Tag Archives: syaikh sulaiman ahmad yahya al – faifi

3 Syarat Wajib Zakat Fitrah yang Harus Dipenuhi Umat Islam



Jakarta

Salah satu kewajiban umat Islam menjelang akhir Ramadan adalah membayar zakat fitrah. Setidaknya, ada tiga syarat wajib zakat fitrah yang harus dipenuhi.

Zakat diambil dari kata zakah yang bermakna tumbuh, suci, dan berkah. Saat bulan Ramadan tiba, tentu umat Islam juga tidak lepas dari kewajiban untuk membayar zakat fitrah.

Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq mengatakan, zakat fitrah wajib atas semua umat Islam, baik kecil atau besar, laki-laki atau wanita, merdeka atau budak.


Hal tersebut bersandar pada hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, ia mengatakan,

حَدِيثُ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرِ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرِّ أَوْ عَبْدِ ذَكَرِ أَوْ أُنثَى مِنَ الْمُسْلِمِينَ أخرجه البخاري في

Artinya: “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah di bulan Ramadan, sebesar satu sha kurma atau tepung gandum, diwajibkan bagi hamba sahaya, orang merdeka, laki-laki, wanita, anak-anak, orang dewasa, dari kalangan muslimin.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dijelaskan pula bahwa zakat fitrah disyariatkan sejak bulan Sya’ban tahun ke-2 Hijriyah, dengan tujuan menjadi penyuci bagi orang yang berpuasa dari tindakan sia-sia, perkataan kotor (selama puasa), serta diharapkan ia menjadi bantuan bagi kaum fakir yang mengalami kesulitan.

Sebelum membayar zakat fitrah, alangkah baiknya kita mengetahui tiga syarat wajib zakat fitrah yang harus dipenuhi umat Islam.

3 Syarat Wajib Zakat Fitrah

Melansir dari Fikih Zakat, Sedekah, dan Wakaf karya Qodariah Barkah dkk, syarat wajib zakat fitrah di antaranya:

1. Beragama Islam

Semua ulama sepakat bahwa syarat zakat fitrah adalah beragama Islam. Orang yang tidak beragama Islam tidak diwajibkan untuk membayar zakat fitrah.

2. Lahir sebelum Terbenam Matahari pada Hari Terakhir Ramadan

Anak yang baru saja lahir sesudah terbenam matahari tidak wajib fitrah. Orang yang menikah sesudah matahari terbenam tidak wajib pula untuk membayarkan fitrah istri yang baru dinikahinya.

3. Punya Kelebihan Harta

Dia mempunyai kelebihan harta dari keperluan makanan untuk dirinya sendiri dan untuk yang wajib dinafkahinya, baik itu manusia maupun binatang, serta pada malam hari raya dan siang harinya. Orang yang tidak mempunyai kelebihan harta tidak wajib membayar zakat fitrah karena takut tidak dapat memenuhi keluarganya sendiri.

Waktu untuk Membayar Zakat Fitrah

Masih di dalam buku yang sama menjelaskan mengenai waktu membayar zakat fitrah, yaitu:

1. Waktu yang diperbolehkan, yaitu dari awal Ramadan sampai hari penghabisan Ramadan.

2. Waktu wajib yaitu mulai terbenam matahari penghabisan Ramadan.

3. Waktu yang lebih baik (sunah), yaitu dibayar setelah salat Subuh.

4. Waktu makruh, yaitu membayar zakat fitrah sesudah salat Hari Raya Idul Fitri, tetapi belum terbenam matahari pada hari raya.

5. Waktu haram, lebih telat lagi yaitu dibayar sesudah terbenam matahari pada hari raya.

Sedangkan dalam Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq karya Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, menurut jumhur ulama boleh menyegerakan membayar zakat fitrah sebelum hari raya, antara sehari atau dua hari.

Ibnu Umar RA mengatakan, “Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami zakat fitrah ditunaikan manusia keluar untuk salat (hari raya).” (HR Bukhari dan Muslim)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Catat! Ini Golongan yang Tidak Berhak Menerima Zakat Fitrah



Jakarta

Menunaikan zakat fitrah merupakan kewajiban yang dikerjakan oleh setiap umat Islam. Biasanya, waktu pembayaran zakat fitrah ini di penghujung Ramadan.

