Tag Archives: tnggp

Soal Larangan Pendaki Masuk ke Goalpara-Curug Sudin, Ini Kata TNGGP



Sukabumi

Ramai soal papan merah bertuliskan “Dilarang Memasuki Kawasan Taman Nasional” di jalur kampung sekitar Kecamatan Sukaraja, Sukabumi. Ini penjelasan pihak TNGGP.

Kawasan hijau dengan pemandangan sejuk itu viral karena ramai dikunjungi wisatawan untuk trekking ke Curug Sudin atau Curug Rasta.

Humas Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP), Agus Deni pun menjelaskan, kawasan tersebut termasuk ke dalam area konservasi Resor Goalpara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.


Salah satu titik yang sering menjadi perhatian adalah Curug Sudin, air terjun alami yang tersembunyi di dalam kawasan hutan tersebut.

“Larangan itu bukan tanpa dasar. Sesuai Pasal 50 ayat 3 huruf a UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, setiap orang dilarang memasuki, menggunakan, atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah,” kata Agus Deni saat dikonfirmasi, Selasa (7/10).

Agus menegaskan, papan larangan itu bukan bertujuan menutup akses masyarakat, melainkan untuk menjaga ekosistem agar tetap lestari. Hingga saat ini, kata dia, potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) curug tersebut belum dibuka untuk umum.

“Tujuannya bukan melarang orang menikmati alam, tapi agar alam tetap lestari dan fungsi konservasi tidak terganggu,” ujarnya.

Menurut Agus, bila suatu saat kawasan seperti Curug Sudin akan dibuka untuk wisata alam, maka seluruh prosesnya harus melalui kajian dan prosedur resmi.

“Kajian itu penting supaya wisata tetap aman, berkelanjutan, dan tidak merusak fungsi konservasi,” tegasnya.

Pesona Curug Sudin Masih Sangat Alami

Curug Sudin, atau yang oleh sebagian warga disebut Curug Rasta, berada di wilayah Desa Langensari, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi.

Lokasinya berada di ketinggian sekitar 1.300 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan kondisi lingkungan yang masih sangat alami dan minim sentuhan manusia.

Akses menuju Curug Sudin tidak mudah. Medannya cukup menantang dengan jalur yang menembus vegetasi lebat dan perkebunan teh. Namun bagi sebagian pegiat alam, keindahan air terjun dan udara sejuk di sekitarnya menjadi daya tarik tersendiri.

Keasrian inilah yang membuat kawasan tersebut masuk dalam zona konservasi. Aktivitas tanpa izin, seperti mendirikan tenda, membuka jalur baru, atau kegiatan wisata liar, berpotensi merusak keseimbangan ekosistem.

“Kalau masyarakat ingin menikmati alam, silakan melalui jalur resmi dan kegiatan yang sudah dikaji. Jangan nekat masuk ke wilayah konservasi karena risikonya besar, baik bagi keselamatan maupun kelestarian hutan,” ujar Agus.

“Pada prinsipnya apabila memasuki kawasan konservasi seperti taman nasional wajib memiliki surat izin memasuki kawasan konservasi (SIMAKSI),” tutupnya.

——-

Artikel ini telah naik di detikJabar.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Kesalnya Tour Guide, Rombongan Wisatanya Belanja Sedikit



Jakarta

Rombongan wisata asal Taiwan ini diceramahi oleh tour guide yang mendampingi mereka saat liburan ke Pulau Jeju, Korea Selatan. Penyebabnya karena mereka hanya belanja sedikit.

Rombongan turis ini berlibur ke Pulau Jeju selama 4 malam. Pada hari terakhir liburan, mereka dibawa ke tempat belanja untuk mencari oleh-oleh. Pemandu menyarankan mereka untuk setidaknya membeli beberapa masker wajah.

Namun setelah mencoba beberapa produk, ternyata tidak ada yang cocok. Lalu turis-turis ini memutuskan untuk kembali naik ke bus.


Yang membuat mereka kaget, saat di bus pemandu wisata yang menemani mereka malah ngomel-ngomel. Dia merasa dipermalukan karena rombongan turis yang dia dampingi hanya belanja sedikit. Ia beralasan bahwa produk-produk tersebut, seperti masker wajah, tidak terlalu mahal, dan mereka juga akan membeli produk-produk tersebut di toko lain.

Artikel ini menjadi artikel terpopuler detikTravel, Kamis (9/10/2025). Baca selengkapnya.

Baca juga artikel terpopuler lainnya di bawah ini:

(ddn/ddn)



Sumber : travel.detik.com

Viral Tanda Dilarang Masuk Kawasan TN di Jalur Curug Sudin Sukabumi, Ada Apa?



