Tag Archives: tata surya

Ada Komet ‘Asing’ dari Luar Tata Surya, Ilmuwan Curigai sebagai Pesawat Alien



Jakarta

Para astronom tengah menyoroti kemunculan komet antarbintang bernama 3I/ATLAS yang ditemukan pada 1 Juli 2025 lalu. Hasil pengamatan ilmuwan menunjukkan bahwa objek luar angkasa tersebut berasal dari luar Tata Surya.

Seperti yang diketahui, Tata Surya merupakan ruang yang terdiri dari Matahari sebagai bintang pusat dan objek yang mengorbit seperti planet hingga asteroid. Di Tata Surya, terdapat delapan planet dari Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.

Penemuan komet 3I/ATLAS telah dikonfirmasi sebagai objek ‘asing’ yang berasal dari luar Tata Surya. Indikasi yang ditemukan ilmuwan, salah satunya karena lintasannya yang sangat eksentrik.


“Komet-komet ini benar-benar asing. Mereka membawa petunjuk tentang pembentukan dunia yang jauh melampaui dunia kita,” catat Badan Antariksa Eropa atau European Space Agency (ESA), dikutip dari Tech Space 2.0.

Ukuran Komet yang Sangat Besar

Pengamatan awal oleh teleskop termasuk Hubble dan James Webb mengisyaratkan bahwa komet 3I/ATLAS berukuran sangat besar. Analisis ilmuwan menunjukkan inti padatnya berdiameter setidaknya sekitar 5 kilometer.

Sebagai perbandingan, objek antarbintang pertama yang diketahui sebelumnya, ʻOumuamua, hanya berukuran sekitar 0,4 km. Dengan kata lain, 3I/ATLAS bisa ribuan kali lebih masif daripada ʻOumuamua.

“Ini membuat 3I/ATLAS tiga hingga lima orde magnitudo lebih masif daripada dua objek antarbintang sebelumnya yang telah kami amati,” Dr Avi Loeb, seorang astrofisikawan Harvard.

Meski ukurannya sangat besar dan telah memasuki Tata Surya, Bumi dikonfirmasi akan aman dari komet 3I/ATLAS. Menurut ilmuwan, lintasan komet berjarak sekitar 240 juta km dari Bumi atau sama dengan satu setengah kali jarak antara Bumi dan Matahari.

“Itu tidak menimbulkan bahaya bagi planet kita atau planet lain di Tata Surya,” ESA mengonfirmasi.

Alih-alih mengancam, para ilmuwan menganggap komet ‘asing’ tersebut bisa menjadi kesempatan untuk mengamatinya. Ilmuwan telah menemukan bahwa 3I/ATLAS tampak berperilaku seperti komet pada umumnya, memiliki koma – awan gas dan debu kabur di sekitar intinya – dan bahkan ekor samar.

Spekulasi Bukan Sekadar Komet, tapi Pesawat Alien

Avi Loeb yang juga tertarik dengan ekstraterestrial, membuka spekulasi bahwa 3I/ATLAS bisa jadi bukan komet biasa. Spekulasi mengarah pada pertimbangan bahwa jika bukan komet, objek tersebut bisa jadi sesuatu yang direkayasa, seperti pesawat ruang angkasa alien yang tidak aktif atau penyelidikan.

Loeb bersama peneliti Adam Crowl dan Adam Hibberd, menerbitkan sebuah makalah pada bulan Juli yang mengeksplorasi gagasan bahwa 3I/ATLAS, pada awalnya mungkin buatan. Spekulasi ini merujuk pada massa komet yang luar biasa dan kemiringan orbit yang tidak biasa.

“Jika peradaban cerdas ingin mengirim pesawat besar ke Tata Surya kita, jalur seperti 3I/ATLAS dapat menguntungkan,” kata peneliti.

Tim Loeb berpendapat bahwa lintasan 3I/ATLAS yang membawanya relatif dekat dengan Venus, orbit Bumi, dan Mars selama tahun depan, bisa jadi disengaja jika itu adalah wahana yang dirancang untuk mempelajari planet.

“Jalur dan kemiringannya dapat memungkinkan kehidupan cerdas di atas objek tersebut mengukur orbit dan massa planet,” kata Loeb.

Meski begitu, Loeb dan tim menekankan bahwa ini spekulatif karena tidak ada bukti langsung dari teknologi atau sinyal apa pun dari 3I/ATLAS saat ini. Namun, layak untuk diteliti secara ilmiah.