Perintah membayar zakat termaktub dalam ayat Al-Qur’an, salah satunya pada Al Baqarah ayat 110 yang berbunyi:

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ ۗ وَمَا تُقَدِّمُوْا لِاَنْفُسِكُمْ مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوْهُ عِنْدَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ


Artinya: “Dirikanlah salat serta tunaikanlah zakat. Segala kebaikan yang telah kamu kerjakan untuk dirimu akan kamu dapatkan (pahalanya) di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan,”

Sebagai amalan yang utama, zakat termasuk ke dalam pilar bangunan islam sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu ‘Umar RA, Rasulullah SAW bersabda:

بُنِيَ الإِسْلامُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لا إلهَ إلا اللهُ وَأَنْ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَحَجّ الْبَيْتِ لِمَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً

Artinya: “Islam didirikan di atas lima perkara: syahadat bahwa tidak ada Tuhan yang haq selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadan dan haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu,” (Muttafaqun ‘alaihi)

Menurut Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq yang disusun oleh Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi terjemahkan Ahmad Tirmidzi dkk, kata zakat diambil dari kata “zakah” yang artinya tumbuh, suci, dan berkah. Penamaan zakat disebabkan ada harapan meraih keberkahan, mensucikan jiwa, serta menumbuhkan kebaikan-kebaikan.

Besaran zakat fitrah sendiri ialah 3,1 liter atau kurang lebih 2,5 kg bahan makanan pokok. Bisa juga diganti dengan uang yang nilainya sama dengan harga 2,5 kg bahan makanan pokok yang dimakan sehari-hari.

Mereka yang berhak menerima zakat fitrah disebut dengan mustahik. Dalam surat At Taubah ayat 60, Allah SWT berfirman:

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,”

Dijelaskan dalam Buku Pintar Muslim dan Muslimah tulisan Rina Ulfatul Hasanah, mereka yang berhak menerima zakat fitrah berdasarkan surat At Taubah ayat 60 yaitu fakir, miskin, gharim, riqab, amil, muallaf, sabilillah, dan ibnu sabil. Lantas golongan mana saja yang tidak diperbolehkan menerima zakat?

Golongan yang Tidak Berhak Menerima Zakat Fitrah

Mengutip dari buku 17 Tuntunan Hidup Muslim karya Wahyono Hadi Parmono dkk, terdapat empat golongan yang tidak berhak menerima zakat. Berikut pembahasannya:

1. Keturunan Nabi Muhammad SAW

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah bersabda:

“Pada suatu hari Hasan (cucu Rasulullah) telah mengambil sebuah kurma dari zakat lalu dimasukkan ke mulutnya. Rasulullah berkata (kepada Hasan), ‘jijik, jijik, muntahkan kurma itu, sesungguhnya tidak halal bagi kita (Nabi dan keturunannya) mengambil sedekah atau zakat,” (HR Muslim).

Kemudian, Abu Hurairah pernah berkata dalam hadits, “Bahwasanya Nabi SAW apabila diberi makanan, beliau menanyakannya. Apabila dijawab hadiah, beliau memakan sebagiannya. Apabila zakat, beliau tidak memakannya,” (HR Muslim dan Bukhari).

2. Orang yang Berada di Bawah Tanggungan Orang yang Berzakat

Apabila seseorang tidak mampu namun ada yang menanggungnya, maka ia tidak berhak atas zakat. Golongan tersebut tidak boleh menerima zakat kecuali ada sebab lain yang memperbolehkan, contohnya ia berlaku sebagai amil zakat.

3. Orang Kaya

Orang dengan harta yang berlimpah termasuk ke dalam golongan yang tidak berhak menerima zakat. Ini disebabkan mereka mampu untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya.

