Tag Archives: umar bin khattab ra

Kumpulan Kata-kata Bijak Umar bin Khattab tentang Kehidupan yang Inspiratif


Jakarta

Umar bin Khattab RA merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW sekaligus Khulafaur Rasyidin. Ia memiliki sifat yang tegas dan berani.

Dikutip dari buku Sejarah Keteladanan Nabi Muhammad SAW yang disusun Yoli Hemdi, Umar bin Khattab RA dulunya termasuk salah satu orang yang menentang ajaran Rasulullah SAW. Ia sangat membenci sang rasul dan menganggapnya sebagai orang yang memecah belah kesatuan masyarakat Makkah.


Seiring berjalannya waktu, beliau mendapat hidayah dan masuk Islam. Kala itu ia mendengar lantunan ayat suci dan bergetar. Prasangka buruknya terhadap Nabi SAW langsung sira begitu saja.

Kemudian Umar RA berkata, “Demi Allah! Ini (benar) adalah (ucapan) tukang syair sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy!”

Lalu, saat Nabi Muhammad SAW membaca surah Al-Haqqah ayat 40-41, Umar RA berkata lagi pada dirinya, “Ini adalah (ucapan) tukang tenung (juru ilmu hitam)!”

Dilanjutkannya oleh Rasulullah dengan bacaan surah Al-Haqqah sampai akhir ayat. Pada kemudian hari Umar berujar, “Ketika itulah Islam memasuki relung hatiku.” Itulah awal benih-benih kebenaran Islam masuk ke hati Umar bin Khattab.

Kata-kata Mutiara Umar bin Khattab RA Semasa Hidup

Semasa hidupnya, Umar bin Khattab banyak mengucap kata-kata bijak dan mutiara. Berikut beberapa di antaranya seperti dikutip dari buku 2.000 Kata Mutiara dari 200 Tokoh Dunia oleh Budi Santoso serta buku Kumpulan Kata Bijak Khulafaur Rasyidin tulisan Amir Mubarak.

1. “Aku khawatir akan datangnya hari di mana orang-orang yang tidak beriman merasa bangga dengan kedustaannya, sementara orang-orang yang beriman malu dengan keimanannya.”

2. “Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah akan datangnya hari besar ditampakkannya amal.”

3. “Sabar adalah bahan ramuan paling menyehatkan dalam hidup kita.”

4. “Jika pasanganmu sedang marah, maka kamu harus tenang. Karena ketika satu di antaranya adalah api, maka satu yang lainnya harus bisa menjadi air yang bisa meredam amarah tersebut.”

5. “Bila engkau menemukan celah pada seseorang dan engkau hendak mencacinya, maka cacilah dirimu, karena celahmu lebih banyak darinya.”

6. “Duduklah bersama orang-orang yang mencintai Allah. Itu karena bergaul bersama orang seperti mereka akan mencerahkan pikiran.”

7. “Wanita bukanlah pakaian yang bisa kamu kenakan dan kamu tanggalkan sesuka hati. Wanita itu terhormat dan memiliki haknya.”

8. “Ilmu ada tiga tahapan. Jika seseorang memasuki tahapan pertama, dia akan sombong. Jika dia memasuki tahapan kedua, maka dia akan rendah hati. Jika dia memasuki tahapan ketiga, maka dia akan merasa bahwa dirinya tidak ada apa-apanya.”

9. “Mahkota seseorang adalah akalnya. Derajat seseorang adalah agamanya. Sedangkan kehormatan seseorang adalah budi pekertinya.”

10. “Ilmu ada tiga tahapan. Jika seseorang memasuki tahapan pertama, dia akan sombong. Jika dia memasuki tahapan kedua, maka dia akan rendah hati. Jika dia memasuki tahapan ketiga, maka dia akan merasa bahwa dirinya tidak ada apa-apanya.”

11. “Kebajikan yang ringan adalah menunjukkan muka berseri-seri dan mengucapkan kata-kata lemah lembut.”

12. “Aku tidak pernah sekalipun menyesali diamku. Tetapi aku berkali-kali menyesali bicaraku.”

13. “Andai terdengar suara dari langit yang berkata, ‘Wahai manusia, kalian semua sudah dijamin pasti masuk surga kecuali satu orang saja’. Sungguh aku khawatir satu orang itu adalah aku.”

14. “Jagalah sholatmu. Karena saat kamu kehilangan sholat, maka kamu akan kehilangan segalanya.”

15. “Hindarilah sifat malas dan bosan, karena keduanya kunci keburukan. Sesungguhnya jika engkau malas, engkau tidak akan banyak melaksanakan kewajiban. Jika engkau bosan, engkau tidak akan tahan dalam menunaikan kewajiban.”