Spekulasi terhadap objek luar angkasa ‘asing’ sebagai wahana alien bukan sekali saja terjadi. Pada 1977, terdapat sinyal atau transmisi radio yang kuat dan tidak bisa dideteksi. Kemudian, itu diduga berasal dari luar Bumi.

Loeb menunjukkan bahwa pada tanggal adanya sinyal 1977 itu, posisi di langit asalnya kira-kira di bagian langit yang sama di mana 3I/ATLAS seharusnya berada, jauh di luar angkasa.

Ia berharap spekulasi ini mendorong para astronom untuk mendengarkan 3I/ATLAS saat ia melintas, untuk berjaga-jaga jika komet tersebut memancarkan sinyal radio apa pun. Sejauh ini, belum ada teleskop yang melaporkan emisi yang tidak biasa dari komet tersebut.

(pal/pal)



Sumber : www.detik.com

Batu Unik Ini Diduga Potongan Bumi Purba Sebelum Ada Bulan


Jakarta

Batuan dari Kanada, Greenland, dan Hawaii memiliki lebih sedikit isotop kalium-40 yang sudah langka dibandingkan batuan dari bagian Bumi lainnya. Para ilmuwan yang menemukan fakta ini menganggapnya sebagai bukti bahwa batuan itu terbentuk dari material yang ada di Bumi sebelum tabrakan yang menyebabkan pembentukan Bulan.

Satu tabrakan, di awal terbentuknya Bumi, mengubah segalanya. Sebuah objek seukuran Mars menabrak protoplanet tersebut, memuntahkan begitu banyak material hingga menjadi Bulan, dan melelehkan permukaan planet tersebut untuk waktu yang lama. Menurut beberapa penelitian terbaru, objek yang dimaksud, yang dikenal sebagai Theia, membawa serta sebagian besar air yang membentuk lautan kita dan membuat Bumi layak huni.


Theia menghantam Bumi begitu dahsyat sehingga sebagian besar planet ini kini terdiri dari campuran proto-Bumi dan Theia dengan perbandingan sekitar 90/10, dengan sedikit meteorit yang berasal dari kemudian hari, sebagian besar berada di kerak Bumi. Namun, Dr. Nicole Nie dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) bertanya-tanya apakah masih ada sisa-sisa proto-Bumi yang lebih murni.

Untuk menemukannya, Nie dan rekan-rekannya beralasan mereka perlu mengidentifikasi apa yang mungkin ditambahkan oleh penambahan-penambahan selanjutnya, dan mencari contoh-contoh yang tidak memilikinya.

Tim tersebut mempelajari meteorit dan menemukan bahwa meteorit tersebut sebagian besar lebih kaya kalium-40, relatif terhadap isotop-isotop lainnya, kalium-39 dan 41, dibandingkan Bumi itu sendiri. Dengan asumsi tren ini berlangsung lama, sebelum kedatangan semua meteorit ini, planet ini pasti memiliki lebih sedikit kalium-40 daripada saat ini. Hal ini menunjukkan banyak hal, karena kalium-40 hanya membentuk 0,01% unsur di kerak Bumi.

Ada kemungkinan bahwa Theia sama kekurangan kalium-40 seperti proto-Bumi, dan semua kelebihan kalium tersebut berasal dari meteorit-meteorit berikutnya, tetapi para penulis penelitian menganggap hal ini tidak mungkin. Oleh karena itu, mereka berpendapat, jika kita dapat menemukan batuan dengan kadar postassium-40 yang cukup rendah, kemungkinan besar batuan tersebut berasal dari masa sebelum Theia.

Tim beralasan ada dua jenis tempat yang paling cocok untuk pencarian ini. Pertama, di wilayah yang memiliki batuan tertua di dunia, seperti Greenland dan sebagian Kanada. Kedua, di batuan yang relatif muda, terbentuk dari material jauh di dalam mantel, yang mungkin terlindung dari pengaruh Theia.

“Jika tanda-tanda kalium ini terpelihara, kita akan ingin mencarinya di waktu yang dalam dan di Bumi yang dalam,” kata Nie dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari IFL Science.

Ketika para penulis memeriksa sampel dari Greenland dan wilayah tertua di Kanada, serta pulau vulkanik Hawaii dan Réunion, melalui spektrometer massa, mereka menemukan konsentrasi kalium-40 65 bagian per juta lebih rendah daripada di berbagai tempat lain. Hal ini membuat postassium-40 sangat langka dibandingkan isotop kalium lainnya, sehingga mereka yakin bahan-bahannya pastilah proto-Bumi yang hampir murni.