Rasulullah SAW bersabda mengenai orang kaya, “Barang siapa minta-minta sedang ia mempunyai kekayaan maka seolah-olah ia memperbesar siksaan neraka atas dirinya. Mereka bertanya, ‘Ya Rasulullah, apakah arti kaya itu?’ Rasulullah menjawab, ‘Orang kaya adalah orang yang (hartanya) cukup untuk dimakan sehari-hari,” (HR Abu Dawud dan Ibnu Hibban).

4. Tidak Memiliki Agama dan Non-Islam

Mereka yang tidak memiliki agama tidak berhak menerima zakat, begitu pun dengan non-muslim. Meski orang tersebut tidak berkecukupan dan umat Islam ingin membantu, maka hal itu tidak dapat dianggap sebagai zakat melainkan pemberian biasa.

Dalam surat Al Insan ayat 8, Allah SWT berfirman:

وَيُطْعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا

Artinya: “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan,”

Terpisah, Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazziy mengemukakan dalam kitab Fathul Qarib bahwa golongan yang tidak boleh menerima zakat dibagi ke dalam 5 kelompok, yaitu hamba sahaya (budak), orang kaya, kerabat Rasulullah, keluarga Nabi SAW, dan kafir.

Bagi detikers yang ingin membayar zakat bisa cek perhitungannya di Kalkulator Zakat detikHikmah dengan cara KLIK DI SINI ya!

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Niat Zakat Fitrah Sekeluarga, Lengkap untuk Anak dan Istri



Jakarta

Niat zakat fitrah untuk sekeluarga dibaca ketika seseorang ingin membayar zakat atas nama dirinya beserta keluarganya. Niat zakat fitrah termasuk ke dalam rukun yang harus dipenuhi oleh kaum muslim.

Zakat sendiri tergolong ke dalam rukun Islam. Penerimanya tidak sembarang orang, melainkan sejumlah golongan yang berhak menerima seperti tercantum dalam surat At Taubah ayat 60 yang berbunyi:

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ


Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,”

Sementara itu, perintah kewajiban membayar zakat terdapat dalam Al-Qur’an surat An Nisa ayat 77. Allah SWT berfirman:

..”وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ”…

Artinya: “…laksanakanlah salat dan tunaikanlah zakat!”

Adapun, mengenai niat zakat fitrah harus dipenuhi agar zakat seseorang diterima sebagaimana dijelaskan dalam buku Ringkus PAI oleh A Miftahul Basar. Niat zakat fitrah diucapkan tergantung siapa yang menyerahkan zakat tersebut.

Bagaimana bunyinya? Merangkum dari buku Menggapai Surga dengan Doa karya Achmad Munib, berikut pemaparannya.

Lafaz Niat Zakat Fitrah untuk Sekeluarga

1. Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri dan Keluarga

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِﻋَنِّيْ ﻭَﻋَﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊِ ﻣَﺎ تَلْزَﻣُنِيْ ﻧَﻔَﻘَﺎﺗُﻬُﻢْ ﺷَﺮْﻋًﺎ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘anni wa ‘an jami’i ma talzamuni nafawatuhum fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku, fardhu karena Allah Ta’ala,”

2. Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri

ﻧَﻮَﻳْﺖُ أَﻥْ أُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْسيْ ﻓَﺮْﺿًﺎ ِﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an nafsi fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, fardu karena Allah Ta’ala,”

3. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Perempuan

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ بِئْتِيْ … فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an binti (sebutkan nama) fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala,”

4. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-Laki

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ وَلَدِيْ … فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an waladi (sebutkan nama) fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala,”

5. Niat Zakat Fitrah untuk Istri

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ زَوْجَتِيْ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitu an ukhrija zakatal fitri ‘an zaujati fardhan lillahi ta’ala.

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk istriku, fardu karena Allah Ta’ala,”

Rukun Zakat Fitrah

Selain niat, ada juga rukun zakat fitrah lainnya yang harus dipenuhi oleh seseorang ketika ia ingin membayar zakat. Apa saja? Mengacu pada buku yang sama, berikut penjelasannya.

