Tag Archives: ulama

Hukum Sedekah Bisa Berubah Jadi Haram, Ini Sebabnya


Jakarta

Sedekah adalah amalan yang dianjurkan. Hukum sedekah adalah sunnah menurut ijma ulama. Namun, bisa menjadi haram karena kondisi tertentu.

Diterangkan dalam buku Fiqh Muamalat karya Abdul Rahman Ghazaly dkk, dalil yang dijadikan dasar hukum sedekah adalah firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 280 dan 261.

وَاِنْ كَانَ ذُوْ عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ اِلٰى مَيْسَرَةٍ ۗ وَاَنْ تَصَدَّقُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ٢٨٠


Artinya: “Jika dia (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Kamu bersedekah (membebaskan utang) itu lebih baik bagimu apabila kamu mengetahui(-nya).” (QS Al-Baqarah: 280)

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ٢٦١

Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 261)

Dalil sedekah juga bersandar pada sejumlah hadits. Rasulullah SAW bersabda,

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بشق تمرة (متفق عليه)

Artinya: “Lindungilah dirimu semua dari siksa api neraka dengan bersedekah meskipun hanya dengan separuh biji kurma.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعفو إِلَّا عِرًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ (رواه مسلم)

Artinya: “Sedekah tidak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR Muslim)

Hukum Sedekah yang Haram

Hukum sedekah bisa berubah menjadi haram apabila mengetahui barang yang akan disedekahkan itu akan digunakan untuk kejahatan dan maksiat. Demikian seperti dijelaskan dalam buku Fiqh karya M. Aliyul Wafa dkk.

Dalil yang menguatkan hal ini adalah firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 272,

۞ لَيْسَ عَلَيْكَ هُدٰىهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَلِاَنْفُسِكُمْ ۗوَمَا تُنْفِقُوْنَ اِلَّا ابْتِغَاۤءَ وَجْهِ اللّٰهِ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ يُّوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ ٢٧٢

Artinya: “Bukanlah kewajibanmu (Nabi Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allahlah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki (berdasarkan kesiapannya untuk menerima petunjuk). Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, (manfaatnya) untuk dirimu (sendiri). Kamu (orang-orang mukmin) tidak berinfak, kecuali karena mencari rida Allah. Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, niscaya kamu akan diberi (pahala) secara penuh dan kamu tidak akan dizalimi.”

Dalam Kitab Terlengkap Biografi Empat Imam Mazhab karangan Rizem Aizid turut dijelaskan, hukum sedekah bisa menjadi haram apabila diniatkan sebagai uang sogok.

Kebolehan Sedekah dengan Harta Haram

Sedekah dengan harta haram diperbolehkan untuk kondisi tertentu. Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin menjelaskan, sedekah dengan harta haram boleh dilakukan semata-mata hanya untuk melepaskan diri dari kezaliman. Harta haram, kata Imam al-Ghazali, hukumnya menjadi halal bagi orang lain, namun bagi yang bersangkutan tetap haram.

“Itu karena harta yang haram tersebut jelas haram bila dipakai untuk diri sendiri, dan sayang bila disia-siakan atau dibuang ke laut. Maka yang terbaik adalah disedekahkan untuk kemaslahatan kaum muslim,” jelas Imam al-Ghazali seperti diterjemahkan Purwanto.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Sedekah atas Nama Orang yang Meninggal, Apakah Pahalanya Tetap Sampai?


Jakarta

Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk bersedekah karena banyak keutamaan yang dapat diraih. Sedekah bisa dilakukan dalam keadaan lapang maupun sempit. Namun, bagaimana jika sedekah dilakukan atas nama orang yang meninggal dunia?

Sebagaimana diketahui, ketika seseorang meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya. Namun, dalam hadits Rasulullah SAW setidaknya ada tiga perkara yang tidak terputus ketika manusia wafat.

“Apabila anak adam (manusia) telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya darinya, kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah (sedekah yang pahalanya terus mengalir), ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang selalu mendoakannya.” (HR Muslim)


Adapun, terkait sedekah atas nama orang yang meninggal dunia biasa dilakukan oleh anak kepada orang tuanya. Bisa juga, orang tua bersedekah atas nama anaknya yang meninggal dunia.

Bagaimana hukumnya? Apakah diperbolehkan bagi muslim bersedekah atas nama orang yang meninggal dunia?

