Tag Archives: turkiye

Numpang Tidur di Terowongan, Turis Malah Terjebak



Istanbul

Seorang turis terjebak di sebuah terowongan. Awalnya, ia mengantuk dan numpang istirahat di sana. Tapi malah tak bisa keluar!

Caires Ferraiera datang dari Portugal untuk liburan ke Turki pada bulan Agustus. Awalnya semua baik-baik saja, sampai ia kehilangan paspornya. Ia kemudian datang ke Kasimpasa karena mengira ada kedutaan negaranya di sana.


Namun, ia harus menelan kenyataan pahit bahwa tak ada konsulat di sana. Sejak itu seperti dikutip dari Turkiye Today, Selasa (14/10/2025) ia hidup di jalanan.

Pada Kamis (11/9) pada pukul 08.30 waktu setempat, pria itu masuk ke Terowongan Kasimpasa-Haskoy karena merasa ngantuk. Sayangnya, ia malah tak bisa keluar setelahnya.

Ia berteriak sampai kehabisan tenaga sampai berhari-hari. Tembok terowongan yang tebal membuat semangatnya pupus. Tapi ternyata usahanya tidak sia-sia, dari balik tembok seorang warga sedang berjalan dan mendengar suara Ferraiera.

Tim kepolisian, kesehatan, pemadam kebakaran dan UMKE dikerahkan ke lokasi. Mereka berusaha untuk memecahkan sebagian dinding tempat suara turis itu berasal.

Petugas memasuki area sempit dan mencapai ke dalam terowongan. Ferraiera ditemukan dalam keadaan setengah telanjang, kelelahan dan bekas luka di sekujur tubuhnya. Pria itu tidak langsung dievakuasi karena kondisi tubuh yang lemah dan berada di ruang yang sempit dalam waktu cukup lama.

Tim pemadam kebakaran mulai mengebor tembok dengan bor impak untuk mengevakuasinya. Tim pemadam kebakaran mengebor tembok setebal kurang lebih 15 sentimeter (9,8 inci) dengan bor selama beberapa saat, kemudian menggunakan alat pemotong beton, memotong tulangan, dan merobohkan tembok dengan palu godam. Evakuasi Ferraiera berlangsung selama 6 jam.

Petugas kemudian memandu Ferraiera dan memasang penyangga di lehernya, lalu dimasukkan ke dalam ambulans. Ia kemudian dibawa ke Rumah Sakit Kota Okmeydani Profesor Dr. Cemil Tascioglu untuk perawatan. Setelah menyelesaikan prosedur di rumah sakit, Ferraiera diserahkan ke Pusat Pemindahan dan dideportasi sesuai prosedur di kantor polisi.

(bnl/ddn)



Sumber : travel.detik.com

Ekosistem Pendidikan Indonesia: Bodoh Serasa Pintar



Jakarta

Pendidikan adalah hal fundamental setiap individu. Pendidikan yang identik dengan pengetahuan tentu saja merupakan salah satu faktor utama kesejahteraan. Dalam setiap individu, keluarga, kelompok masyarakat bahkan negara pendidikan harus menjadi hal yang mendapat perhatian khusus. Pendidikan yang baik akan menghasilkan manusia yang baik, manusia yang baik akan menciptakan kehidupan yang baik.

Dalam hal menciptakan pendidikan yang baik tentunya ada banyak faktor yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah aktor pendidikan seperti guru, pelajar, personel sekolah, personel intitusi yang menaungi sekolah dan lainnya. Merekalah yang menjadi penggerak segala instrumen pendidikan yang ada.

Dan pengaruh aktor pendidikan sangat besar dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Sebagus apapun fasilitas pendidikan, sebanyak apapun dana untuk pendidikan jikalau terdapat masalah dalam aktor pendidikan maka harapan yang diinginkan tidak akan dapat tercapai.


Aktor pendidikanlah yang menciptakan ekosistem pendidikan. Negara maju lahir karena pengelolaan pendidikan yang baik. Selain dukungan dalam bentuk fasilitas dan finansial tentu saja peningkatan kualitas aktor pendidikan sangat diperhatikan oleh negara-negara maju. Lantas apa permasalahan pendidikan Indonesia sehingga belum bisa meraih pencapaian seperti negara-negara lainnya? Apakah ada yang salah dengan aktor pendidikan di Indonesia?