1. Membaca Niat

Membaca niat berzakat wajib ketika seseorang ingin menunaikan zakat fitrah. Setiap amal ibadah yang dikerjakan harus dengan niat yang ikhlas mengharap ridha Allah SWT. Dengan demikian, kita akan mendapat keberkahan dari apa yang dikerjakan.

2. Ada Muzakki Zakat

Muzakki zakat adalah orang yang wajib membayar zakat, sereti dijelaskan dalam buku Berzakat Itu Mudah oleh Ahmad Tajuddin Arafat. Muzakki merupakan umat Islam baik dewasa, lansia, hingga anak-anak sekalipun.

3. Ada Mustahik Zakat

Selain muzakki, ada juga yang namanya mustahik zakat. Mustahik ini adalah istilah untuk orang-orang yang berhak menerima zakat.

Zakat fitrah bisa ditunaikan sepanjang bulan Ramadan hingga sebelum berangkat salat Idul Fitri. Disebutkan dalam Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq karya Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, jumhur ulama mengatakan boleh menyegerakan membayar zakat fitrah sebelum hari raya, antara sehari atau dua hari.

Hal tersebut mengacu pada hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, ia mengatakan, “Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami zakat fitrah ditunaikan manusia keluar untuk salat (hari raya).” (HR Bukhari dan Muslim)

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Arah Kiblat saat di Kapal Laut Hadap ke Mana?



Jakarta

Menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sah melaksanakan salat. Lantas bagaimana cara menentukan arah kiblat saat di kapal laut?

Kholidatuz Zuhriyah dan Machunah Ani Zulfah dalam buku Fikih menjelaskan mengenai hal tersebut. Salat di atas kendaraan merupakan salah satu bagian dari pelaksanaan salat fardhu dalam kondisi tertentu.

Jika pada zaman dulu kendaraan yang digunakan adalah binatang unta dan keledai, maka pada saat ini ada pesawat terbang, kapal laut, bis, kereta api, dan seterusnya termasuk bagian dari kendaraan.


Disunnahkan menghadap kiblat pada waktu takbiratul ihram. Khalilurrahman Al-Mahfani dan Abdurrahim Hamdi dalam Kitab Lengkap Panduan Shalat menjelaskan, menghadap kiblat dalam salat berarti menghadap Ka’bah yang terletak di Makkah. Apabila tidak melihatnya, maka harus menghadap ke arah Ka’bah tersebut.

Setelah takbiratul ihram, salat dilanjutkan dengan menghadap jalannya kendaraan yang ditumpangi. Sunah ini dianjurkan ketika mengetahui dengan jelas arah kiblat.

Salat Boleh Menghadap ke Arah Laju Kendaraan

Apabila tidak mengetahui arah kiblat secara pasti, salat dapat menghadap arah sesuai laju kendaraan. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits:

وعن أنس بن مالك قال : كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أراد أن يصلي على راحلته تطوعًا استقبل القبلة فكبر للصلاة ثم خلّى على راحلته فصلى حيثما توجهت به

Artinya: “Dari Anas bin Malik RA, ia berkata, “Adalah Rasulullah SAW apabila salat sunah di atas kendaraannya, ia menghadap ke kiblat lalu takbir untuk salat, kemudian ia biarkan kendaraannya itu, maka ia salat (mengikuti) arah mana saja kendaraannya itu menuju.” (HR Ahmad dan Abu Dawud)

Jika tidak memungkinkan, salatnya tidak harus dilakukan seperti dalam keadaan normal, berdiri, dan menggelar sajadah. Pelaksanaan salat dapat dilakukan di kursi atau tempat duduk masing-masing. Hal ini dianalogikan dengan salat Rasulullah SAW di punggung unta.

وعن عامر ابن ربيعة قال: رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو على راحلته يُسبحُ : يومى براسه قبل أي وجهة توجه . ولمح يكن يصنع ذلك في الصلة المكتوبة

Artinya: Dari Amir bin Rabi’ah, ia berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah SAW waktu itu beliau berada di atas kendaraannya, bertasbih, dan berisyarat dengan kepalanya ke arah mana saja kendaraannya itu menghadap, dan ia tidak berbuat yang demikian itu dalam salat fardhu.” (HR Ahmad, Bukhari, dan Muslim)

Arah kiblat saat di kapal laut boleh menghadap ke mana saja sesuai arah kendaraan turut dijelaskan oleh Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq.