Hukum Sedekah atas Nama Orang yang Meninggal Dunia

Menukil dari buku A Manual of Hadits susunan Maulana Muhammad Ali yang diterjemahkan R Kaelan dan Imam Musa Prodjosiswoyo, sedekah atas nama orang yang meninggal dunia bermanfaat bagi orang yang wafat. Sedekah seperti itu umum dipraktikkan pada awal Islam.

Dalam kitab Sunan At Tirmidzi yang diterjemahkan Abdul Hayyie al-Kattani, terdapat sebuah hadits yang menjelaskan terkait sedekah atas nama orang yang telah meninggal dunia. Dari Ibnu Abbas RA berkata bahwa seorang laki-laki bertanya pada Rasulullah SAW,

“Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dunia, lalu apakah akan berguna baginya jika saya bersedekah atas namanya?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, itu berguna baginya,” Laki-laki itu berkata lagi, “Sesungguhnya, saya mempunyai sebidang kebun, maka saya persaksikan dirimu bahwa saya menyedekahkannya atas nama ibuku.” (HR Abu Dawud & Bukhari)

Pahala Sedekah atas Nama Orang yang Meninggal Akan Sampai

Para ulama berpendapat bahwa tidak ada pahala kebajikan dari orang yang masih hidup yang sampai kepada mayit, kecuali sedekah dan doa.

Dijelaskan dalam buku Gus Dewa Menjawab Membahas Permasalahan-permasalahan Fikih, Keimanan dan Kehidupan yang ditulis Gus Dewa, hukum sedekah atas nama orang yang meninggal dunia adalah sunnah. Namun, hukum bisa berubah menjadi wajib jika ada wasiat. Tetapi, hal tersebut juga dikecualikan jika keluarganya tidak mampu, karena agama Islam tidak pernah memberatkan umatnya.

Menurut buku Ayah, Ibu, Kubangunkan Surga Untukmu susunan Muhammad Abdul Hadi, pahala dari sedekah atas nama orang yang meninggal dunia akan sampai. Dari Buraidah, dia berkata,

“Saat itu aku sedang bersama dengan Rasulullah lalu datang seorang perempuan. Ia berkata, ‘Aku bersedekah kepada seorang budak perempuan atas nama ibuku yang telah wafat.’ Lantas Rasulullah menjawab, ‘Kamu pasti mendapat pahala dan warisnya diberikan kepadamu.’ Perempuan itu bertanya, ‘Ya Rasulullah, ibuku memiliki kewajiban untuk mengqadha puasa selama sebulan, bolehkah aku berpuasa atas namanya?’ Lalu Rasulullah menjawab, ‘Berpuasalah atas namanya.’ Lalu perempuan itu bertanya lagi, ‘Ibuku juga belum menunaikan ibadah haji, bolehkah aku berhaji atas namanya?’ Lalu Rasul menjawab lagi, ‘Berhajilah atas namanya’.” (HR Bukhari dan Muslim)

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

MUI Respons Usulan Dana Zakat untuk Makan Bergizi Gratis



Jakarta

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menanggapi usulan Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin soal penggunaan dana zakat untuk program makan bergizi gratis (MBG). Menurutnya untuk suatu kondisi itu tidak tepat.

“Kalau dari dana zakat tentu akan ada ikhtilaf atau perbedaan pendapat di antara para ulama kecuali kalau makanan bergizi tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yang berasal dari keluarga fakir dan miskin,” kata Anwar merespons usulan tersebut seperti dikutip, Kamis (16/1/2025).

“Tetapi kalau untuk menyediakan MBG bagi anak-anak dari keluarga yang berada tentu tidak tepat kecuali kalau diambil dari dana infak dan sedekah,” sambungnya.


Menurut Buya Anwar, sapaannya, dana infak dan sedekah bisa digunakan untuk membiayai program MBG dari keluarga berada karena penyaluran dana tersebut tidak seketat penyaluran zakat. Dalam Islam, hanya delapan golongan penerima zakat yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, orang yang dililit hutang, budak yang ingin memerdekakan diri, ibnu sabil dan fi sabilillah.

Saat ditanya terkait penggunaan dana wakaf, Buya Anwar menyebut itu akan menghilangkan zat atau pokoknya. Mengingat, wakaf terdiri dari benda atau zat dan manfaat atau hasilnya.

“Kalau kita mewakafkan uang maka pokoknya tidak boleh hilang dan tetap menjadi milik yang mewakafkan sementara manfaatnya bisa diambil oleh pihak yang menerima wakaf. Oleh karena itu istilah wakaf makanan bergizi tidak bisa karena dzat atau pokoknya menjadi hilang,” ujarnya.

