Tag Archives: tafsir

Sedekah yang Paling Besar Pahalanya, Apa Itu?


Jakarta

Sedekah adalah amalan yang paling mudah dilakukan dan mengandung banyak keutamaan. Anjuran bersedekah disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 274,

اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ ٢٧٤

Artinya: “Orang-orang yang menginfakkan hartanya pada malam dan siang hari, baik secara rahasia maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih.”


Dijelaskan dalam buku 100 Kesalahan dalam Sedekah susunan Reza Pahlevi Dalimuthe Lc M Ag, sedekah artinya apa yang dikeluarkan seseorang dari hartanya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedekah tidak hanya selalu berkaitan dengan harta, namun juga hal-hal lainnya.

Hukum bersedekah sangat dianjurkan atau sunnah muakkad. Keutamaan sedekah sendiri sangat banyak.

Disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, sedekah bahkan dapat menjauhkan dari api neraka.

“Dari Adi bin Hatim mengatakan, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Jagalah diri kalian dari api neraka sekalipun hanya dengan sebiji kurma.” Kemudian beliau berpaling dan menyingkir, kemudian beliau bersabda lagi: “Jagalah diri kalian dari neraka”, kemudian beliau berpaling dan menyingkir (tiga kali) hingga kami beranggapan bahwa beliau melihat neraka itu sendiri, selanjutnya beliau bersabda: “Jagalah diri kalian dari neraka sekalipun hanya dengan sebiji kurma, kalaulah tidak bisa, lakukanlah dengan ucapan yang baik.”

Lantas, sedekah apa yang paling besar pahalanya?

Sedekah yang Paling Besar Pahalanya

Terkait sedekah yang paling besar pahalanya pernah dibahas dalam sebuah hadits yang bersumber dari riwayat Abu Hurairah RA melalui kitab Zakat. Seorang lelaki mendatangi Nabi Muhammad seraya bertanya,

“Ya Rasulullah, sedekah mana yang paling besar pahalanya?”

Beliau bersabda, “Yaitu jika engkau bersedekah, engkau itu masih sehat dan sebenarnya engkau kikir. Kau takut menjadi fakir dan engkau sangat berharap menjadi kaya. Tetapi janganlah engkau menunda-nunda sehingga apabila nyawamu telah sampai di kerongkongan lalu berkata, ‘Yang ini untuk fulan dan yang ini untuk fulan’, padahal yang demikian itu memang untuk fulan.” (HR Muttafaq’alaih).

Menurut Syarah Riyadhus Shalihin Jilid 1 oleh Imam Nawawi, hadits tersebut ditafsirkan bahwa ketika seorang muslim bersedekah dalam keadaan sehat, maka pahala yang didapatkannya begitu besar. Menurutnya, sifat kikir dalam diri seseorang paling terlihat ketika mereka dalam keadaan sehat.

Imam Nawawi menjelaskan, ketika seorang muslim bersikap dermawan dan bersedekah dalam keadaan sehat maka itu membuktikan keikhlasan hatinya dan cinta yang besar pada Allah SWT. Tentu berbeda dengan kondisi orang yang tengah sakit atau berada di penghujung ajal.

Kondisi tersebut, lanjut Imam Nawawi, membuat seorang muslim melihat harta bukan lagi miliknya. Sebab, kondisi mereka sudah putus asa dengan hidup.

Hadits di atas menunjukkan bahwa muslim dianjurkan untuk bersedekah dalam keadaan sehat, kaya, dan kikir agar mendapat pahala yang besar sebagaimana dikatakan oleh Asy Syarqawi. Dalam keterangannya yang diterjemahkan oleh Syaikh Muhammad Musthafa Imarah melalui Jawahir Al-Bukhari, dikatakan bahwa keadan tersebut menunjukkan kebenaran tujuan dari bersedekah dan kuatnya keinginan untuk mendekatkan diri kepada-nya.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Pengertian, Syarat, Jenis dan Ketentuan Menghitungnya


Jakarta

Zakat adalah kewajiban bagi setiap muslim yang mampu dan merupakan rukun Islam ketiga. Dengan menunaikannya, umat Islam dapat saling membantu dan meringankan beban mereka yang membutuhkan.