Dijelaskan lebih lanjut, diperbolehkan untuk salat di atas kendaraan dengan mengisyaratkan saat rukuk dan sujud, sehingga ketika menunduk untuk sujud lebih rendah dibanding menunduk untuk rukuk.

Dalam kondisi seperti ini, kiblatnya adalah ke arah mana kendaraannya berjalan. Hal itu diriwayatkan Amir bin Rabiah RA, dia berkata: “Saya melihat Rasulullah SAW salat di atas kendaraannya, ke arah mana saja kendaraan itu mengarah.” (HR Bukhari dan Muslim)

Masih di dalam buku yang sama turut dijelaskan mengenai hukum orang yang tidak mengetahui arah Ka’bah. Bagi mereka yang kehilangan arah kiblat dan tanda-tanda baik karena mendung atau gelap, maka ia wajib untuk bertanya kepada orang yang mampu memberikan petunjuk kepadanya.

Jika dia tidak menemukan orang yang memberinya petunjuk, maka dia boleh berijtihad (bersungguh-sungguh) menerka di mana arah kiblat) dan kemudian salat menghadap ke arah sesuai ijtihadnya. Dalam kondisi seperti ini, salatnya dianggap sah dan tidak wajib di ulang.

Namun, jika di tengah-tengah salat dia mengetahui kesalahannya, maka dia harus berputar ke arah kiblat yang benar dan tidak perlu memutuskan salat yang sudah dilaksanakan tapi tinggal meneruskan salatnya.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa Zakat Fitrah Sekeluarga Lengkap dengan Artinya



Jakarta

Zakat fitrah merupakan zakat yang diwajibkan atas semua individu muslim, baik kecil atau besar dan laki-laki maupun wanita. Saat menunaikannya secara bersama, maka bisa membaca doa zakat fitrah sekeluarga.

Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq mengatakan, zakat fitrah telah disyariatkan sejak bulan Sya’ban tahun ke-2 Hijriyah, dengan tujuan untuk menjadi penyuci bagi orang yang berpuasa dari tindakan sia-sia, perkataan kotor (selama puasa), agar ia menjadi bantuan bagi kaum fakir yang mengalami kesulitan.

Zakat fitrah ini juga diwajibkan bagi seorang muslim yang merdeka dan memiliki satu sha’ melebihi dari kebutuhan makan keluarganya untuk sehari semalam.


Ia wajib untuk menunaikan kewajiban zakatnya dan zakat orang-orang di bawah tanggungannya seperti istri, anak-anak, pembantu yang berada dalam tanggungannya.

Bacaan Doa Zakat Fitrah Sekeluarga

Achmad Munib dalam buku Menggapai Surga dengan Doa: Kumpulan doa-doa Dilengkapi Yasin, Tahlil, dan Al Asmaul Husna, berikut bacaan doa zakat fitrah lengkap dengan artinya:

نَوَيْتُ أن أخرج زكاة الفطر عَنِّي وَعَنْ جَمِيعِ مَا يَلْزَمُنِي نَفَقَاتُهُمْ شَرْعًا فَرْضًا للهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaytu An Ukhrija Zakaata Al-fitri Anni Wa An Jami’i Ma Yalzimuniy Nafaqatuhum Syar’an Fardhan Lillahi Ta’ala

Artinya: “Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku, fardhu karena Allah Ta’ala”

Kewajiban untuk menunaikan zakat juga dijelaskan melalui sebuah hadits yang termuat dalam Kitab Al-Lu’Lu’ wal Marjan karya Muhammad Fu’ad Abdul Baqi yang diterjemahkan oleh Muhammad Ahsan bin Usman,