Akan tetapi, jika yang diambil dalam hal ini adalah hasil pengelolaan harta wakaf, kata dia, itu boleh asal ada persetujuan dari pihak yang mewakafkan atau penggunaan hasilnya oleh si pengelola wakaf tidak bertentangan dengan niat dari pihak yang mewakafkan.

Menurutnya, hal yang memungkinkan dalam hal ini adalah penggunaan hadiah dan hibah atau infak dan sedekah. Namun, ini juga akan menimbulkan perbedaan pendapat.

Buya Anwar memberi alternatif program makan bergizi gratis dilakukan bertahap, sesuai ketersediaan anggaran.

“Menurut saya kalau seandainya dana pemerintah masih terbatas maka sebaiknya penyelenggaraannya cukup satu atau dua hari saja dahulu dalam seminggu sesuai dengan dana yang ada. Tahun depan jika anggaran sudah ada baru dilaksanakan secara penuh yaitu 5 atau 6 hari dalam seminggu,” urainya.

Meski begitu, ia merasa aneh jika pemerintah tidak memiliki dana untuk menyelenggarakan program tersebut. Menurutnya, sudah saatnya pemerintah mengevaluasi pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.

“Kita tahu selama ini para pengusaha dalam bidang pertambangan sudah banyak menikmati keuntungan dari konsesi dan kesempatan yang sudah diberikan oleh pemerintah dan sekarang sudah saatnya pemerintah mengorientasikan pengelolaan sumber daya alam tersebut bagi ditujukan untuk terciptanya sebesar-besar kemakmuran rakyat,” jelas Ketua PP Muhammadiyah itu.

Pihaknya berharap pemerintah tegas dalam menentukan masalah bagi hasil antara pemerintah dan pengusaha sehingga dana yang dimiliki pemerintah akan meningkat dan bisa digunakan untuk membiayai berbagai program, salah satunya makan bergizi gratis.

Sebelumnya dilansir detikNews, Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin mendorong pendanaan makan bergizi gratis melibatkan masyarakat. Dia mengusulkan menggunakan dana zakat untuk membiayai program tersebut.

“Contoh, bagaimana kita menstimulus agar masyarakat umum pun terlibat di program makan bergizi gratis ini. Di antaranya adalah saya kemarin juga berpikir kenapa nggak ya zakat kita yang luar biasa besarnya juga kita mau libatkan ke sana, itu salah satu contoh,” kata Sultan kepada wartawan di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2025).

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kata Muhammadiyah dan PBNU soal Usulan Dana Zakat untuk Makan Bergizi Gratis



Jakarta

Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin mengusulkan penggunaan dana zakat untuk melaksanakan program makan bergizi gratis (MBG). Usulan ini menuai tanggapan dari sejumlah pihak, termasuk ormas Islam.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menilai usulan dana zakat untuk membiayai program makan bergizi gratis perlu dibicarakan dengan pengelola lembaga zakat, infak, dan sedekah. Pembicaraan ini penting lantaran zakat memiliki unsur syar’i terkait golongan yang berhak menerimanya.

“Sebaiknya dibicarakan dengan Badan Amil Zakat Nasional, kemudian lembaga-lembaga zakat yang dikelola oleh ormas,” kata Haedar di sela-sela forum Tanwir Aisyiah di Hotel Tavia Heritage, Jakarta, Rabu (15/1/2025), dikutip dari CNN Indonesia.


Haedar tidak mempersoalkan adanya usulan tersebut selama untuk kepentingan bangsa dan negara. Namun, kata dia, perlu pembicaraan lebih jauh terkait manajemen dan capaiannya jika usulan itu mau ditindaklanjuti.

“Badan Amil Zakat punya regulasi sendiri untuk dana yang digunakan. Karena menyangkut pertanggungjawaban dana umat. Jadi soal seperti itu tidak cukup dengan gagasan, tapi dibicarakan lewat berbagai pihak yang terkait. Nah itu yang harus dibicarakan,” kata dia.

Tanggapan PBNU

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf turut merespons usulan pendanaan makan bergizi gratis dengan uang zakat. Menurutnya, hal ini perlu kajian lanjut karena penerima zakat sudah ada aturannya dalam syariat.

“Zakat harus dikaji lagi yang nerima siapa dulu nih? Kalau dikhususkan untuk anak-anak miskin itu bisa, kalau umum dan untuk semua orang nah ini untuk zakat ini harus lebih hati-hati,” katanya usai jumpa pers penandatanganan nota kesepahaman pendirian Pusat Komunitas Tangguh dan Kewirausahaan Sosial di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Senin (13/1/2025), dilansir NU Online.