Zakat mal adalah salah satu jenis zakat yang wajib dikeluarkan oleh umat Islam yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Untuk lebih memahami terkait zakat mal, simak penjelasan selengkapnya berikut ini.

Pengertian Zakat Mal

Amalan zakat wajib dilaksanakan oleh seluruh umat Islam. Mengutip buku Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII susunan H. Ahmad Ahyar dan Ahmad Najibullah, zakat mal adalah zakat yang dikeluarkan dari harta seseorang jika telah mencapai batas tertentu (nisab) sesuai aturan Islam.


Berbeda dengan zakat fitrah yang wajib dibayarkan setiap Idulfitri, zakat mal bergantung pada jumlah dan jenis harta yang dimiliki. Jika harta tersebut memenuhi syarat, maka wajib dizakati.

Zakat mal hukumnya wajib, sebagaimana kewajiban salat, puasa, dan haji. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam firman Allah SWT surah At-Taubah ayat 103.

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Arab latin: Khuż min amwālihim ṣadaqatan tuṭahhiruhum wa tuzakkīhim bihā wa ṣalli ‘alaihim, inna ṣalātaka sakanul lahum, wallāhu samī’un ‘alīm(un).

Artinya: Ambillah zakat dari harta mereka (guna) mensucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Ayat tersebut menegaskan pentingnya zakat sebagai bentuk kepedulian sosial dan pembersihan harta. Selain itu, perintah zakat juga disebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 277.

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ,

Arab latin: Innal-lażīna āmanū wa ‘amiluṣ-ṣāliḥāti wa aqāmuṣ-ṣalāta wa ātuz-zakāta lahum ajruhum ‘inda rabbihim, wa lā khaufun ‘alaihim wa lā hum yaḥzanūn(a).

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, beramal saleh, menegakkan salat, dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih.

Dari Tafsir Tahlili yang dilansir dari laman resmi Kemenag, surah Al-Baqarah ayat 277 menegaskan bahwa orang yang beriman, beramal saleh, mendirikan salat, dan menunaikan zakat tidak akan mengalami ketakutan atau kesedihan.

Zakat disebut sebagai salah satu sifat utama yang menyucikan harta dan jiwa, sekaligus menjadi obat bagi mereka yang terjerat dalam praktik riba.

Dengan menunaikan zakat, seorang muslim tidak hanya memenuhi kewajiban sosial, tetapi juga memperoleh ketenangan batin yang tidak dimiliki oleh para pemakan riba, yang jiwanya dipenuhi kegelisahan dan kecemasan.

Jenis Harta yang Wajib Dizakati

Masih dari sumber sebelumnya, berikut ini beberapa jenis harta yang dikenai kewajiban zakat mal.

1. Emas dan Perak

Zakat wajib dikeluarkan atas emas dan perak apabila telah mencapai nisab serta melewati haulnya. Perintah Allah SWT terkait kewajiban ini tercantum dalam surah At-Taubah ayat 34.

“Dan orang-orang yang menimbun emas dan perak serta tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka sampaikanlah kepada mereka kabar tentang azab yang pedih.”

2. Harta Perniagaan

Harta perniagaan dikenakan zakat apabila telah memenuhi syarat yang ditetapkan dalam syariat. Kewajiban ini didasarkan pada hadis Nabi SAW berikut:

“Dari Samurah bin Jundub, ia berkata, ‘Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk menunaikan zakat dari barang yang diperjualbelikan.” (HR Abu Dawud)

3. Hasil Pertanian dan Perkebunan

Hasil pertanian atau perkebunan wajib dikeluarkan zakatnya setiap kali panen apabila telah mencapai nisab. Perintah untuk menunaikan zakat hasil pertanian atau perkebunan tercantum dalam firman Allah SWT dalam surah Al-An’am ayat 141.

“..dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya. Akan tetapi, janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

4. Peternakan dan Perikanan

Hewan ternak wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Islam. Hewan yang wajib dizakati antara lain:

– Unta
– Sapi dan kerbau
– Kambing

Selain itu, hasil perikanan seperti udang dan lele, serta ternak unggas juga wajib dizakati.