16. “Jikalau kita letih karena kebaikan, maka sesungguhnya keletihan itu akan hilang dan kebaikan akan kekal. Namun jikalau kita bersenang-senang dengan dosa, maka sesungguhnya kesenangan itu akan hilang dan dosa itu akan kekal.”

17. “Orang yang banyak tertawa itu kurang wibawanya.”

18. “Janganlah kamu berburuk sangka dari kata-kata tidak baik yang keluar dari mulut saudaramu, sementara kamu masih bisa menemukan makna lain yang lebih baik.”

19. “Aku tidak pernah mengkhawatirkan apakah doaku akan dikabulkan atau tidak, tapi yang lebih aku khawatirkan adalah aku tidak diberi hidayah untuk terus berdoa.”

20. “Jangan berlebihan dalam mencintai sehingga menjadi keterikatan, jangan pula berlebihan dalam membenci sehingga membawa kebinasaan.”

21. “Perbanyaklah mengingat Allah, karena itu adalah obat. Janganlah buat dirimu terlalu banyak mengingat manusia, karena itu adalah penyakit”

22. “Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah keadaan tenang dan sabar”.

23. “Tidak ada rasa bersalah yang dapat mengubah masa lalu dan tidak ada kekhawatiran yang dapat mengubah masa depan”

24. “Keyakinan (iman) adalah di mana seharusnya tidak ada perbedaan antara perbuatan, perkataan, dan apa yang kamu pikirkan.”

25. “Ketahuilah saudara-saudaraku, bahwa sikap keras itu sekarang sudah mencair. Sikap itu (keras) hanya terhadap orang yang berlaku zalim dan memusuhi kaum Muslimin,” kata Umar.

26. “Tetapi buat orang yang jujur, orang yang berpegang teguh pada agama dan berlaku adil saya lebih lembut dari mereka semua,” Umar melanjutkan.

27. “Ya Allah, saya ini sungguh keras, kasar, maka lunakkanlah hatiku! Ya Allah, saya sangat lemah, maka berilah saya kekuatan! Ya Allah, saya ini kikir, jadikanlah saya orang dermawan!”

28. “Mahkota seseorang adalah akalnya. Derajat seseorang adalah agamanya. Sedangkan kehormatan seseorang adalah budi pekertinya.”

29. “Ilmu ada tiga tahapan. Jika seseorang memasuki tahapan pertama, dia akan sombong. Jika dia memasuki tahapan kedua, maka dia akan rendah hati. Jika dia memasuki tahapan ketiga, maka dia akan merasa bahwa dirinya tidak ada apa-apanya.”

30. “Biasakan diri dengan hidup susah, karena kesenangan tidak akan kekal selamanya.”

31. “Jika tidur pada malam hari, aku telah menyia-nyiakan diriku. Jika aku tidur pada siang hari, aku telah menyia-nyiakan rakyatku.”

32. “Duduklah dengan orang-orang yang bertaubat, sesungguhnya mereka menjadikan segala sesuatu lebih berfaedah.”

33. “Barangsiapa takut kepada Allah SWT niscaya tidak akan dapat dilihat kemarahannya. Dan barangsiapa takut kepada Allah, tidak sia-sia apa yang dia kehendaki.”

34. “Sesungguhnya kita adalh kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam, maka janganlah kita mencari kemuliaan dengan selainnya.”

35. “Seandainya kejujuran merendahkanku dan sedikit yang bisa dilakukan, maka hal tersebut lebih aku cintai dari kebohongan yang dapat menaikkan posisiku, meski sedikit yang bisa dilakukan.”

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

50 Kata-Kata Mutiara Para Sahabat Nabi Muhammad SAW



Jakarta

Para sahabat Nabi Muhammad SAW adalah generasi terbaik umat Islam. Mereka bukan hanya saksi hidup perjuangan Rasulullah, tetapi juga penerus risalah yang menebarkan cahaya Islam ke seluruh penjuru dunia.

Dalam kehidupan mereka yang penuh kesederhanaan dan keikhlasan, tersimpan banyak nasihat dan kata-kata bijak yang menjadi pelajaran berharga bagi umat hingga kini.

Kata-kata mutiara para sahabat tidak hanya mencerminkan keteguhan iman dan akhlak mulia, tetapi juga menunjukkan bagaimana mereka memahami hakikat hidup, sabar dalam ujian, dan tulus dalam beramal.


Melalui ungkapan-ungkapan penuh hikmah ini, kita dapat belajar tentang ketawadhuan, kesabaran, dan keteguhan hati dalam menjalani kehidupan sesuai ajaran Islam.