Gus Yahya, sapaannya, memandang pemerintah perlu mengkaji secara serius target penerima manfaat dari lembaga zakat, infak, dan sedekah untuk program makan bergizi gratis.

“Ini harus diterima oleh kelompok-kelompok spesifik yang di dalam wacana MBG sebagai asnaf (penerima zakat) yang menjadi target yang diperbolehkan menerima zakat,” jelasnya.

Selain zakat, Gus Yahya melihat adanya potensi penggunaan infak dan sedekah untuk membiayai program tersebut, mengingat aturan infak dan sedekah lebih longgar ketimbang zakat.

Pihaknya sendiri telah menginstruksikan kepada Lembaga Amil, Zakat, Infak, dan Shodaqoh NU (LAZISNU) untuk ikut serta mengembangkan program pemanfaatan dana yang tujuannya kurang lebih seperti makan bergizi gratis.

Terkait kerja sama, Gus Yahya mengaku masih menjalin komunikasi intens dengan pihak penyedia makan bergizi gratis, seperti Badan Gizi Nasional dan pihak pemerintah terkait.

“Nanti ada dua area kerja yang bisa kita tangani, tentu pengadaan makan gratis itu sendiri, artinya masaknya (dan) membaginya kepada siswa dan santri. Dan juga (Penyediaan) mulai dari bahan-bahannya yang melibatkan UKM di lingkungan NU,” terangnya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua DPD RI Sultan B Najamuddin mendorong pendanaan makan bergizi gratis melibatkan masyarakat. Dia mengusulkan menggunakan dana zakat untuk membiayai program tersebut.

“Saya sih melihat ada DNA dari negara kita, DNA dari masyarakat Indonesia itu kan dermawan, gotong royong. Nah, kenapa nggak ini justru kita manfaatkan juga,” Sultan kepada wartawan di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/1/2025), dilansir detikNews.

“Contoh, bagaimana kita menstimulus agar masyarakat umum pun terlibat di program makan bergizi gratis ini. Di antaranya adalah saya kemarin juga berpikir kenapa nggak ya zakat kita yang luar biasa besarnya juga kita mau libatkan ke sana, itu salah satu contoh,” katanya.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

PBNU Nilai Pansus Haji DPR Kental Nuansa Politik



Jakarta

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Akh Fahrur Rozi mengapresiasi Kementerian Agama (Kemenag) dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Sebaliknya, pembentukan panitia khusus (pansus) haji yang diusulkan DPR dinilainya hanya mengada-ada.

Pada musim haji tahun 2024, pria yang akrab disapa Gus Fahrur ini juga berkesempatan menunaikan ibadah haji. Ia mengaku dapat melihat dan merasakan langsung pelayanan yang diberikan.

“Justru saya ingin memberikan apresiasi kepada Kementerian Agama yang telah berhasil menyelesaikan tugas pelayanan ibadah haji tahun ini dengan sangat baik dan petugas melayani sepenuh hati,” ujar dia dalam keterangan tertulis yang diterima detikHikmah, Rabu (3/7/2024).


Tahun ini merupakan kali kelima Gus Fahrur menunaikan haji. Ia menilai pelaksanaan haji tahun ini sudah sangat baik. Tidak ada lagi kejadian Muzdalifah seperti tahun lalu.

“Semua sudah diantisipasi dengan baik, saya melihat Menteri Agama sebagai Amirul hajj telah bekerja secara maksimal, dibantu tim petugasnya di lapangan yang sangat responsif dan berdedikasi tinggi,” kata Gus Fahrur.

Tak hanya dari segi pelayanan dari Panitia Pelaksana Ibadah Haji (PPIH) yang melayani jemaah dengan maksimal, berbagai fasilitas pun diakui Gus Fahrur dinilai lebih baik.

Gus Fahrur melihat pemondokan jemaah, tenda di Arafah, kemudian fasilitas di Muzdalifah dan Mina, dan layanan tim kesehatan haji di berbagai sektor sudah sangat baik.

Pada kesempatan berhajinya ini, Gus Fahrur juga sempat melihat Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas bersiap hingga larut malam demi memastikan pelayanan yang diterima jemaah.

Menurut Gus Fahrur, Menag terus melakukan koordinasi sampai larut malam untuk menjaga agar pelaksanaan ibadah haji bisa berjalan baik.