5. Barang Temuan

Barang temuan (rikaz) adalah harta yang ditemukan, seperti harta karun atau peninggalan berharga. Harta ini wajib dizakati tanpa harus menunggu waktu tertentu (haul) atau mencapai jumlah minimal (nisab). Rasulullah SAW bersabda:

“Dan di dalam rikaz (barang temuan) ada haknya seperlima.” (HR Malik)

Syarat Zakat Mal

Berikut adalah syarat zakat mal menurut Peraturan Menteri Agama Nomor 52 Tahun 2014.

  1. Harta yang wajib dizakati harus sesuai dengan aturan dalam syariat Islam.
  2. Syarat harta yang harus dizakati, antara lain:
    – Milik sepenuhnya (bukan pinjaman)
    – Halal (diperoleh dengan cara yang sah)
    – Cukup nisab (jumlah minimal yang wajib dizakati)
    – Sudah mencapai haul (masa kepemilikan satu tahun)
  3. Syarat haul tidak berlaku untuk zakat pada hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, pendapatan, jasa, dan zakat rikaz.

Ketentuan Menghitung Zakat Mal

Untuk menghitung zakat mal, dapat menggunakan rumus 2,5% dikalikan dengan jumlah harta yang tersimpan selama 1 tahun. Sebagai contoh, jika seseorang memiliki emas sebanyak 200 gram, maka zakat mal yang harus dibayar adalah:

Zakat mal = emas x nisab
Zakat mal = 200 g x 2,5% = 5 g

Dengan demikian, zakat yang harus dikeluarkan adalah sebesar 5 gram emas, atau dapat disetarakan dengan uang sesuai harga emas per gram. Zakat mal dapat dikeluarkan kapan saja selama memenuhi syarat yang berlaku.

Selain itu, disarankan agar zakat mal dibayarkan melalui lembaga amil zakat resmi, untuk memastikan penyaluran zakat tepat sasaran dan hanya digunakan oleh orang-orang yang berhak menerimanya.

(inf/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Hewan di Kapal Nabi Nuh, Diselamatkan dari Banjir Besar



Jakarta

Nabi Nuh AS adalah salah satu nabi yang memiliki kisah dan mukjizat yang sangat luar biasa. Salah satunya adalah mengenai kisah hewan di kapal Nabi Nuh AS.

Sebelum memasuki kisahnya, kita perlu mengetahui terlebih dahulu apa saja mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Nuh AS. Dikutip dari buku Kisah dan Mukjizat 25 Nabi dan Rasul karya Aifa Syah, Nabi Nuh AS dan kaumnya mampu membuat kapal yang sangat besar.

Kapal tersebut dapat digunakan ketika terjadi banjir besar yang menenggelamkan bumi yang sebelumnya sudah diperingatkan oleh Allah SWT. Bahtera Nabi Nuh AS mampu bertahan dan melewati banjir besar yang sangat lama hingga akhirnya surut.


Selanjutnya, dikisahkan bahwa tiap-tiap hewan dari beragam jenis dan spesies diangkut secara sepasang sehingga menjadi cikal bakal makhluk hidup yang ditemukan hingga sekarang ini. Berikut adalah kisahnya dikutip dari buku An-Nawadir karya Syekh Syihabuddin al-Qalyubi.

Kisah Hewan di Kapal Nabi Nuh AS

Dikisahkan bahwa setelah pembuatan kapal selesai, Allah SWT berkata kepada kapal dengan bahasa yang dapat dimengerti oleh orang-orang secara jelas. Lalu, kapal itu menjawab,

“Laa ilaaha illa allaahu, ilaahu al-awwaliin wa al-aakhiriin. Aku adalah perahu keselamatan. Siapa saja yang menaikinya, maka akan selamat. Dan, siapa saja yang menolakku, maka akan mati.”

Nabi Nuh AS kemudian berkata kepada kaumnya, “Apakah kalian sekarang beriman?”

Mereka menjawab, “Tidak akan! Ini hanya satu rekayasa kekuatan sihirmu, wahai Nuh.”

Selanjutnya, Nabi Nuh AS memanggil semua hewan, hewan buas, burung, dan hewan melata atas perintah Allah SWT, “Kemari! Masuklah ke dalam kapal sebelum azab turun.”

