan akan terkucil dalam komunitasnya. Ajaran Islam yang luhur melarang seseorang berlaku sombong karena yang berhak memiliki sifat sombong hanya Allah SWT. Dia berfirman dalam sebuah hadis qudsi,”Sifat sombong adalah selendangku dan keagungan adalah busanaku. Barangsiapa yang merebut salah satunya dariku, maka akan Aku lemparkan dia ke neraka Jahanam.” (HR Ibnu Majah).

Orang yang menolak kebenaran itu dalam diskusi maupun berdebat, biasanya semua orang yang tidak sesuai dengan dirinya dianggap berseberangan dan ia musuhi. Sejatinya ada kaum seperti itu selalu menolak kebenaran meskipun berulang diberitahu. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah Yasin ayat 9 yang terjemahannya, “Kami memasang penghalang di hadapan mereka dan di belakang mereka, sehingga Kami menutupi (pandangan) mereka. Mereka pun tidak dapat melihat.”

Makna ayat di atas adalah : Telah digambarkan pula bahwa orang-orang yang tidak beriman itu memandang baik perbuatan jahat yang mereka kerjakan. Hal demikian menyebabkan mereka menjadi sombong, sehingga mereka enggan mengikuti ajaran rasul. Pikirannya tertutup dari kebenaran, dari apa yang dapat mendatangkan manfaat.

Oleh karena itu, tidak ada yang bisa mereka pahami kecuali apa yang telah diwariskan dari nenek moyang mereka. Ringkasnya, mereka selalu berada dalam penjara kebodohan, seolah-olah hati mereka dipisahkan oleh dinding, sehingga mereka tidak bisa berpikir dan merenungkan dalil-dalil kebenaran ajaran yang dibawa rasul. Ada pula yang mengartikan dinding yang menghalangi itu dengan hijab; hingga berarti Allah SWT. menjadikan hijab yang menghalangi orang-orang musyrik untuk menyakiti Rasul. Sedang mata yang tertutup diartikan, mereka tidak bisa mengindra dengan baik sesuatu yang dilihatnya, dan tidak satu pun petunjuk yang dapat meluruskan pikiran mereka.

Betapa ruginya jika seseorang muslim telah diuji dengan ditutupi ( diberi hijab ) sehingga meskipun matanya melihat, tetapi hatinya tetap keruh dan tiada bisa menangkap makna yang dilihatnya.

Biasanya dalam kehidupan sehari-hari dia menjadi orang yang “merasa” paling benar hingga tidak mengindahkan opini orang lain. Itulah termasuk penyakit hati yang seharusnya kita jauhi.

Jika diamati pada group-group medsos, akan muncul orang-orang yang berkarakter seperti ini. Bagaimana kita menyikapinya ? Tentu tidak perlu terbawa arus emosi untuk menjadi seperti itu, hindari dan jauhi ketika sudah tidak mempan diberitahu dengan lembut maupun terbuka. Berdo’alah pada Sang Pencipta agar hijab yang menutup mata hatinya untuk disingkapkan.

Dalam pandangan Islam, Bani Israil, meskipun mengetahui akan datangnya utusan terakhir (Nabi Muhammad SAW), banyak yang mengingkari dan menolak kerasulan beliau. Ini karena ketidaktawaran sebagian besar dari mereka untuk menerima kebenaran, meskipun telah mengetahui tanda-tanda dan bukti-bukti kebenaran Islam.

Hal ini dijelaskan dalam firman-Nya surah al-Baqarah ayat 83 yang terjemahannya, “Ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Selain itu, bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah shalat, dan tunaikanlah zakat.” Akan tetapi, kamu berpaling (mengingkarinya), kecuali sebagian kecil darimu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang.”

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT. telah mengambil perjanjian dari Bani Israil untuk tidak menyembah selain-Nya dan berbuat baik kepada sesama, namun mayoritas mereka mengingkari perjanjian tersebut.Para pengingkar selalu meremehkan orang lain, ini menjadi ciri-cirinya. Sikap meremehkan orang lain itu muncul dari dalam dirinya sebagai orang yang berderajat tinggi. Kebanggaan diri ini mengarah sikap ujub, padahal sikap jelas dilarang.