Kata-kata Mutiara Sahabat Rasulullah SAW

  1. “Ilmu adalah cahaya bagi hati dan petunjuk bagi jalan.” – Abu Bakar RA
  2. “Kesabaran menghadapi ujian adalah kunci kebahagiaan.” – Umar bin Khattab RA
  3. “Jadilah orang yang menebar manfaat bagi sesama.” – Ali bin Abi Thalib RA
  4. “Amal kebaikan kecil lebih baik daripada menunda amal besar.” – Utsman bin Affan RA
  5. “Hargai waktu, karena ia tidak akan kembali.” – Abu Hurairah RA
  6. “Jangan sombong, karena semua berasal dari Allah.” – Bilal bin Rabah RA
  7. “Kejujuran adalah fondasi persaudaraan sejati.” – Salman Al-Farisi RA
  8. “Belajarlah sepanjang hayat, ilmu tak mengenal usia.” – Talhah bin Ubaidillah RA
  9. “Ridha Allah lebih berharga daripada pujian manusia.” – Sa’ad bin Abi Waqqas RA
  10. “Hati yang lembut membawa kedamaian dalam hidup.” – Abu Darda RA
  11. “Tegaslah dalam kebenaran, walau sendirian.” – Abdullah bin Mas’ud RA
  12. “Bersyukurlah atas nikmat kecil maupun besar.” – Aisyah RA
  13. “Berdoalah tanpa henti, karena doa senjata orang mukmin.” – Abu Bakrah RA
  14. “Jangan berhenti berbuat baik meski sedikit.” – Ibn Abbas RA
  15. “Keimanan sejati tampak dari akhlak yang mulia.” – Umar bin Khattab RA
  16. “Jauhi kemarahan, karena ia merusak hati.” – Abu Hurairah RA
  17. “Persaudaraan adalah harta paling berharga.” – Talhah bin Ubaidillah RA
  18. “Senyum kepada sesama adalah sedekah.” – Abdullah bin Umar RA
  19. “Hidup sederhana, hati tenang, jiwa bahagia.” – Salman Al-Farisi RA
  20. “Jangan menunda kebaikan, lakukan sekarang juga.” – Ali bin Abi Thalib RA
  21. “Ilmu tanpa amal ibarat pohon tak berbuah.” – Ibn Mas’ud RA
  22. “Bersikap lemah lembut menenangkan jiwa.” – Abu Darda RA
  23. “Berani menegakkan kebenaran, meski berbeda pendapat.” – Umar bin Khattab RA
  24. “Doa tulus membuka pintu rahmat Allah.” – Aisyah RA
  25. “Jangan iri, karena setiap orang punya rezeki berbeda.” – Utsman bin Affan RA
  26. “Hati yang bersih menenangkan diri dan orang lain.” – Abu Bakr RA
  27. “Sabar menghadapi musibah adalah bagian dari iman.” – Abdullah bin Mas’ud RA
  28. “Kebaikan kecil jika konsisten lebih mulia dari besar tapi jarang.” – Ali bin Abi Thalib RA
  29. “Ridha Allah adalah kebahagiaan sejati.” – Bilal bin Rabah RA
  30. “Ilmu bermanfaat bagi diri sendiri dan umat.” – Salman Al-Farisi RA
  31. “Bersyukur membuat hidup ringan dan tentram.” – Abu Darda RA
  32. “Jangan sombong dengan harta, karena ia sementara.” – Talhah bin Ubaidillah RA
  33. “Memaafkan orang lain menenangkan hati.” – Aisyah RA
  34. “Setiap langkah menuju kebaikan dicatat sebagai pahala.” – Abu Hurairah RA
  35. “Jangan takut berbuat benar meski sulit.” – Umar bin Khattab RA
  36. “Keikhlasan adalah kunci diterimanya amal.” – Ibn Abbas RA
  37. “Hargai teman yang menasihati dengan tulus.” – Abu Bakrah RA
  38. “Menjaga lisan dari ucapan buruk adalah tanda iman.” – Abdullah bin Umar RA
  39. “Sedekah menyejukkan hati dan memperkuat persaudaraan.” – Ali bin Abi Thalib RA
  40. “Kesederhanaan adalah jalan menuju ketenangan.” – Abu Darda RA
  41. “Ilmu tanpa berbagi akan sia-sia.” – Salman Al-Farisi RA
  42. “Jangan menunda taubat, lakukan segera.” – Ibn Mas’ud RA
  43. “Bersikap rendah hati mendekatkan diri kepada Allah.” – Umar bin Khattab RA
  44. “Hidup untuk memberi manfaat, bukan hanya menerima.” – Abu Bakr RA
  45. “Jangan menilai seseorang dari harta atau kedudukannya.” – Ali bin Abi Thalib RA
  46. “Senyum dan salam mempererat ukhuwah Islamiyah.” – Bilal bin Rabah RA
  47. “Bersyukur dalam segala keadaan adalah tanda orang beriman.” – Abu Hurairah RA
  48. “Belajar dan beramal adalah jalan hidup seorang Muslim.” – Ibn Abbas RA
  49. “Kesabaran menghadapi ujian membentuk karakter kuat.” – Talhah bin Ubaidillah RA
  50. “Jadilah cahaya bagi orang lain melalui kebaikanmu.” – Aisyah RA

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Umar dengan Janda Tua yang Masak Batu untuk Makan



Jakarta

Banyak sekali kisah inspiratif dan menambah keimanan dalam berbagai keterangan dalam dunia Islam. Salah satunya adalah kisah dari sahabat, Umar bin Khattab RA dengan janda tua.