“Saya mengapresiasi sepenuhnya dan mengucapkan terimakasih atas kerja keras mereka, semoga menjadi amal ibadah dan dapat terus ditingkatkan menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang,” kata Gus Fahrur.

Apresiasi atas keberhasilan Kemenag menyelenggarakan ibadah haji 2024 ini juga disampaikan sebagai tepisan pendapat Ketua Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang mendorong segera dilakukan pembentukan panitia khusus (pansus) haji.

Gus Fahrur mengatakan usulan panitia khusus (pansus) DPR tentang haji sangat kental nuansa politiknya.

“Pansus haji saya kira tidak perlu karena hanya mengada-ada. Kalau memang ada yang perlu ditanyakan bisa dilakukan secara langsung kepada dirjen haji agar tidak ada kesan ini dipolitisir,” kata Pengasuh Pesantren An Nur Bululawang, Malang ini.

Lebih lanjut, Gus Fahrur juga mengatakan pansus haji tidak akan efektif karena masa tugas anggota DPR juga sangat singkat dan segera berakhir.

“Mari kita bersama menjaga suasana biar tetap sejuk. Toh jemaah haji juga sudah pulang, tidak ada kendala. Jangan malah elit gaduh agar transisi pemerintahan ini berjalan lancar,” pungkasnya.

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com

Respons Fatwa MUI, BPKH Kaji Pengelolaan Dana Haji 2025



Jakarta

Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Amri Yusuf mengatakan pihaknya sedang mengkaji beberapa skenario untuk merespons fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal pemanfaatan hasil investasi setoran awal biaya haji. Hasil ini nantinya akan lanjut dibahas bersama pemerintah dan DPR.

“Saat ini kita sedang melakukan kajian, melakukan simulasi sehingga kalau nanti ada diskusi kita akan memberikan beberapa skenario untuk menyelesaikan hal itu,” katanya dalam acara BPKH Connect di BPKH Tower, Setiabudi, Jakarta, Kamis (1/8/2024).

Amri mengatakan, implementasi fatwa MUI nantinya akan dibahas bersama pemerintah dan DPR dalam menentukan skema Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2025 dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas.


Amri juga menyoroti poin yang direkomendasikan MUI melalui Ijtima’ Ulama Fatwa se-Indonesia VIII Nomor 09/Ijtima’Ulama/VIII/2024. Ia menyebut BPKH diminta untuk memperbaiki tata kelola.

“Ada rekomendasinya BPKH diminta untuk memperbaiki tata kelola. Pemerintah dan DPR diminta untuk memperbaiki regulasi. BPK diminta untuk meng-consider Ijtima’ itu dalam proses auditnya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Amri mengatakan Kementerian Agama (Kemenag) bersama DPR RI akan menggelar Mukernas membahas formulasi untuk BPIH 2025.

“Seperti apa itu formulasinya? Kami belum bisa menjawab karena ini harus melibatkan pemerintah, melibatkan DPR,” jelas Amri.

Sementara itu, Deputi Kesekretariatan Badan dan Kemaslahatan BPKH Ahmad Zaky mengatakan BPKH sampai saat ini masih menunggu langkah dari DPR dan pemerintah. Sebab, pembagian proporsi penggunaan nilai manfaat atau hasil investasi setoran awal harus mendapatkan persetujuan DPR.

“Saya kira DPR dan pemerintah akan berbicara untuk melihat fatwa ini secara hati-hati untuk dimasukkan diadopsi sebagai kebijakan,” katanya.

Zaky berharap, apa pun keputusan skema Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2025 nanti diharapkan tetap mempertimbangkan kemampuan dan tidak memberatkan jemaah haji.

(rah/kri)



Sumber : www.detik.com

Ulama Saudi Sebut Kasus Kematian Jemaah Haji 2024 Imbas Salah Ikuti Fatwa



Jakarta

Ulama terkemuka sekaligus pejabat agama Arab Saudi Syekh Abdulrahman Al-Sudais menyebut sebagian kematian jemaah haji 2024 imbas mengikuti fatwa yang tidak jelas. Fatwa ini bertentangan dengan fatwa resmi yang menjadi aturan haji.

“Sebagian kematian yang terjadi pada musim haji lalu terjadi karena sebagian jemaah mengikuti fatwa yang tidak bersumber dari sumber yang benar dan melakukan perjalanan haji tanpa izin,” kata Sheikh Abdulrahman Al Sudais kepada TV Saudi Al Ekhbariya, dikutip dari Gulf Insider, Jumat (2/8/2024).