Perasaan diri berderajat tinggi itu menjadikan dia sia-sia hidupnya. Ketinggian derajat yang menjadi ukuran di dunia seperti kepandaian, harta, kekuasaan maupun ketenaran. Semua itu tidaklah menjadi ukuran saat manusia dihisab karena timbangan amal perbuatan baik yang membawamu pada keselamatan. Semoga kita semua dalam lindungan-Nya, agar hidup dalam keselamatan di dunia dan di akhirat.

Aunur Rofiq

Penulis adalah Pendiri Himpunan Pengusaha Santri Indonesia

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kaum Yasin yang Menolak 3 Utusan Allah untuk Beriman


Jakarta

Kisah kaum Yasin adalah salah satu cerita penuh hikmah yang tercantum dalam Al-Qur’an, tepatnya pada surah Yasin ayat 13-29. Dalam ayat-ayat ini, Allah SWT menceritakan tentang sekelompok kaum yang dengan keras menolak seruan tiga utusan Allah SWT untuk beriman.

Namun, apa yang sebenarnya terjadi pada kaum Yasin ini? Bagaimana perjalanan tiga utusan Allah SWT dalam menghadapi kaum yang keras kepala tersebut? Simak penjelasan lengkapnya dalam artikel ini.

Kisah Kaum Yasin dalam Al-Qur’an

Kisah kaum Yasin yang diabadikan dalam Al-Qur’an menjadi pengingat bahwa hidayah adalah anugerah yang harus diterima dengan hati terbuka, bukan dengan kesombongan. Ketika tiga utusan diutus oleh Allah SWT untuk menyampaikan risalah-Nya, kaum tersebut tidak hanya menolak, tetapi juga menentang dengan keras.


Bahkan, seorang pria beriman yang datang untuk memperingatkan mereka juga tidak luput dari penolakan dan kekerasan hingga menjadi tragedi pembunuhan. Peristiwa ini menjadi pelajaran besar tentang pentingnya iman dan bagaimana kesombongan dapat menghalangi seseorang menerima kebenaran.

Siapa Sebenarnya Kaum Yasin?

Mengutip dari buku Kisah Para Nabi yang karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan oleh Saefullah MS, kaum Yasin adalah penduduk suatu negeri yang disebut dalam Al-Qur’an pada Surah Yasin.

Mayoritas ulama, baik dari kalangan salaf (ulama terdahulu) maupun khalaf (ulama masa kini) berpendapat bahwa negeri yang dimaksud adalah Anthakiyah, sebuah kota bersejarah yang dulunya dipimpin oleh Raja Anthaikhus bin Anthaikhus. Raja ini dikenal sebagai penyembah berhala yang menolak mentah-mentah ajakan untuk beriman kepada Allah SWT.

Pendapat ini berasal dari berbagai sumber, seperti Ibnu Abbas, Ka’ab al-Ahbar, Wahab bin Munabbih, hingga Qatadah dan az-Zuhri. Menurut mereka, Allah SWT mengutus tiga rasul ke Anthakiyah untuk menyampaikan kebenaran.

Meski demikian, ada perdebatan di kalangan ulama. Sebagian menyebut bahwa Anthakiyah pada masa Nabi Isa AS adalah kota pertama yang menerima ajaran Nasrani, sehingga dianggap mustahil menjadi negeri yang dihancurkan. Ada dugaan bahwa penduduk Anthakiyah kuno mungkin telah dibinasakan sebelum kota itu dibangun kembali dan menerima ajaran Nabi Isa AS.

Pengutusan 3 Rasul kepada Kaum Yasin

Allah SWT kemudian mengutus tiga rasul untuk menyampaikan risalah-Nya kepada kaum Yasin untuk mengajak beriman. Ketiga rasul tersebut disebut dengan beberapa nama seperti Shadiq, Masduq, dan Syalum.