Umar bin Khattab atau yang kerap dipanggil Umar merupakan salah satu orang terhebat di dalam sejarah Islam mungkin setelah Rasulullah SAW. Beliau merupakan Amirul Mukminin atau pemimpin orang-orang yang beriman sekaligus menjadi khalifah pertama setelah sepeninggalnya Rasulullah SAW.

Catatan dan rekaman sepak terjangnya semenjak masih menjadi musuh Islam hingga akhirnya menjadi ujung tombak Islam menyimpulkan dirinya sebagai orang yang besar dan tangguh. Namun, dalam satu kisah kita dapat mengetahui bagaimana hati seorang Umar yang ternyata lembut dan sangat perasa.


Umar diceritakan gemar melakukan blusukan ke rumah-rumah rakyatnya untuk mengetahui secara langsung bagaimana kondisi mereka. Seperti dikisahkan dalam buku Memang untuk Dibaca, 100 Kisah Islami Inspiratif Pembangkit Jiwa karya Rian Hidayat Abi, kisah ini berawal ketika suatu malam pada salah satu jadwal blusukan rutin sang khalifah.

Suatu malam, Umar bersama seorang sahabat bernama Aslam mengunjungi sebuah desa terpencil. Ketika sedang berkeliling, ia mendengar terdapat suara tangisan anak kecil yang bersumber dari sebuah rumah.

Rumah tersebut dihuni oleh seorang perempuan tua dan anaknya yang sedang menangis tadi. Alangkah terkejutnya ketika Umar ini mengetahui ternyata ibu tersebut sedang memasak batu seolah-olah sedang memasak makanan.

Hal ini membuat Khalifah umar merasa penasaran sekaligus merasa iba dengan perilaku yang ditunjukkan oleh janda tua tersebut, sehingga ia bertanya kepadanya perihal anaknya yang sedang menangis itu. Wanita tersebut kemudian menjawab,

“Saya memasak batu-batu ini hanya untuk menghibur anakku. Inilah kejahatan yang dilakukan Umar bin Khattab (wanita itu tidak mengetahui sedang berbicara dengan Umar) yang tidak mau melihat rakyatnya sengsara. Sungguh kejam! Seharian ini kami belum makan satu suap pun, bahkan anakku pun sampai harus berpuasa. Ketika waktu berbuka tiba, saya mengharap bakal ada rezeki yang datang, namun kenyataannya tidak! Saya harus mengumpulkan batu-batu ini kemudian memasaknya untuk membohongi anakku yang kelaparan dengan harapan dia akan lekas tertidur. Ternyata anakku tidak bisa tertidur, kemudian ia menangis meminta makan.”

Sembari mendengar keluh kesah yang diutarakan oleh perempuan tua itu, Amirul Mukminin berlinang air mata. Kemudian. Umar segera beranjak dari tempat itu dan kembali ke Madinah untuk mengambil gandum yang dipikul di punggungnya untuk diantar ke janda tua itu.

Tanpa istirahat, Umar kemudian sampai ke rumah janda tua itu dan membawakan gandum serta beberapa liter minyak samin untuk bisa dimasak oleh janda tua itu. Setelahnya, janda tua itu bergegas memasak makanan untuk dia dan anaknya.

Setelah mampu menikmati makanan tersebut, wanita tua itu berkata, “Terima kasih, Semoga Allah SWT membalas amal perbuatanmu.”

Setelah kejadian yang menguras hati dan tenaga itupun akhirnya Umar lega karena bisa membantu rakyatnya agar tidak kelaparan lagi sekaligus menghentikan tangisan anak kecil tersebut. Umar kemudian berpamitan, sebelum pergi, ia menyampaikan kepada wanita tua itu untuk segera menemui Umat karena akan diberikan kepadanya hak penerima santunan negara.

Esok harinya, wanita itu bergegas untuk menemui Umar bin Khattab. Alangkah terkejutnya ia ketika mengetahui ternyata yang semalaman membantunya mengangkat gandum dan minyak adalah Umar sendiri.

Dikutip dari buku Umar Ibn Al-Khattab His Life and Times Vol. 1, kekeringan dan kelaparan parah sempat terjadi pada tahun ke 18 setelah hijrah. Tahun ini disebut Ar-Ramadah karena angin menerbangkan debu seperti abu atau Ar-Ramad. Bencana ini mengakibatkan kematian hingga hewan-hewan ikut merasakan dampaknya.