Kepala Kepresidenan Urusan Agama di Dua Masjid Suci itu menekankan pentingnya mengambil fatwa dari ulama berwenang dan menjauhi fatwa yang “tidak normal”.


Fatwa resmi yang berlaku adalah dari Dewan Ulama Senior Arab Saudi yang melarang menunaikan haji tanpa izin. Fatwa ini mewajibkan jemaah harus memiliki izin haji. Adapun, orang yang berhaji tanpa izin maka berdosa.

Menurut laporan Kementerian Kesehatan Arab Saudi, total kematian jemaah haji 2024 mencapai 1.301 orang. Dari jumlah tersebut, 83 persen adalah jemaah haji ilegal yang tidak mengantongi izin untuk berhaji atau visa resmi haji.

Tingginya kematian haji ini bersamaan dengan cuaca panas yang melanda Arab Saudi. Jemaah ilegal harus berjalan jauh di bawah terik matahari tanpa tempat berlindung atau kenyamanan yang memadai.

Pihak berwenang Arab Saudi sebelumnya telah menegaskan setiap jemaah wajib memiliki visa haji. Otoritas akan menindak tegas pelaku haji ilegal.

Syekh Al-Sudais menyebut, otoritas agama di Arab Saudi berencana mengadakan forum besar mengenai fatwa akhir bulan ini. Fatwa akan diselenggarakan selama tiga hari di Masjid Nabawi, tempat suci kedua umat Islam di Madinah.

“Islam saat ini membutuhkan kita untuk menyadari ajaran-ajarannya yang sejati dan pesan yang moderat,” ujarnya.

Forum ini, kata Al-Sudais, salah satunya untuk menghilangkan fatwa-fatwa yang “tidak wajar”.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Tokoh NU – Muhammadiyah Bicara soal Pansus Haji, Begini Kata Mereka



Jakarta

Tokoh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) turut angkat bicara terkait pembentukkan panitia khusus angket pengawasan haji atau Pansus Angket Haji oleh DPR RI. Menurut mereka, pemerintah telah berupaya memberikan pelayanan terbaik dalam ibadah haji untuk masyarakat Indonesia seperti penerapan haji ramah lansia dan rekrutmen petugas yang terbuka.

“Yang paling penting bahwa inovasi pelayanan haji ini ada. Jadi tidak hanya sekarang, dulu dan sekarang masalahnya sama, ya di Mina saat mabit, karena memang di Mina berjubel, banyak orang, tempat sedikit, yang memang tidak mungkin menampung semuanya. Jadi ini bukan murni salah pemerintah,” ujar tokoh muda Muhammadiyah, Sunanto, dalam Diskusi Publik Forjukafi: Haji Antara Transformasi dan Politisasi di Hotel Oasis Amir, Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2024).

Cak Nanto, begitu sapaan akrabnya, menyebut bahwa permasalahan di Mina juga dihadapi oleh jamaah dari negara lain. Bahkan Kerajaan Arab Saudi harus melonggarkan fatwa, sehingga muncul area di sekitar Mina yang selama ini dikenal sebagai ‘Mina Jadid’.


Sementara itu, kata Cak Nanto, permasalahan terkait perbedaan fasilitas antara jamaah haji reguler, khusus, dan jemaah dari negara lain bukanlah hasil dari pembeda-bedaan oleh pemerintah melainkan telah ditetapkan oleh Kerajaan Arab Saudi sebagai tuan rumah.

“Sekarang apa? Kalau tidak ada masalah yang berarti dan sudah dilakukan, maka saya rasa (pembentukan Pansus Haji) hanya mencari-cari alasan. Kalaupun dinilai perlu diperbaiki, sudah telat karena tidak akan ada perubahan lagi,” jelas Cak Nanto.

Dalam hal evaluasi petugas haji, para petugas dinilainya telah bekerja dengan maksimal menangani segala urusan. Mulai dari memandikan dan menyucikan hingga berbagai kebutuhan pribadi jamaah.

“Selama ibadah haji itu masih ada, maka pengelolaan haji itu pasti akan ada masalah. Jadi apa yang mau dipansuskan? Kecuali memang mau cari-cari masalah,” tegasnya.

Senada dengan itu, Tokoh NU Lukman Edy memberikan respons positif terhadap transformasi pelayanan haji yang semakin membaik. Hal ini terbukti dengan penurunan angka jamaah haji yang meninggal meskipun jumlah jemaah haji terus meningkat setiap tahunnya.