Menurut riwayat lainnya tiga rasul tersebut adalah Syam’un, Yuhana, dan Paulus. Mereka datang dengan tugas mulia untuk menyeru kaum tersebut agar meninggalkan penyembahan berhala dan kembali beriman kepada Allah SWT.

Awalnya, Allah SWT mengutus dua orang rasul, namun keduanya ditolak mentah-mentah oleh penduduk. Untuk memperkuat dakwah mereka, Allah SWT mengirimkan seorang rasul tambahan sebagai pendukung.

Penolakan Kaum Yasin

Kaum Yasin menolak para rasul dengan alasan bahwa mereka tidak percaya manusia biasa dapat menjadi utusan Allah SWT. Mereka berkata sungguh aneh jika Allah SWT mengutus manusia biasa seperti kalian sebagai nabi. Bahkan, mereka menyebut para utusan itu sebagai pembawa kesialan yang hanya mendatangkan malapetaka bagi mereka.

Ketika para rasul menjelaskan bahwa tugas mereka hanyalah menyampaikan perintah Allah SWT, kaum tersebut tetap bersikeras menolak. Mereka bahkan mengancam untuk merajam dan membunuh para utusan itu jika tidak menghentikan dakwah mereka.

Sosok Orang Beriman dari Kaum Yasin

Di tengah ancaman terhadap para rasul, muncul seorang pria beriman bernama Habib bin Najjar. Ia tinggal di ujung kota dan dikenal sebagai orang saleh yang banyak bersedekah, meskipun menderita penyakit lepra. Habib bergegas menemui kaumnya untuk membela para rasul dan mengajak mereka beriman kepada Allah SWT.

Habib berkata kepada kaumnya, “”Wahai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu. Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepada kalian. Mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” Setelah itu tiga rasul tersebut mengingatkan kaumnya agar tidak menyembah berhala yang tidak memberikan manfaat di dunia maupun akhirat.

Sayangnya, kaumnya tetap keras kepala. Mereka bahkan membunuh Habib dengan cara yang kejam, seperti diinjak-injak hingga tulang punggungnya keluar, atau dicekik hingga tewas. Setelah Habib wafat, Allah SWT langsung memasukkannya ke surga sebagai balasan atas keimanannya.

Hukuman untuk Kaum Yasin yang Membangkang

Setelah mendustakan para rasul dan membunuh Habib bin Najjar, Allah SWT menurunkan azab kepada kaum Yasin. Mereka dihancurkan oleh satu teriakan keras dari malaikat Jibril. Dalam firman-Nya disebutkan: “Tidak ada siksaan bagi mereka, kecuali satu teriakan suara saja maka seketika itu mereka semua mati.” Azab ini langsung memusnahkan seluruh penduduk, tanpa ada satu pun yang selamat.

Allah SWT tidak perlu menurunkan pasukan dari langit untuk membinasakan mereka. Satu teriakan saja sudah cukup untuk menunjukkan kekuasaan-Nya. Kisah ini menjadi peringatan bagi umat manusia tentang akibat dari mendustakan para rasul dan menolak kebenaran.

Kisah kaum Yasin yang diabadikan dalam Surah Yasin memberikan banyak pelajaran penting bagi umat Islam. Pertama, tugas para nabi dan rasul hanyalah menyampaikan risalah, sementara hidayah adalah hak mutlak Allah SWT. Kedua, sikap sombong dan penolakan terhadap kebenaran hanya akan membawa kehancuran.

Habib bin Najjar adalah teladan keberanian dan keimanan yang patut dicontoh. Meski hidup di tengah kaum yang membangkang, ia tetap membela para rasul dan menyeru kepada kebenaran. Kisahnya mengajarkan bahwa membela kebenaran membutuhkan keberanian, meski risiko besar harus dihadapi.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Membaca Yasin saat Haid?


Jakarta

Bagi sejumlah wanita muslim mungkin masih ada yang kebingungan mengenai persoalan hukum membaca surah Yasin saat sedang haid. Bolehkah membaca Yasin saat haid?