Sukabumi

Jalur ke Curug Sudin dan Curug Rasta di Kecamatan Sukaraja, Sukabumi, Jawa Barat menjadi sorotan setelah muncul papan bertuliskan “Dilarang Memasuki Kawasan Taman Nasional”. Kenapa ya?

Humas Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP), Agus Deni, mengatakan bahwa kawasan tersebut termasuk area konservasi Resor Goalpara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Nah, salah satu titik yang sering menjadi perhatian adalah Curug Sudin, air terjun alami yang tersembunyi di dalam kawasan hutan tersebut.

“Larangan itu bukan tanpa dasar. Sesuai Pasal 50 ayat 3 huruf a UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, setiap orang dilarang memasuki, menggunakan, atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah,” kata Agus Deni dilansir detikJabar, dikutip Jumat (10/10/2025).


Agus mengatakan papan larangan itu bukan bertujuan menutup akses masyarakat, melainkan untuk menjaga ekosistem agar tetap lestari. Dia menegaskan bahwa hingga saat ini Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) Curug Sudin dan Curug Rasta tersebut belum dibuka untuk umum.

“Tujuannya bukan melarang orang menikmati alam, tapi agar alam tetap lestari dan fungsi konservasi tidak terganggu,” ujarnya.

Menurut Agus, bila suatu saat kawasan seperti Curug Sudin akan dibuka untuk wisata alam, maka seluruh prosesnya harus melalui kajian dan prosedur resmi.

“Kajian itu penting supaya wisata tetap aman, berkelanjutan, dan tidak merusak fungsi konservasi,” kata dia.

Pesona Curug Sudin yang Masih Alami

Curug Sudin atau yang oleh sebagian warga disebut Curug Rasta, berada di wilayah Desa Langensari, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Lokasinya berada di ketinggian sekitar 1.300 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan kondisi lingkungan yang masih sangat alami dan minim sentuhan manusia.

Akses menuju Curug Sudin tidak mudah. Medannya cukup menantang dengan jalur yang menembus vegetasi lebat dan perkebunan teh. Namun bagi sebagian pegiat alam, keindahan air terjun dan udara sejuk di sekitarnya menjadi daya tarik tersendiri.

Keasrian inilah yang membuat kawasan tersebut masuk dalam zona konservasi. Aktivitas tanpa izin, seperti mendirikan tenda, membuka jalur baru, atau kegiatan wisata liar, berpotensi merusak keseimbangan ekosistem.

“Kalau masyarakat ingin menikmati alam, silakan melalui jalur resmi dan kegiatan yang sudah dikaji. Jangan nekat masuk ke wilayah konservasi karena risikonya besar, baik bagi keselamatan maupun kelestarian hutan,” ujar Agus.

“Pada prinsipnya apabila memasuki kawasan konservasi seperti taman nasional wajib memiliki surat izin memasuki kawasan konservasi (SIMAKSI),” kata dia.

***

Selengkapnya klik di sini.

(fem/fem)



Sumber : travel.detik.com

Semua Pesawat Tak Laik Terbang, Izin Operasional Dicabut



Jakarta

Otoritas Penerbangan Sipil Pakistan (PCAA) secara resmi mencabut izin operasional maskapai Serene Air. Maskapai itu tidak memiliki pesawat yang laik terbang.

“Serene Air tidak memiliki pesawat yang laik beroperasi untuk penerbangan, sehingga tidak mampu memenuhi kapasitas operasional yang diperlukan dalam menjalankan penerbangan yang aman sesuai dengan aturan dan regulasi PCAA yang berlaku,” bunyi keterangan surat resmi PCAA.

“Oleh karena itu, Air Operator Certificate (AOC) yang diterbitkan untuk Serene Air resmi ditangguhkan segera,” keterangan ditambahkan.


Serene Air merupakan maskapai swasta yang mulai beroperasi pada 2017. Maskapai itu awalnya hanya melayani rute domestik kemudian memperluas layanannya ke penerbangan internasional menuju China, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Saat ini Serene Air memiliki tujuh pesawat, yang terdiri dari tiga Airbus A330-200 dan empat Boeing 737-800.

Laporan situs aviasi One Mile At A Time mengungkapkan bahwa dari tiga Airbus A330 milik Serene Air, satu pesawat tidak beroperasi selama lebih dari setahun, satu lainnya terakhir terbang ke Karachi (KHI) pada 26 September, dan satu lagi ke Jeddah (JED) pada 29 September.

Sementara itu, untuk pesawat-pesawat Boeing 737, tiga di antaranya juga tidak aktif selama lebih dari setahun dan satu pesawat terakhir terbang ke Tianjin (TSN) pada 27 September lalu.