“Seiring bertambahnya jumlah jamaah yang berangkat, maupun seiring bertambah banyak juga peserta yang mendaftarkan diri, tentu semakin dinamis pula pelayanan haji dengan menyesuaikan perkembangan zaman,” ucap Lukman.

Secara pribadi, Lukman menegaskan bahwa pembentukan Pansus Haji dalam waktu yang terbatas ini sangat mungkin mengandung muatan politisasi di dalamnya. Ia mengaku miris melihat hal tersebut.

“Sebagai anak bangsa, haruslah kita nurut. Kita setuju dengan transformasi haji, tetapi jangan dipakai barang yang bernuansa ibadah tebal ini jadi mainan untuk dilakukan politisasi,” tukasnya.

(hnh/rah)



Sumber : www.detik.com

Setoran Awal Dana Haji Biayai Jemaah Lain: MUI Haramkan, Mudzakarah Bolehkan



Jakarta

Mudzakarah Perhajian Indonesia yang baru saja selesai digelar di Bandung menghasilkan sejumlah keputusan penting yang akan berdampak signifikan pada penyelenggaraan ibadah haji tahun-tahun mendatang. Pertemuan yang dihadiri para ahli fikih, akademisi, dan praktisi haji ini menghasilkan beberapa keputusan hukum terkait pelaksanaan ibadah haji.

Salah satu keputusan penting yang dihasilkan adalah terkait pemanfaatan hasil investasi dana setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Para peserta mudzakarah sepakat bahwa penggunaan hasil investasi tersebut untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jemaah lain hukumnya diperbolehkan.

“Hukum memanfaatkan hasil investasi Setoran Awal BPIH calon jemaah haji untuk membiayai penyelenggaraan ibadah haji jemaah lain adalah mubah,” kata KH Aris Ni’matullah, salah satu peserta Mudzakarah dari Pesantren Buntet Cirebon, pada upacara penutupan, Sabtu (9/11/2024).


Menurut KH Aris Ni’matullah, persentase penggunaan hasil investasi dana haji harus ditentukan secara hati-hati. Tujuannya agar menguntungkan semua pihak, baik jemaah haji yang sedang menunggu maupun yang akan berangkat. Selain itu, pengelolaan dana haji juga harus berkelanjutan agar hak semua jemaah terjamin.

“Presentasi pemanfaatan juga harus memastikan sustainabilitas dana haji dalam jangka panjang. Sehingga memberikan jaminan keamanan hak-hak jemaah haji daftar tunggu dan keringanan jemaah haji yang akan berangkat pada tahun berjalan,” tuturnya.

Beliau menambahkan, pemerintah melalui BPKH memiliki wewenang mengelola dana haji. Namun, pengelolaannya harus sesuai dengan prinsip syariah dan mempertimbangkan kepentingan semua pihak.

Pemanfaatan hasil investasi ini diharapkan dapat membantu mengurangi masa tunggu calon jemaah haji dan memberikan kemudahan bagi jemaah yang sedang menjalankan ibadah haji.

Keputusan ini berbeda dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Mereka mengharamkan penggunaan hasil investasi setoran awal biaya haji (Bipih) calon jemaah untuk membiayai jemaah lain.

Pengharaman ini tercantum dalam Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia VIII Nomor 09/Ijtima’Ulama/VIII/2024 mengenai Hukum Pemanfaatan Hasil Investasi Setoran Awal BIPIH Calon Jamaah Haji untuk Membiayai Penyelenggaraan Haji bagi Jamaah Lain.

“Hukum memanfaatkan hasil investasi setoran awal BIPIH calon jamaah haji untuk membiayai penyelenggaraan haji jamaah lain adalah Haram,” bunyi keputusan poin pertama fatwa tersebut seperti dilihat detikHikmah.

Dasar hukum fatwa MUI ini bersumber dari beberapa ayat Al-Qur’an, seperti surah Al Baqarah ayat 188 dan 196, surah An Nisa ayat 58, dan surah Al Maidah ayat 1. Serta hadits-hadits yang menekankan pentingnya menjaga amanah dan tidak merugikan hak orang lain. Seperti hadits tentang tidak halal menggunakan harta orang lain tanpa izin, hadits perintah menunaikan amanah, hadits akad wakalah SAW, hingga hadits tentang keutamaan bekerja sama antarsesama muslim.