Umar yang merasa bertanggung jawab melakukan berbagai usaha untuk membantu rakyatnya, termasuk mendistribusikan makanan dari Dar Ad-Daqeeq. Umar membagikan hingga berdoa memohon pengampunan pada Allah SWT hingga akhirnya turun hujan dan mengakhiri bencana tersebut.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Usia 18 Tahun, Usamah bin Zaid Jadi Panglima Perang Islam Termuda



Jakarta

Usamah bin Zaid RA adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang menyandang gelar panglima perang termuda. Ia diangkat menjadi panglima di usianya yang masih 18 tahun.

Menukil dari buku Jika Sungguh-sungguh Pasti Berhasil yang disusun oleh Amirullah Syarbini dkk, Usamah lahir pada tahun ke-7 sebelum Hijriah. Ia juga merupakan anak dari Zaid bin Haritsah.

Mulanya, pengangkatan Usamah tidak diyakini oleh para sahabat. Sebagian dari mereka meragukan kemampuan Usamah di usianya yang masih muda.


Rizem Aizid dalam karyanya yang berjudul Para Panglima Perang Islam mengisahkan kala itu Umar bin Khattab RA menemui Nabi Muhammad SAW dan menyampaikan desas-desus dari sahabat yang meragukan kemampuan Usamah dan keputusan sang rasul. Mendengar hal itu, Nabi SAW marah dan meyakinkan para sahabat untuk meredam ketidakpuasan mereka.

Meski di usianya yang masih 18 tahun itu, tugas Usamah untuk pertama kalinya sebagai panglima perang adalah mengusir pasukan Romawi yang mengancam keutuhan umat Islam. Ini tentu merupakan hal yang berat dan tidak mudah bagi Usamah.

Usamah mengepalai para sahabat Rasulullah SAW yang lebih senior, seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, Umar bin Khattab RA, Sa’ad bin Abi Waqqash RA, Abu Ubaidah bin Jarrah RA dan lain sebagainya. Panglima perang termuda itu memimpin mereka semua untuk mengusir pasukan Romawi.

Saat itu, Usamah diminta untuk berhenti di Balqa’ dan Qal’atut Darum dekat Gazzah, termasuk wilayah kekuasaan Rum (Romawi). Pada perang itu, Usamah bersama pasukan yang ia pimpin berhasil membawa kemenangan.

Dari situlah, para sahabat yang semula tidak yakin dengan Usamah menepis keraguan mereka. Ia berhasil membuktikan bahwa di usianya yang masih muda, tak ada satu pun korban dari pasukan muslimin.

Kemenangan yang gemilang tersebut membuatnya mendapat pujian dari para sahabat. Setelahnya, Usamah terus menjadi panglima dan memimpin pasukan Islam dalam peperangan, bahkan seusai wafatnya Nabi Muhammad SAW.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

10 Kisah Sahabat Nabi untuk Anak yang Bisa Jadi Teladan


Jakarta

Ada 10 sahabat Rasulullah yang dijanjikan masuk surga. Setiap sahabat memiliki kisah yang berbeda-beda. Tentunya anak-anak pasti akan penasaran dan dapat meneladani sikap serta sifat para sahabat Nabi.

Menceritakan kisah kemuliaan para sahabat nabi kepada anak merupakan cara yang tepat dalam meningkatkan pemahaman dan moralitasnya supaya menjadi pribadi yang berakhlak mulia.

Sahabat-sahabat nabi tersebut adalah 10 orang pertama masuk Islam dan dijanjikan masuk surga, diantaranya yaitu: Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, Said bin Zaid, dan Abu Ubaidillah bin Jarrah.


Kisah 10 Sahabat Nabi Muhammad SAW

Berikut ini, cerita singkat kesepuluh sahabat nabi Muhammad SAW yang sudah disebutkan di atas.

1. Abu Bakar as-Shiddiq

Menurut buku 10 Sahabat Rasul Penghuni Surga karya Ariany Syurfah, nama asli Abu Bakar adalah Abdul Ka’bah, sedangkan nama Abu Bakar As-Shiddiq berarti ‘Ayah si gadis’ yaitu ayah dari Aisyah, istri Rasulullah SAW.

Nama lengkap Abu Bakar adalah Abdullah bin Abu Quhafah bin Usman bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta’im bin Murah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib Al-Qurasyi At-Tamimi.

Abu bakar Ash-Shiddiq lahir di kota Mekkah pada tahun 573 M atau dua tahun setelah Nabi Muhammad SAW lahir.