Salah satu permasalahan ekosistem pendidikan di Indonesia adalah budaya belas kasih yang berlebihan. Sejak pendidikan dasar setiap siswa seperti sudah terjamin kelulusannya. Sangat jarang kita dapati siswa yang tidak naik kelas atau tidak lulus dari sekolah. Akan tetapi apakah nilai yang diberikan sesuai dengan pencapaian yang di raih dalam pembelajaran? Bahkan di bangku sekolah menengah pun ada siswa yang tetap diluluskan walaupun jarang masuk kelas.

Namun, timbul juga pertanyaan. Bukankah tetap ada perbedaan nilai antara yang memang layak dan tidak layak? Bukankah nilai yang diberikan kepada siswa yang tidak mahir adalah nilai pas-pasan? Artinya setiap siswa tetap mendapatkan nilai sesuai dengan kemampuan dan haknya.

Jika kriteria ketuntasan minimal di salah satu sekolah adalah 60 dan siswa yang bahkan jarang masuk kelas diberikan nilai 60, apakah benar penguasaan materi dari siswa tersebut adalah 60% dari 100% yang disampaikan oleh guru? Padahal pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan mungkin tidak sampai 50% dari seluruh materi.

Walaupun angka di ujian semester menunjukkan fakta yang sebenarnya akan ketidakmampuan dari siswa, di akhir cerita angka rapor tetap berbeda. Dan lulus dari sebuah mata pelajaran, mendapatkan pengakuan bahwa menguasai mata pelajaran adalah hal yang sangat mudah untuk didapatkan.

Hal seperti inilah yang membuat anak-anak Indonesia merasa pintar dalam kebodohannya. Sejak kecil memang sudah didukung untuk mendapatkan validasi palsu. Pengakuan di atas ketidakmampuan. Bahkan di jenjang perguruan tinggi pun hal ini juga dapat kita jumpai.

Ekosistem seperti ini sudah terasa normal di Indonesia. Terlebih lagi sejumlah institusi pendidikan sengaja meninggikan nilai dari siswa-siswanya untuk akreditasi sekolah. Lengkaplah sudah ekosistem negatif yang ada di pendidikan Indonesia. Dan tentunya ekosistem negatif ini tercipta oleh para aktor pendidikan.

Ketika masa belajar telah usai, barulah dampak negatifnya tampak kontras. Ketidaktahuan dalam sejumlah pengetahuan dan ketidakmampuan dalam praktik di dunia kerja. Dan nilai-nilai yang ditorehkan di atas kertas tidaklah berarti apa-apa setelahnya. Mental serba mudah yang dipupuk sejak kecil akan membentuk manusia malas yang enggan berusaha lebih. Ini juga merupakan salah satu penyebab masyarakat Indonesia memiliki mental konsumtif.

Tentunya karakter seperti ini menyebabkan lambatnya bahkan mundurnya perkembangan individu. Dan jumlah individu yang banyak berdampak langsung kepada negara. Pola pikir masyarakat yang terbelakang menciptakan negara yang tertinggal sedangkan pola pikir masyarakat yang cerdas menciptakan negara yang maju.

Jika Indonesia ingin menjadi negara maju maka pendidikan harus menjadi salah satu fokus utama. Permasalahan utama pendidikan seperti ekosistem pendidikan yang tidak baik harus dibenahi hingga tuntas.

Normalisasi pemberian nilai yang tidak sesuai dengan kemampuan adalah hal negatif jangka panjang yang harus dilawan. Kesadaran setiap aktor pendidikan adalah penentu perubahan ini. Dan mari kita tolak normalisasi ini mulai dari diri dan lingkungan kita demi Indonesia yang terpelajar.

*) Faiz Arhasy, pelajar diaspora Indonesia, Awardee Turkiye Scholarship 2021 dan Erasmus+2024 Polandia
*) Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com

(nwk/nwk)



Sumber : www.detik.com