Nabi Nuh AS telah membuatkan kandang untuk para hewan tersebut dan Malaikat Jibril turun ke Bumi untuk mengawasi mereka guna menjaga kelangsungan kehidupan hewan di Bumi.

Allah SWT membantu Nabi Nuh AS dengan mengabarkan berita tersebut ke timur dan barat. Nabi Nuh AS mengambil satu pasangan dari setiap jenis hewan. Sebagaimana terabadikan dalam surah Hud ayat 40,

حَتّٰىٓ اِذَا جَاۤءَ اَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّوْرُۙ قُلْنَا احْمِلْ فِيْهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَاَهْلَكَ اِلَّا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ اٰمَنَ ۗوَمَآ اٰمَنَ مَعَهٗٓ اِلَّا قَلِيْلٌ

Artinya: (Demikianlah,) hingga apabila perintah Kami datang (untuk membinasakan mereka) dan tanur (tungku) telah memancarkan air, Kami berfirman, “Muatkanlah ke dalamnya (bahtera itu) dari masing-masing (jenis hewan) sepasang-sepasang (jantan dan betina), keluargamu kecuali orang yang telah terkena ketetapan terdahulu (akan ditenggelamkan), dan (muatkan pula) orang yang beriman.” Ternyata tidak beriman bersamanya (Nuh), kecuali hanya sedikit.

Setelah itu, Allah SWT memerintahkan angin untuk menerbangkan setiap jenis pohon masuk ke dalam kapal. Nabi Nuh AS kemudian membawa setiap satu dari jenis pohon yang ada.

Mengutip Ibnu Katsir dalam buku Kisah Para Nabi, sebagian ulama menyebutkan riwayat hadits dari Ibnu Abbas RA yang menjelaskan tentang hewan di kapal Nabi Nuh. Khususnya terkait hewan pertama dan terakhir yang menaiki kapal tersebut.

“Jenis burung yang pertama kali masuk ke dalam kapal Nabi Nuh adalah kakatua. Sementara itu, jenis hewan yang terakhir masuk adalah keledai. Adapun Iblis masuk ke dalam kapal dengan bergelantung pada ekor keledai,”

Dalam riwayat lain, dijelaskan oleh Ibnu Abu Hatim yang bersumber dari ayahnya Zaid bin Aslam ketika beliau mendengar perkataan Rasulullah SAW. Setelah Nabi Nuh AS mengangkut setiap jenis hewan yang berpasangan ke atas kapal, hal itu pun mengundang tanya dari para sahabat.

Mereka bertanya, “Bagaimana kami bisa tenang?” atau “Bagaimana hewan-hewan jinak merasa tenang kalau ada singa bersama kita?”

Setelahnya, atas izin Allah SWT, Dia menurunkan penyakit demam pada singa. Itulah penyakit demam yang disebut diturunkan pertama kali ke bumi.

Tidak hanya itu, mereka juga mengeluhkan keberadaan tikus. Mereka berkata, “Tikus-tikus itu merusak dan memakan persediaan dan perbekalan kita,”

Selanjutnya, Allah mengilhamkan pada singa untuk bersin sehingga keluarkan kucing darinya. Kehadiran kucing itu membuat tikus-tikus bersembunyi karena takut padanya. Meski demikian sanad hadits ini disebut mursal atau hadits yang terputus sanadnya.

Melansir Tafsir Al Azhar Jilid 9 oleh Hamka, orang-orang yang masuk dalam bahtera Nabi Nuh AS adalah orang-orang yang menjadi nenek moyang bagi manusia saat ini. Hal ini juga berlaku bagi seluruh hewan yang masuk ke dalam kapal Nabi Nuh.

“Demikian juga binatang-binatang di rimba, mana yang tidak turut masuk bahtera telah musnah mati, namun yang masuk bahtera telah berkembang,” demikian penafsiran Hamka.

Susunan Isi Kapal Nabi Nuh

Dalam bahtera Nabi Nuh AS terdapat pembagian yang ditata sedemikian rupa dengan tatanan sebagai berikut.