Abu Bakar yang memiliki sifat lembut, rendah hati, setia, dan suka menolong, menjadi orang kedua yang memeluk Islam setelah Khadijah istri Rasulullah SAW, sehingga beliau termasuk dalam Sabiqun Al-Awwalun.

2. Umar bin Khattab

Menurut buku Umar bin Khattab RA karya Abdul Syukur Al-azizi, bahwa Umar bin Khathab RA memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Rabah bin Abdullah bin Qarth bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr al-Adawi al-Qurasyi.

Terkait tahun kelahiran Umar bin Khattab RA, para ulama dan ahli sejarah berbeda pendapat. Namun, mayoritas ulama mengatakan ia lahir di Makkah pada tahun 538 M, dua belas, atau tiga belas tahun lebih muda dari Nabi Muhammad SAW.

Umar bin Khattab memiliki perawakan wajah putih, agak merah, kidal, dan berkaki lebar, sehingga jalannya agak cepat, ditambah beliau dikenal sebagai pemuda yang piawai menunggangi kuda, memanah, memainkan pedang, hal ini lah yang membuatnya sangar dan ditakuti.

3. Utsman bin Affan

Nama lengkap Biografi Utsman bin Affan karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, bahwa nama asli Utsman bin Affan adalah Utsman bin Affan bin Abu Al-‘Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab.

Menurut pendapat yang shahih, Utsman bin Affan lahir di Makkah, enam tahun sesudah terjadinya ‘Am Al-Fil (Tahun Gajah). Namun, ada juga yang mengatakan ia lahir di Thaif, usianya lebih muda lima tahun dari Rasulullah SAW.

4. Ali bin Abi Thalib

Menurut buku Biografi Ali bin Abi Thalib karya Ali Muhammad Ash-Shalabi, bahwa nama asli Ali bin Abi Thalib adalah Ali bin Abi Thalib (Abdu Manaf) bin Abdul Muthalib, dipanggil juga dengan nama Syaibah Al-Hamd bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Luai bin Ghalib bin Fahr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Maad bin Adnan.

Terdapat perbedaan di antara penulis ahli sejarah Islam, Al-Hasan Al-Basri berpendapat kelahiran Ali bin Abi Thalib sekitar 15 atau 16 tahun sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW.

Beda lagi dengan Ibnu Ishaq, beliau berpendapat Ali bin Abi Thalib dilahirkan 10 tahun sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW menjadi nabi.

5. Thalhah bin Ubaidillah

Menurut buku Dahsyatnya Ibadah, Bisnis, dan Jihad Para Sahabat Nabi yang Kaya Raya karya Ustadz Imam Mubarok Bin Ali, bahwa Thalhah bin Ubaidillah merupakan seorang pemuda Quraisy yang berprofesi sebagai saudagar.

Suatu hari, Thalhah bin Ubaidillah bersama Abu Bakar pergi menjumpai Rasulullah SAW, setelah bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, Thalhah memantapkan niatnya memeluk agama Islam. Dirinya pun menjadi salah satu dari 10 sahabat nabi yang dijanjikan masuk surga.

6. Zubair bin Awwam

Menurut buku Sirah 60 Sahabat Nabi Muhammad saw karya Ummu Ayesha. Bahwa Zubair termasuk dalam salah satu dari 10 sahabat nabi yang dijamin masuk surga.

Zubair memeluk agama Islam saat usianya baru berusia 15 tahun, namun ada juga pendapat lainnya mengatakan Zubair memeluk Islam sejak masih anak-anak.ยท

7. Abdurrahman bin Auf

Menurut buku Kisah Seru Para Sahabat Nabi karya Lisdy Rahayu, bahwa Abdurrahman bin Auf menjadi salah satu dari 10 orang yang pertama masuk Islam dan dijanjikan surga. Beliau ini dikenal sebagai sahabat yang pandai berdagang.

Suatu ketika, umat Islam hijrah dari Makkah ke Madinah, dan masing-masing sahabat nabi akan dipersaudarakan menjadi Anshar dan Muhajirin. Abdurrahman dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Rabi al-Anshari.

Ketika itu, Sa’ad menawarkan Abdurrahman sebagian hartanya, namun Abdurrahman menolak, dan memilih bertanya dimana letak pasar perniagaan di kota Madinah. Disanalah ia mulai berdagang, dan kembali menjadi seorang yang kaya raya.

8. Sa’ad bin Abi Waqqash

Menurut buku Sa’ad bin Abi Waqqas karya Arief Priambudi, bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash merupakan anak yang ebrbakti kepada orangtuanya. Beliau juga berasal dari keluarga bangsawan yang kaya raya.

9. Said bin Zaid

Menurut buku Manusia-manusia yang Dirindukan Surga karya As’ad Muhammad, bahwa Said bin Zaid adalah anak dari paman Umar bin Khattab, dan suami dari adik perempuan Umar, yakni Fatimah binti al-Khattab.