“Ini mungkin bukti langsung pertama bahwa kita telah mengawetkan material proto-Bumi. Kita melihat sepotong Bumi yang sangat tua, bahkan sebelum tumbukan dahsyat itu. Ini menakjubkan karena kita menduga tanda-tanda awal ini akan terhapus perlahan seiring evolusi Bumi,” jelasnya.

Ada unsur-unsur lain yang komposisi isotop Bumi-nya berada di ujung ekstrem spektrum meteorit, seperti rutenium dan molibdenum. Akan tetapi, perbedaan dalam cara unsur-unsur ini dimasukkan ke inti Bumi berarti mereka tidak selalu cocok untuk pengujian konfirmasi.

Satu pertanyaan besar yang belum terjawab oleh penelitian ini adalah mengapa proto-Bumi memiliki kadar kalium-40 yang sangat rendah. Ada beberapa meteorit yang kadar postassium-40-nya rendah, tetapi belum ditemukan satu pun yang sesuai dengan komposisi dari keempat lokasi tersebut.

Nie dan rekan-rekan penulisnya mengaku tidak tahu mengapa proto-Bumi berbeda dengan objek lain yang telah kita temukan di Tata Surya, setidaknya dalam hal kadar kalium. Nie berpendapat bahwa kita mungkin memerlukan sampel meteorit yang lebih besar, karena sampel yang cocok dengan Bumi sebelum Theia mungkin masih menunggu untuk ditemukan.

(rns/rns)



Sumber : inet.detik.com

Cara Mengenali Perbedaan Asteroid, Meteor, dan Komet



Jakarta

Benda luar angkasa yang melintasi Bumi kerap disebut sebagai meteor. Namun, terkadang disebut juga dengan asteroid dan komet. Sebenarnya apa beda ketiganya?

Dalam astronomi, ada banyak istilah untuk menyebut benda-benda di luar angkasa. Penyebutan ini digunakan untuk memudahkan identifikasi.

Mengutip laman resmi NASA, berikut perbedaan asteroid, meteor, dan komet.


Perbedaan Asteroid, Meteor, dan Komet

1. Asteroid

Asteroid adalah benda langit berupa batu dan logam yang mengitari Matahari. Mayoritas asteroid terletak di sabuk asteroid yang merupakan wilayah antara Mars dan Jupiter.

Menurut NASA, asteroid juga disebut sebagai sisa-sisa pembentukan tata surya, yang tak sempat menjadi planet.

Cara mengenali asteroid:

Komposisi: batuan dan logam, kadang sedikit es.
Ciri khas: tidak memiliki ekor, hanya tampak seperti titik kecil di teleskop.
Contoh: asteroid Ceres yang bahkan dikategorikan sebagai planet kerdil.

2. Meteor

Meteor sebenarnya berawal dari meteoroid, yaitu fragmen kecil dari asteroid atau komet. Ketika meteoroid masuk ke atmosfer bumi dan terbakar karena bergesekan udara, kita melihatnya sebagai meteor atau “bintang jatuh.” Jika sebagian masih bertahan dan jatuh ke permukaan bumi, sisa itu disebut meteorit.

Dikutip dari Scientific American, meteor dapat berukuran sekecil butiran pasir hingga sebesar bongkahan batu. Hujan meteor tahunan yang sering kita lihat, misalnya Perseid, berasal dari debu komet yang masuk atmosfer bumi.

3. Komet

Komet dikenal sebagai “bintang berekor” karena saat mendekati Matahari, panas membuat es di dalamnya menguap dan membentuk coma (atmosfer tipis) serta ekor yang selalu menjauh dari Matahari.

Mengutip planetary.org, komet berasal dari dua wilayah dingin di Tata Surya: Sabuk Kuiper (dekat orbit Neptunus) dan Awan Oort (jauh di luar Tata Surya).

Cara mengenali komet:

Komposisi: es air, karbon dioksida, metana, amonia, bercampur debu dan batuan.
Contoh: Komet Halley yang muncul setiap 76 tahun.

Nah, itulah perbedaan asteroid, meteor, dan komet. Semoga bermanfaat detikers!

*Penulis adalah peserta magang Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama

(faz/faz)



Sumber : www.detik.com