Pada tingkat pertama, Nabi Nuh AS menempatkan laki-laki dan perempuan sebanyak delapan puluh orang. Bersama mereka adalah Tabut yang di dalamnya terdapat Adam, Hawa, Hajar Aswad, Maqam Ibrahim, tongkat para nabi dan rasul lengkap dengan nama pemiliknya.

Pada tingkat kedua, Nabi Nuh AS membawa hewan-hewan buas, hewan melata, dan hewan sembelihan.

Pada tingkat ketiga, Nabi Nuh AS membawa burung.

Pada tingkat keempat, Nabi Nuh AS menempatkan pohon-pohon.

Pada tingkat kelima, Nabi Nuh AS menempatkan hewan-hewan yang mempunyai cakar, harimau, dan singa.

Pada tingkat keenam, Nabi Nuh AS menempatkan ular dan kalajengking.

Dan, pada tingkat ketujuh, Nabi Nuh AS menempatkan gajah.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Ketika Nabi Ibrahim Berdebat dengan Kaumnya Soal Tuhan yang Harus Disembah



Jakarta

Nabi Ibrahim AS merupakan satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui kaum muslimin. Sebagai utusan Allah SWT, banyak pelajaran dan hikmah dari kisah hidupnya selama menjadi nabi dan rasul.

Menurut Qashash al-Anbiyaa oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Saefullah MS, nama lengkap Nabi Ibrahim AS adalah Ibrahim bin Tarikh. Ia merupakan keturunan dari keluarga Nahur, Shrug, Raghu, Faligh, ‘Abir, Syalih, Arfakhsyadz, Sam, dan Nuh.

Nabi Ibrahim AS juga disebut sebagai rasul ulul azmi yang mana gelar ini diberikan bagi rasul Allah SWT yang kedudukannya tinggi. Selain itu, ia juga dijuluki Abun Anbiya yang artinya ayahanda para nabi.


Ada kisah menarik terkait Nabi Ibrahim AS yang dikisahkan dalam surah Al An’Am ayat 75-83. Ini mengenai Ibrahim AS yang berdebat dengan kaumnya terkait Tuhan yang berhak disembah.

Allah SWT berfirman,

“Demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.

Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka, ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.”

Kemudian, ketika dia melihat bulan terbit dia berkata (kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku.” Akan tetapi, ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk kaum yang sesat.”

Kemudian, ketika dia melihat matahari terbit dia berkata (lagi kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku. Ini lebih besar.” Akan tetapi, ketika matahari terbenam dia berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari yang kamu persekutukan.”

Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.

Kaumnya membantah. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada yang kamu persekutukan dengan-Nya, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?”

Bagaimana mungkin aku takut kepada yang kamu sekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut menyekutukan sesuatu dengan Allah yang Dia (sendiri) tidak pernah menurunkan kepadamu alasan apa pun. Maka, golongan yang manakah dari keduanya yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka) jika kamu mengetahui?”

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), merekalah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mendapat petunjuk.

Itulah keterangan yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan orang yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS Al An’am: 75-83)

Ibnu Katsir menafsirkan, dialog di atas dalam surah Al An’am merupakan sanggahan yang Nabi Ibrahim AS ajukan kepada kaumnya terkait keyakinan mereka yang menyembah benda-benda langit seperti bintang. Ibrahim AS menjelaskan bahwa benda-benda tersebut tidak layak dijadikan Tuhan karena mereka makhluk ciptaan Allah SWT.

Benda-benda langit itu bisa muncul dan tenggelam serta lenyap dari alam ini. Sementara Tuhan yang Maha Esa kekal dan abadi, tidak ada Tuhan yang layak disembah selain Allah SWT.

Nabi Ibrahim AS mengatakan kepada kaumnya bahwa bintang-bintang tersebut tidak mungkin dijadikan Tuhan. Ada yang menyebut bintang yang dimaksud adalah Lucifer atau Bintang Fajar.

Lebih lanjut Ibrahim AS juga menerangkan tentang bulan yang bercahaya lebih besar daripada bintang. Penjelasan ia tingkatkan lagi pada matahari yang bersinar paling terang di antara benda langit lain.