MUI menilai bahwa pemanfaatan hasil investasi dana haji untuk membiayai jemaah lain berpotensi melanggar prinsip-prinsip tersebut dan dapat menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks di kemudian hari.

“Dalam praktiknya, tidak seluruh nilai manfaat hasil investasi dana setoran haji yang dimiliki calon jemaah haji tersebut dikembalikan untuk pemilik dengan memasukkan ke dalam rekening virtual milik masing-masing calon jemaah haji. Ada sejumlah nilai manfaat yang digunakan untuk kebutuhan lainnya,” jelas MUI dalam paparan masalahnya.

“Dampaknya, ada calon jamaah haji yang haknya terkurangi, dan ada jamaah haji yang tidak menggunakan hak jamaah haji lainnya. Dalam jangka panjang, jika tidak dibenahi ini akan menimbulkan masalah yang serius dalam hal likuiditas,” lanjutnya.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Hasil Mudzakarah dan Ijtima Ulama MUI Beda, PERSIS: Harus Disinkronkan



Jakarta

Mudzakarah Perhajian Indonesia 2024 menghasilkan sejumlah putusan terkait penyelenggaraan ibadah haji yang berbeda dengan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PERSIS) KH Jeje Zaenudin turut bicara terkait adanya perbedaan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI Pusat di Bangka pada Mei 2024 lalu dengan hasil kesimpulan dan rekomendasi di Mudzakarah Perhajian baru-baru ini.

Saat pembukaan Mudzakarah Perhajian 2024 yang diselenggarakan pada 7-9 November di Bandung, PP PERSIS diamanahi oleh Kementerian Agama untuk menjadi tuan rumah.


“Saya berharap agar keputusan Mudzakarah Perhajian tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Kemenag di Bandung, dapat disinkronisasi dan mendapatkan titik temu dengan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia di Bangka,” kata Ajengan Jeje dalam keterangan rilis yang diterima detikHikmah, Rabu (13/11/2024).

Ajengan Jeje menjelaskan bahwa sangat penting untuk menyikapi hal ini. Sebab, ada masalah hukum yang berbeda antara keputusan hasil Mudzakarah perhajian Kemenag dengan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia pada 28-31 Mei 2024.

Perbedaanya yaitu keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI menyatakan pemanfaatan hasil investasi setoran awal BIPIH calon jemaah haji untuk membiayai penyelenggaraan haji jemaah lain adalah haram. Sementara kesimpulan hasil Mudzakarah Kemenag menyatakan mubah atau boleh.

Perbedaan lainnya terkait kebolehan dan sahnya penyembelihan hewan hadyu atau dam haji tamattu’ di luar wilayah Makkah berbeda dengan keputusan fatwa MUI yang menyatakan tidak boleh dan tidak sah.

Perbedaan ini tentunya akan membingungkan umat, terutama para jemaah haji. “Maka kami meminta agar perbedaan kesimpulan hukum ini dapat dibahas bersama untuk disinkronisasi dan mencari titik temu dengan mengurai titik perbedaan pandangannya,” jelas Ajengan Jeje.

Karena menurut Ajengan Jeje, kewenangan dua forum kajian itu berbeda. Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI adalah forum pengkajian untuk mengeluarkan berbagai fatwa hukum atas berbagai masalah yang ditanyakan oleh umat maupun pemerintah.

Adapun forum Mudzakarah Perhajian lebih tepatnya sebagai forum pengkajian berbagai persoalan haji, baik aspek regulasi maupun masalah pelaksanaan di lapangan untuk menjadi rekomendasi kebijakan dalam memperbaiki kualitas pelayanan penyelenggaraan haji.

“Oleh sebab itu, memang seharusnya menyamakan persepsi dan melakukan sinkronisasi, agar tidak ada yang melampaui kewenangan dan tupoksinya,” ucapnya.

Ia menilai, forum Mudzakarah Perhajian meskipun menghadirkan narasumber ulama ahli fikih dan hukum Islam, sejatinya tidak dalam konteks untuk mengeluarkan fatwa atau keputusan hukum, tetapi lebih kepada rekomendasi teknis tata kelola penyelenggaraan dalam mengatasi berbagai problem di lapangan. Hal itulah, ia kira yang dipahami oleh mayoritas para narasumber dan para peserta.

“Kewenangan mengeluarkan fatwa hukum seharusnya tetap pada lembaga fatwa yang lebih lengkap dan lebih luas pesertanya, seperti pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI,” ujar Ajengan Jeje.

(lus/kri)



Sumber : www.detik.com