10. Abu Ubaidillah bin Jarrah

Menurut buku Biografi 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga karya Sujai Fadil, nama aslinya adalah Amir bin Abdullah bin Jarrah Al-Quraisyi Al-Fihri Al-Makki. Beliau termasuk Sabiqun Al-Awwalun (Orang-orang pertama masuk Islam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Salahuddin Al Ayyubi, Pemimpin Bijaksana yang Disegani Negara Barat dan Islam


Jakarta

Kisah Salahuddin Al Ayyubi merupakan salah satu legenda paling terkenal dalam sejarah Islam, bahkan hingga ke dunia Barat. Salahuddin, yang dikenal sebagai pendiri Dinasti Ayyubiyah, dihormati sebagai pahlawan besar dalam Perang Salib karena keberaniannya dan kecerdasannya di medan perang.

Dalam buku Kilau Mutiara Sejarah Nabi yang disusun oleh Tempo Publishing, Amanda Mustika Megarani menyebutkan bahwa Salahuddin adalah tokoh yang berhasil merebut kembali Yerusalem untuk umat Islam setelah jatuh ke tangan kaum Nasrani, prestasi yang sebelumnya pernah dicapai oleh Umar bin Khattab RA.

Di mata orang Barat, Salahuddin, yang dikenal dengan nama Saladin, dianggap sebagai pemimpin yang adil dan berani, mencerminkan sifat-sifat ksatria sejati.


Keberhasilannya dalam Perang Salib tak hanya mengukir namanya dalam sejarah Islam, tetapi juga menjadikannya sosok yang dihormati oleh lawan-lawannya. Hingga kini, kisah Salahuddin Al Ayyubi tetap hidup sebagai inspirasi bagi banyak orang di seluruh dunia.

Biografi Salahuddin Al Ayyubi

Menurut buku Sejarah Perkembangan Islam di Mesir (Masa Khalifah Umar bin Khaththab Sampai Masa Dinasti Ayyubiyah) karya Husain Abdullah, dkk, Salahuddin Al Ayyubi lahir di Takriet, Irak, pada tahun 589 H (1137 M).

Sejak kecil, Salahuddin dibesarkan di Damaskus, di mana ia menerima pendidikan agama Islam dan pelatihan militer di bawah bimbingan pamannya, Asaddin Syirkuh, seorang panglima perang dari Turki Saljuk.

Berkat keterampilan militernya, Salahuddin bersama pamannya berhasil merebut Mesir dan menggulingkan sultan terakhir dari kekhalifahan Fatimiyah.

Atas kesuksesannya, ia diangkat menjadi panglima perang pada tahun 1169 M dan tidak butuh waktu lama bagi Salahuddin untuk memimpin Mesir dengan baik.

Salahuddin Al Ayyubi dikenal sebagai pemimpin yang adil dan bijaksana dalam menyelesaikan berbagai masalah, yang membuatnya dicintai oleh rakyatnya. Selain itu, keberhasilannya dalam memperkuat kekuatan militer membuat bangsa Eropa merasa segan dan waspada terhadapnya.

Negara-negara Eropa bahkan khawatir wilayah mereka akan ditaklukkan oleh Salahuddin, sehingga mereka sepakat untuk menghancurkan kekuasaannya dengan menyerang Mesir.

Di sisi lain, ketika Dinasti Fatimiyah mulai runtuh, Salahuddin melihat kesempatan untuk mendirikan Dinasti Ayyubiyah di atas reruntuhan tersebut. Dari sinilah masa keemasan Salahuddin dimulai, dengan pencapaian-pencapaiannya yang luar biasa dalam menyatukan dunia Islam, menjadi teladan yang patut diikuti.

Kisah Salahuddin Al Ayyubi dalam Perang Salib

Diceritakan dalam buku 55 Tokoh Dunia yang Terkenal dan Paling Berpengaruh Sepanjang Waktu karya Wulan Mulya Pratiwi, dkk, Salahuddin Al Ayyubi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan Perang Salib.

Persiapan tersebut tidak hanya mencakup strategi militer dan pelatihan fisik, tetapi juga persiapan spiritual yang sangat penting. Salahuddin memfokuskan upaya untuk memperkuat pertahanan dengan membangun benteng-benteng yang kokoh, menentukan perbatasan secara jelas, mendirikan markas-markas perang, dan mempersiapkan armada kapal terbaik. Selain itu, beliau juga mendirikan rumah sakit serta memastikan ketersediaan obat-obatan bagi pasukannya.

Meskipun sedang mengalami sakit keras, hal tersebut tidak memadamkan semangatnya untuk merebut kembali Yerusalem, tanah suci Nabi. Sebaliknya, penyakit tersebut malah memperkuat tekadnya.