Salah satu pesawat dilaporkan tidak dapat beroperasi setelah mengalami insiden bird strike di Arab Saudi. Maskapai itu berjanji untuk memulangkan penumpang yang sudah terlanjur membeli tiket Serene Air.

Artikel tentang maskapai yang dicabut izin operasionalnya ini menjadi artikel terpopuler, Jumat (10/10/2025). Baca selengkapnya di sini.

Simak pula artikel terpopuler lainnya di bawah ini:

(ddn/ddn)



Sumber : travel.detik.com

TN Gunung Gede Pangrango Tutup Pendakian, Fokus Bereskan Sampah!



Cianjur

Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pagngrango (BBTNGGP) mengumumkan penutupan pendakian sementara.

Pengumuman ini disampaikan lewat akun BBTNGGP. Penutupan ini berlaku mulai 13 Oktober 2025 hingga pemberitahuan lebih lanjut.

“Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pagngrango (BBTNGGP) resmi mengumumkan sementara kegiatan pendakian penutupan melalui Siaran Pers Nomor PG. O6/T.2/TU/B/10/2025, berlaku mulai 13 Oktober 2025 hingga pemberitahuan lebih lanjut,” tulis BBYNGGP.


Penutupan ini merupakan langkah strategis untuk menyelesaikan permasalahan sampah pendakian serta memperbaiki tata kelola dan sistem pelayanan pendakian dalam upaya mewujudkan Zero Wastte Wisata Pendakian Di TNGGP.

Selama periode penutupan akan dilakukan aksi bersih sampah, evaluasi tata kelola, dan revitalisasi sistem pendakian agar kegiatan pendakian ke depan lebih tertib, bersih dan berkelanjutan.

“BBTNGGP mengajak seluruh pihak untuk mendukung langkah ini sebagai wujud kepedulian bersama menjaga kelestarian alam Gunung Gede Pangrango,” tulis BBTNGGP.

Pada bulan September lalu, TN Gunung Pangrango ramai di media sosial tentang sampah di jalur pendakian.

Berdasarkan video yang beredar di media sosial, sampah plastik bekas makanan ringan dan minuman berserakan di sepanjang jalur pendakian. Ada juga tumpukan sampah di lokasi yang sudah tertera spanduk larangan membuang sampah di tempat tersebut, tapi para pendaki nakal malah membuang sampah yang sudah dibungkus plastik besar.

“Banyak sekali sampah, baik di jalur pendakian ataupun di puncak. Dibuang begitu saja oleh oknum pendakinya,” kata seorang pendaki bernama Fahlevi, dilansir detikJabar, Kamis (11/9/2025).

(bnl/ddn)



Sumber : travel.detik.com

Sampah Masih Jadi Momok Pariwisata, Ini yang Bisa Dilakukan



Jakarta

Masalah sampah masih jadi momok bagi sektor pariwisata. Dari Gili Trawangan hingga Gunung Gede Pangrango, semuanya bermasalah dengan sampah.

Sampah tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, termasuk pariwisata. Kedatangan wisatawan turut dibarengi dengan datangnya sampah yang ditinggalkan. Dari Gili Trawangan hingga Gunung Gede Pangrango berjibaku dengan sampah.

Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pagngrango (BBTNGGP) bahkan sampai mengumumkan penutupan pendakian sementara terkait masalah sampah. Pengumuman ini disampaikan lewat akun BBTNGGP. Penutupan ini berlaku mulai 13 Oktober 2025 hingga pemberitahuan lebih lanjut.


“Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pagngrango (BBTNGGP) resmi mengumumkan sementara kegiatan pendakian penutupan melalui Siaran Pers Nomor PG. O6/T.2/TU/B/10/2025, berlaku mulai 13 Oktober 2025 hingga pemberitahuan lebih lanjut,” tulis BBYNGGP.

Penutupan tersebut merupakan langkah strategis untuk menyelesaikan permasalahan sampah pendakian serta memperbaiki tata kelola dan sistem pelayanan pendakian dalam upaya mewujudkan Zero Waste Wisata Pendakian di TNGGP.

Gili Trawangan di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) juga menghadapi krisis sampah. Dengan jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat, sistem pengelolaan limbah harus mampu mengikuti laju pertumbuhan aktivitas di pulau cantik itu agar keindahan alamnya tetap terjaga dan tidak berubah menjadi beban ekologis.

Saat ini, mesin inseminator hanya dapat mengelola 5-10 ton sampah per hari. Front Masyarakat Peduli Lingkungan (FMPL) pun mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB untuk segera menganggarkan mesin mixer atau pencacah sampah.

“Dari mesin insinerator di sini, sampah yang bisa dikelola hanya 5-10 ton per hari. Tapi, sampah di Gili Trawangan per hari saja bisa mencapai 18 ton. Jadi sampah yang belum bisa diolah terpaksa menumpuk dan akhirnya menjadi gunung sampah,” kata Ketua FMPL Malik di Mataram.