Ada pemahaman yang meluas bahwa wanita haid diharamkan untuk membaca bahkan menyentuh Al-Qur’an sedikitpun. Sebab masyarakat percaya bahwa kitab Al-Qur’an adalah benda yang suci dan wanita haid adalah sedang dalam keadaan tidak suci.

Oleh karena itu, sebagian mungkin memilih menghindari untuk membaca Al-Qur’an saat haid sebab mereka mengira hukumnya yang haram. Benarkah demikian?


Bolehkah Membaca Yasin saat Haid?

Dikutip dari buku Fikih Muslimah Praktis oleh Hafidz Muftisany, wanita yang sedang haid diperbolehkan untuk membaca Al-Qur’an. Hal ini didasarkan pada hadits dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah SAW bersabda, “Kemudian berhajilah, dan lakukan apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji kecuali thawaf dan salat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadits lain yang dikutip dari buku Fiqih Kontroversi Jilid 2 oleh HM Anashary juga menguatkan keterangan tersebut. Berikut haditsnya yang bersumber dari Aisyah RA.

وَعَنْ عَائِسَةَ قَالَتْ لَمَّا جِىٔنَا سَرَفَ حِضَتْ فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ إِفْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجٌُ غَيْرَ أَ نْ لَا تُطَوِ فِي بِالبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي (متفق عَلَيْهِ)

Artinya: Dari Aisyah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Bila kamu mendapat haid, lakukan semua praktek ibadah haji, kecuali berthawaf di sekeliling Ka’bah hingga kamu suci.” (Muttafaq ‘alaihi)

HM Anashary menjelaskan, seseorang cenderung banyak mengisi kegiatan dengan amalan sholeh seperti membaca ayat-ayat Al-Qur’an saat sedang menunaikan haji. Namun, dalam kedua hadits tersebut, Rasulullah SAW hanya melarang pengerjaan thawaf dan salat saja bagi wanita haid.

“Sehingga apabila hukum membaca Al-Qur’an saat haid adalah haram, maka beliau pasti akan menjelaskannya sebagaimana beliau menerangkan hukum salat ketika haid,” bunyi keterangan HM Anashary dalam bukunya.

Syaikh Albani menyatakan bahwa hadits tersebut menjadi bukti bahwa wanita haid diperbolehkan untuk membaca Al-Qur’an, termasuk surah Yasin. Selain itu, Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla Juz 1 pun menegaskan, bahwa wanita haid dan nifas boleh membaca Al-Qur’an, bersujud, menyentuh mushaf, dan berdzikir kepada Allah SWT.

Pendapat di atas didukung pula oleh Syaikh Ali Jaber. Pasalnya, menurut beliau, perkara yang selama ini diperdebatkan adalah kebolehan menyentuh mushaf Al-Qur’an bagi wanita haid bukan perkara membacanya.

“Banyak yang diartikan (tidak boleh) menyentuh (Al-Qur’an), seolah-olah tidak boleh baca. Itu beda, itu ada dua hukum. Bagaimana hukum menyentuh, bagaimana hukum membaca. Itu ada dua persoalan fiqih, bukan satu persoalan,” katanya dalam unggahan video dakwah melalui channel YouTube resmi Syekh Ali Jaber, dikutip dari arsip detikcom.

Untuk itu, Syekh Ali Jaber menyarankan bagi wanita haid yang hendak membaca Al-Qur’an, penggunaan mushaf Al-Qur’an dapat digantikan dengan Al-Qur’an digital dalam smartphone. Menurutnya, ada kebolehan juga penggunaan Al-Qur’an terjemahan, buku tafsir, hingga pelapis sarung tangan bagi wanita haid.

Dikutip dari buku Mencari Pahala Disaat Haid oleh Ratu Aprilia Senja, wanita yang haid malah dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an dan bangun di sepertiga malam untuk berdoa. Sebab kondisi saat itu dinilai dari kondisi terjauh dari Allah SWT yakni, diharamkan untuk mendirikan sholat, berpuasa, dan thawaf. Untuk itu, wanita haid diperbolehkan untuk membaca Al-Qur’an demi mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendapatkan pahala pengganti ibadah-ibadah wajib yang ia tinggalkan.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com