حَدِيثُ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى كُلِّ حُرِّ أَوْ عَبْدِ ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Artinya: Ibnu Umar RA berkata: “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau gandum bagi setiap orang merdeka atau budak, lelaki atau wanita, besar atau kecil dari kaum muslimin.” (HR Bukhari)

Bagi orang yang enggan mengeluarkan zakat juga akan mendapatkan dosa, seperti yang dijelaskan dalam hadits-hadits berikut ini:

حَدِيْثُ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: انْتَهَيْتُ إِلَيْهِ وَهُوَ يَقُولُ فِي ظِلُّ الْكَعْبَةِ هُمُ الأَخْسَرُونَ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ هُمُ الأَخْسَرُونَ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ قُلْتُ: مَا شَأْنِي أَيْرَى فِيَّ شَيْءٌ مَا شَأْنِي فَجَلَسْتُ إِلَيْهِ وَهُوَ يَقُولُ فَمَا اسْتَطَعْتُ أَنْ أَسْكُتَ وَتَغَشَّانِي مَا شَاءَ اللَّهُ فَقُلْتُ: مَنْ هُمْ بِأَبِي أَنتَ وَأُمِّي يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: الأَكْثَرُونَ أَمْوَالاَ إِلا مَنْ قَالَ هَكَذَا وَهَكَذَا

Artinya: “Abu Dzar RA berkata: “Aku datang menemui Nabi Muhammad SAW yang sedang berada di bawah naungan Ka’bah sambil bersabda: ‘Demi Tuhan Ka’bah, merekalah yang rugi, demi Tuhannya Ka’bah, merekalah yang rugi!’ Maka aku bertanya pada diriku: ‘Ada apa denganku? Mungkin tampak sesuatu padaku?’ Lalu aku duduk di samping beliau yang masih berkata-kata. Aku merasa tidak mampu menahan diri untuk bertanya, hingga Allah SWT menutup dariku apa yang dikehendaki-Nya. Maka aku bertanya: ‘Siapakah mereka itu?’ Nabi SAW menjawab: ‘Mereka yang banyak harta, kecuali yang mendermakan hartanya ke kanan, ke kiri, ke depan, dan ke belakang (untuk sedekah).’ ” (HR Bukhari)

حَدِيثُ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: انْتَهَيْتُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ أَوْ وَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ أَوْ كَمَا حَلَفَ مَا مِنْ رَجُلٍ تَكُونُ لَهُ إِبِلٌ أَوْ بَقَرٌ أَوْ غَنَمٌ لا يُؤَدِّي حَقَّهَا إِلا أُتِيَ بِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْظَمَ مَا تَكُونُ وَأَسْمَنهُ تَطَوُّهُ بِأَخْفَافِهَا وَتَنْطَحُهُ بِقُرُونِهَا كُلَّمَا جَازَتْ أُخْرَاهَا رُدَّتْ عَلَيْهِ أُولَاهَا حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الناس

Artinya: Abu Dzar RA berkata: “Aku datang kepada Nabi SAW ketika beliau bersabda: ‘Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, atau: ‘Demi Allah yang tiada Tuhan kecuali Dia, tak seorang pun yang memiliki unta, lembu, atau kambing lalu tidak menunaikan kewajiban zakatnya, melainkan pada hari kiamat akan didatangkan kepadanya hewan yang lebih besar dan lebih gemuk lalu menginjak-injak dan menanduk dengan tanduknya. Hal itu akan terus diulang sampai orang-orang selesai diputuskan apakah ke surga atau neraka.'” (HR Bukhari)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Apakah Boleh Memberikan Zakat pada Keluarga?



Jakarta

Bagi umat Islam membayar zakat merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan, yang nantinya zakat tersebut akan diberikan oleh 8 golongan yang berhak menerima zakat. Apakah boleh memberikan zakat pada keluarga?

Dalam Kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah yang diterjemahkan oleh Masykur dkk, menjelaskan mengenai orang yang berhak menerima zakat.