Permasalahan sampah juga dihadapi oleh Kabupaten Tangerang. Mereka pun menggelar kampanye Ayok Tangerang Langit Biru (TLB) yang sudah dilakukan sejak Maret 2025 dengan fokus kegiatan di Kecamatan Sindang Jaya.

Kegiatan yang dilakukan antara lain edukasi soal sampah di sekolah-sekolah, lokakarya dengan warga, membersihkan masjid, kunjungan sekolah ke TPST dan sosialisasi dengan warga sekitar. Ada juga jalan sehat sejauh 2,4 Km sambil plogging (memungut sampah) dengan 2.000 peserta.

“Kampanye Langit Biru merupakan langkah nyata dalam mitigasi perubahan iklim dan pengendalian pencemaran udara. Kementerian LHK terus mendorong seluruh kabupaten dan kota di seluruh Indonesia untuk menangani dan mengelola sampah secara konsisten, terintegrasi dan sesuai dengan regulasi. Program ini menjadi titik balik dalam memperbaiki kualitas lingkungan secara menyeluruh. Kami mendorong agar pengelolaan sampah dilakukan secara konsisten, terintegrasi, dan sesuai regulasi untuk mencegah pembakaran sampah ilegal yang merusak udara,” ucap Staf Ahli Menteri LHK, Nurhadi Wardoyo.

Jalan-jalan sambil pungut sampahJalan-jalan sambil pungut sampah Foto: (dok. Istimewa)

Sementara itu, Gubernur Banten Andra Soni turut senang dengan perhatian dari Veritas Edukasi Lingkungan dan Alam Sutera Group untuk menjadikan Banten lebih baik lagi. Ia menyadari pentingnya mengedukasi anak-anak untuk mengenal pengolahan sampah agar tercipta generasi yang peduli lingkungan sehat.

“Praktek-praktek pengelolaan sampah ilegal merugikan masyarakat apalagi pembakaran sampah, berdasarkan data KLH, terdapat 8.000 ton sampah setiap hari dimana hanya 13% yang baru bisa diolah. Pengelolaan sampah secara baik dan benar adalah tugas kolektif, apalagi jika sampah rumah tangga memiliki nilai ekonomis. Tentu saja kedepannya program ini akan digalakkan sedemikian rupa guna menciptakan Tangerang Langit Biru yang kita semua inginkan,” ungkap Andra Soni.

“Membuat Indonesia bersih kembali adalah hal yang mungkin. Melalui festival ini kami memberdayakan generasi muda untuk mengambil tindakan dalam menghadapi krisis sampah,” kata Benedict Wermter, Direktur Veritas Edukasi Lingkungan, pemilik akun sosial media @bulesampah sekaligus jurnalis asal Jerman yang secara konsisten membuat konten dan mengedukasi soal pengelolaan sampah.

Langkah yang Bisa Dilakukan

Selain edukasi, dibutuhkan kolaborasi dengan banyak pihak karena pengelolaan sampah adalah masalah yang kompleks. Dilansir dari detikFinance, Wakil Menteri Pekerjaan Umum (Wamen PU) Diana Kusumastuti mengakui pengelolaan sampah di Indonesia belum bisa tertangani sepenuhnya.

Mengatasi permasalahan sampah bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tapi juga pemerintah daerah hingga masyarakat. “Banyak hal yang mesti harus kita lakukan bersama, kita harus masif,” kata dia.

Salah satunya caranya dengan memilah sampah-sampah sesuai jenisnya. Dengan begitu, memudahkan pemerintah dalam mengelola sampah.

“Tapi kalau dipilahnya, kemudian diambilnya sesuai dengan waktunya itu akan memudahkan kita pemerintah daerah untuk melakukan pengelolaan sampah sehingga saya berharap ini, kita harus bersama-sama, tidak bisa kita sendiri. Tidak bisa pemerintah pusat sendiri, tapi pemerintah pusat bersama pemerintah daerah bersama masyarakat dan juga kita sendiri masing-masing di lingkungan juga harus mengelola sampah itu bersama-sama secara masif,” jelasnya.

Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan memperbanyak kolaborasi untuk mengatasi sampah. Untuk sampah di sungai, mereka akan berkolaborasi dengan Komunitas Peduli Sungai.

“Ciliwung komunitasnya cukup besar dan Cisadane. Jadi dalam waktu segera kita akan menetapkan komunitas-komunitas sungai itu. Karena tanpa dukungan mereka sepertinya hampir tidak masuk akal kita bisa menyelesaikannya, mereka perlu rekognisi,” kata Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com