Nabi Ibrahim AS menjelaskan seluruh benda langit itu tunduk, digerakkan, dan dikuasai berdasarkan kehendak Tuhan sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Fushilat ayat 37.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah menyembah matahari maupun bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika hanya Dia yang pantas untuk disembah.” (QS Fushshilat: 37)

Dalam surah Al An’am ayat 78-80, Allah SWT berfirman:

“Kemudian, ketika dia melihat matahari terbit dia berkata (lagi kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku. Ini lebih besar.” Akan tetapi, ketika matahari terbenam dia berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari yang kamu persekutukan.”

Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.

Kaumnya membantah. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada yang kamu persekutukan dengan-Nya, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?” (QS. Al-An’am: 78-80)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, melalui ayat tersebut Nabi Ibrahim AS menyampaikan bahwa ia tidak peduli tuhan-tuhan yang kaumnya sembah kecuali Allah SWT. Ia mengatakan semua tuhan yang kaumnya sembah tidak memiliki manfaat, tidak dapat mendengar, dan tidak memiliki akal. Mereka hanyalah benda-benda yang diatur dan dikendalikan oleh Tuhan layaknya seperti bintang dan benda langit lainnya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Perjalanan Rasulullah SAW Hijrah ke Madinah, Sedih Tinggalkan Makkah



Jakarta

Nabi Muhammad melakukan hijrah dari kota Makkah ke Madinah.

Diriwayatkan oleh ‘Abd bin Humaid, Abu Ya’la, Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih dari Ibnu ‘Abbas, ketika Nabi Muhammad SAW akan meninggalkan Mekkah, sebelum hijrah ke Madinah, beliau menoleh ke belakang melihat negeri Mekkah.

Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, engkau adalah sebaik-baik negeri Allah, dan negeri yang paling Allah cintai, kalaulah bukan karena aku dikeluarkan dari negeri ini, tidak akan aku meninggalkanmu.” (HR. At-Tirmidzi, Kitab Al-Manaqib, Bab Fadhl Makkah (5/722).)


Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Sesungguhnya kaum musyrikin mengejar Rasulullah dengan mengikuti jejak beliau, hingga akhirnya mereka tiba di bukit Tsur, di sana mereka menjadi bingung, lalu mereka menaiki bukit tersebut dan berjalan melintasi gua, namun di depan pintu gua mereka melihat banyak terdapat jaring laba-laba, lalu mereka berkata, “Kalau ada orang yang masuk ke dalam gua ini, pastinya jaring laba-laba ini tidak akan bergelayutan di mulut gua.” (Musnad Imam Ahmad)

Dalam buku Sejarah Lengkap Rasulullah SAW Jilid 1 yang ditulis Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi disebutkan bahwa laba-laba tersebut salah satu dari tentara Allah yang siap mengalahkan kebatilan dan menolong kebenaran.

Karena sesungguhnya tentara Allah tidak dapat diukur dalam ukuran materi atau non-materi. Jika bentuknya materi, maka tidak perlu diukur besar atau kecilnya, boleh jadi tentara yang besar akan dikalahkan oleh kuman-kuman kecil jika Allah menghendaki.

Allah berfirman, “Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan dia sendiri. dan (Sagar) itu tiada lain hanyalah peringatan bagi manusia,” (Al-Muddattsir: 31).

Karena saking banyaknya tidak ada yang dapat mengetahui berapa kuota tentara Allah. Karena sesungguhnya tentara Allah tiada habis- habisnya.

Dalam Tafsir Ar-Razi disebutkan sebagaimana tidak ada seorang pun yang dapat membatasi kemungkinan-kemungkinan, mengawasi hakikatnya dan sifatnya, sekalipun secara global, terlebih lagi untuk mengetahui keadaannya, jumlahnya dan persentasenya.

Untuk mengobati kesedihan Rasulullah SAW, Allah SWT menurunkan ayat Al-Qur’an Muhammad ayat 13:

“Dan betapa banyak negeri yang (penduduknya) lebih kuat dari (penduduk) negerimu (Muhammad) yang telah mengusirmu itu. Kami telah membinasakan mereka; maka tidak ada seorang pun yang menolong mereka.” (QS Muhammad: 13)

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com