Para ulama madzhab sependapat bahwa golongan yang berhak menerima zakat itu ada 8. Hal tersebut sudah disebutkan dalam firman Allah SWT surah At-Taubah ayat 60,


۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ٦٠

Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”

Muhammad Jawad Mughniyah menjelaskan lebih lanjut, untuk golongan miskin, para ulama mazhab sepakat bahwa zakat itu boleh diberikan kepada saudara-saudaranya, paman dari bapak dan paman dari ibu yang termasuk golongan tersebut.

Dalam hal ini, zakat hanya tidak boleh diberikan kepada ayah dan anak-anaknya kalau zakat yang akan diberikan kepada ayah dan anak itu merupakan bagian untuk fakir dan miskin.

Namun, jika zakat itu bukan termasuk dari bagian yang akan diberikan kepada orang fakir dan miskin, maka bapak dan anaknya boleh menerima zakat.

Dijelaskan lebih lanjut, untuk zakat fitrah dapat diberikan kepada kerabat atau keluarga yang dekat dan sangat membutuhkannya, kemudian tetangga. Seperti yang dijelaskan hadits berikut,

“Tetangga yang berhak menerima zakat adalah lebih berhak untuk menerimanya.”

Artinya, tetangga yang termasuk kelompok penerima harus diutamakan untuk diberi.

Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq, turut menjelaskan hal tersebut.

Para ulama sepakat bahwa zakat tidak boleh diberikan anak kepada ayahnya, kakek, nenek, anak-anak, cucu (perempuan dan laki-laki). Sebab seseorang memiliki kewajiban memberikan nafkah kepada ayah dan anggota keluarga lainnya bukan zakat.

Namun, jika mereka masuk dalam kategori fakir miskin, maka mereka dianggap kaya karena melihat kekayaan si muzakki. Jika zakat itu diberikan kepada mereka, maka si muzakki akan mengambil keuntungan, karena ia tidak perlu memberi kewajiban nafkah kepada mereka.

Begitu pula berlaku bagi seorang istri. Ibnu Mundzir berkata, “Para ulama sepakat bahwa seorang suami tidak memberikan zakat kepada istrinya, kecuali bila dia berutang maka dia diberikan bagian zakat sebagai ‘orang berutang’ demi melunasi utangnya.”

Masih di dalam buku yang sama berikut 8 golongan yang berhak menerima zakat di antaranya,

1. Fakir dan miskin, merupakan dua kelompok yang setiap hari kebutuhan hidupnya tidak tercukupi.

2. Amil zakat, merupakan golongan yang dipekerjakan oleh Imam atau wakilnya untuk bekerja menghimpun harta zakat dari orang kaya. Mereka harus menerima zakat sebagai imbalan dari pekerjaan mereka, dan nilai upahnya mencukupi kebutuhan mereka.

3. Muallaf, merupakan golongan yang diberikan zakat dengan tujuan untuk meluluhkan harinya, sehingga semakin kuat keislamannya.

4. Orang yang terikat perbudakan, merupakan golongan budak dalam proses pemerdekaan (al-mukatab) dan yang belum menjalani proses pemerdekaan (al-ariqqaa). Dari Al-Bara’ RA dia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad SAW dan berkata, ‘Tunjukkan kepada ku amal yang mendekatkan ku ke surga dan menjauhkanku dari neraka?’Rasulullah SAW menjawab, ‘Merdekakan seorang budak dan bebaskan perbudakan.’ Dia berkata, ‘Bukankah hal itu sama, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Tidak. Memerdekakan budak adalah kamu sendiri memerdekakan seorang budak dari perbudakannya, sedangkan membebaskan perbudakan adalah kamu membantu membebaskan seorang budak dengan membayar harganya,” (HR Ahmad dan Ad-Daraquthni)

5. Orang yang terlilit utang, golongan ini merupakan orang yang menanggung beban utang dan tidak bisa melunasinya.

6. Fi Sabilillah, yaitu golongan yang berjalan menuju keridhaan Allah SWT berupa ilmu dan amal kebaikan.

7. Musafir, yaitu golongan musafir yang terpisah dari negerinya maka ia berhak mendapatkan bagian zakat yang bisa membantunya mewujudkan maksud perjalanannya.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com