Salahuddin memulai perjuangannya dalam pertempuran Hathin, di mana pasukannya yang berjumlah 63.000 prajurit menghadapi Tentara Salib. Dalam pertempuran ini, pasukan Salahuddin berhasil membunuh 30.000 musuh dan menawan 30.000 lainnya.

Perjuangan berlanjut di kota Al-Quds dan Yerusalem, di mana banyak dari pasukan Salahuddin yang gugur sebagai syuhada. Ketika Tentara Salib memasang salib besar di atas Batu Shakharkh, hal ini justru memicu semangat pasukan Salahuddin, yang akhirnya berhasil meraih kemenangan dalam Perang Salib kedua.

Menurut Karen Armstrong dalam bukunya Holy War: The Crusades and Their Impact on Today’s World, yang diterjemahkan oleh Hikmat Darmawan, ketika Salahuddin Al Ayyubi membebaskan Palestina, ia tidak membunuh seorang pun dari pemeluk agama Kristen, bahkan tidak merampas harta benda mereka.

Salahuddin memegang teguh ajaran Islam yang melarang mengambil keuntungan dalam situasi sulit dan tidak mengajarkan balas dendam. Islam mengajarkan umatnya untuk memenuhi janji dan memaafkan kesalahan sesama.

Hingga saat ini, kisah Salahuddin tetap terkenal, dan ia dikenang sebagai tokoh penting dari Dinasti Ayyubiyah yang berperan besar dalam menyatukan dunia Islam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Umar RA dan Paman Rasulullah SAW saat Ingin Memperluas Masjid Nabawi



Jakarta

Umar bin Khattab RA adalah sosok sahabat Rasulullah SAW yang dikenal tegas namun bijaksana. Ia juga sosok yang amanah dan berbudi luhur.

Sepeninggal Rasulullah SAW, Umar RA bermaksud memperluas Masjid Nabawi. Rencana Umar RA ini sekaligus menjalankan wasiat Rasulullah SAW sebelum beliau wafat.

Mengutip buku Kisah Hidup Umar ibn Khattab karya Mustafa Murrad, dikisahkan suatu ketika Umar RA bertemu dengan paman Rasulullah SAW, Abbas ibn Abdul Muthalib.


Umar RA berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah berwasiat sebelum wafat. Beliau menginginkan penambahan jumlah masjid. Sesungguhnya rumahmu, wahai Abbas, sangatlah dekat dengan masjid. Maka berikanlah rumahmu itu untuk urusan masjid, dan kami akan memperluas masjid tersebut. Lalu kami akan mengganti rumahmu dengan tanah yang lebih luas.”

Abbas kemudian menjawab, “Aku tidak akan melakukannya.” Umar RA kemudian berkata, “Kalau begitu, aku akan mengambil rumahmu dengan paksa.” Abbas pun menjawab, “Itu bukan menjadi hakmu. Cari penengah untuk memutuskan perkara ini.”

Umar lalu bertanya, “Siapakah orang yang kau pilih itu?” Abbas menjawab, “Aku memilih Hudzaifah ibn al-Yaman.”

Umar RA dan Abbas kemudian menemui Hudzaifah yang akan dijadikan penengah untuk masalah ini. Saat itu, Hudzaifah sedang memegang jabatan tertinggi dari Umar RA sebagai khalifah. Ia adalah penasihat kekhalifahan dan negara. Ia yang akan memutuskan perkara antara Umar dan Abbas.

Umar dan Abbas duduk di hadapan Hudzaifah. Keduanya menceritakan duduk perkaranya. Hudzaifah lalu berkata, “Aku mendengar bahwa Nabi Daud bermaksud memperluas Baitul Maqdis. Daud menemukan sebuah rumah dekat Baitul Maqdis. Rumah itu milik anak yatim. Nabi Daud lantas memintanya dari anak yatim itu, tetapi ia enggan memberikannya. Daud pun berusaha mendapatkan rumah tersebut secara paksa. Lantas Allah SWT berfirman kepada Daud, “Sesungguhnya rumah yang bersih dari kezaliman adalah rumah-Ku.” Daud kemudian mengembalikan rumah tersebut kepada pemiliknya.

Umar dan Abbas tertegun mendengar cerita Hudzaifah itu. Abbas memandang Umar dan berkata, “Wahai Umar, apakah engkau masih ingin mengambil rumahku?” “Tidak” jawab Umar.

Abbas pun berkata, “Bersamaan dengan itu, aku telah memberikan rumahku untuk memperluas masjid Rasulullah SAW.”

Umar kemudian bisa memperluas Masjid Nabawi tanpa mengambil paksa rumah Abbas. Demikian pula Abbas yang secara ikhlas memberikan rumah tersebut untuk menjadi lahan perluasan masjid.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com