Tag Archives: urbanisasi

Kota Metropolitan di Asia Tenggara, Pusat Ekonomi & Budaya


Jakarta

Sering dengar kalau kota Jakarta itu kota metropolitan? Tak salah, Jakarta merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Kota metropolitan identik dengan padat penduduk, pusat bisnis, dan kaya budaya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), metropolitan diartikan sebagai seseorang yang menjalani gaya hidup metropolis. Istilah metropolis sendiri merujuk pada kota besar yang menjadi pusat aktivitas penting, mulai dari pemerintahan, industri, hingga perdagangan.

Selain itu, kota metropolitan juga dipenuhi ramainya jalanan hingga gedung pencakar langit. Dalam hal ini, Jakarta dapat menggambarkan apa yang disebut kota metropolitan tersebut.


Kota Metropolitan di Kawasan ASEAN

Indonesia bersama negara Asia Tenggara lain, telah menjadi salah satu kawasan dengan pertumbuhan urbanisasi tercepat di dunia. Menurut ASEAN Sustainable Urbanisation Report (2022), lebih dari 405 juta orang diproyeksikan tinggal di perkotaan pada 2030, atau 55,7% dari total populasi ASEAN.

Pertumbuhan ini sebagian besar terkonsentrasi di kota-kota metropolitan besar seperti Jakarta, Bangkok, Manila, Kuala Lumpur, Ho Chi Minh City, Hanoi, hingga Singapura.

Pusat Ekonomi

Sebagai kota metropolitan, kota seperti Jakarta hingga Bangkok juga menjadi pusat pemerintahan. Tak hanya itu, kota-kota tersebut juga menjadi motor penggerak ekonomi.

World Bank Data mencatat, kota metropolitan menyumbang porsi besar PDB nasional:

– Jakarta menyumbang sekitar 25% ekonomi Indonesia,
– Bangkok menggerakkan lebih dari sepertiga PDB Thailand,
– Manila dan Ho Chi Minh City menjadi pusat industri, perdagangan, hingga layanan digital.

Laporan ASEAN menyebut, kota metropolitan menjadi magnet investasi asing dan menciptakan konektivitas regional yang mendorong pertumbuhan lebih merata.

Pusat Budaya & Kreativitas

Selain ekonomi, kota metropolitan juga menjadi pusat budaya dan kreativitas. UNESCO melalui Creative Cities Network menobatkan Bandung dan Hanoi sebagai kota kreatif dunia karena peran besar budaya dan desain dalam pembangunan perkotaan.

Hal ini sejalan dengan laporan ASEAN yang menyebut bahwa kota-kota besar di Asia Tenggara memanfaatkan warisan budaya, pariwisata, dan industri kreatif untuk membangun identitas global mereka.

Tantangan Metropolitan ASEAN

Meski potensinya besar, kota metropolitan juga menghadapi tantangan berat. Laporan ASEAN menyoroti kemacetan, polusi, keterbatasan perumahan, dan kesenjangan sosial sebagai masalah utama yang harus diatasi dengan tata kota berkelanjutan.

Dengan populasi yang terus bertambah, metropolitan Asia Tenggara akan tetap menjadi pusat ekonomi dan budaya global. Namun, agar tetap layak huni, kota metropolitan harus memperkuat transportasi berkelanjutan, perumahan terjangkau, serta ruang publik inklusif.

Ini sesuai dengan yang ditegaskan dalam laporan ASEAN, “Urban sustainability offers a vital roadmap” bagi masa depan kawasan.

*Penulis adalah peserta magang Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama

(faz/faz)



Sumber : www.detik.com

Hadapi Emisi Karbon Tinggi, India Rancang Kota dengan Bangunan Hijau



Jakarta

Emisi karbon yang memperburuk perubahan iklim menjadi tantangan serius bagi negara-negara di dunia. Salah satunya India, yang menjadi penyumbang emisi karbon ketiga tertinggi di dunia.

Menurut laporan dari Emissions Database for Global Atmospheric Research, India menjadi penghasil emisi karbon dioksida (CO₂) tertinggi ketiga di dunia setelah China dan Amerika Serikat. Pada 2022 dan 2023, India menyumbang sekitar hampir 7 persen emisi global.

Kondisi ini menjadi tantangan serius mengingat India menjadi negara dengan populasi terbanyak di dunia saat ini. India memiliki kota-kota padat dengan emisi karbon tinggi seperti New Delhi, Mumbai, hingga Kolkata.


Laporan World Economic Forum (WEF) pada Mei 2025 menyebut, kota-kota di India kota-kota menyumbang hampir 70% emisi gas rumah kaca (GRK) global, dengan 37% berasal dari lingkungan binaan.

Perluasan Wilayah Perkotaan Jadi Penyebab

Dalam beberapa tahun terakhir, laporan polusi dunia menunjukkan kota-kota dari India pada daftar teratas. Berbagai laporan menunjukkan, bahwa wilayah perkotaan di India menghadapi tantangan serius soal lingkungan.

Menurut WEF, ekspansi perkotaan yang pesat di Indonesia menjadi penyebabnya. Perubahan wilayah menjadi areal perkotaan membebani ekosistem, meningkatkan konsumsi energi, dan memperparah gelombang panas perkotaan.

Masalah ini masih akan terus berlanjut mengingat populasi perkotaan India diproyeksikan tumbuh dari 377 juta jiwa (pada 2011) menjadi 590 juta jiwa (pada 2030). Proyeksi ini semakin mendorong permintaan perumahan dan infrastruktur perkotaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di India.

Ledakan konstruksi yang dihasilkan ini dinilai akan memiliki efek pengganda dalam meningkatkan karbon yang terkandung, baik karbon operasional maupun karbon yang direalisasikan.

Seiring dengan meningkatnya urbanisasi, penanganan karbon yang terkandung dan yang bersifat operasional dapat menjadi faktor penting dalam memastikan kota yang layak huni, tangguh terhadap iklim, dan hemat energi.

Desain Bangunan Hijau Jadi Solusi?

Meski penuh tantangan, India disebut punya peluang untuk menciptakan kota yang tangguh di masa depan. Dengan 70% infrastruktur perkotaan yang dibutuhkan pada tahun 2047 belum dibangun, terdapat ruang lingkup yang sangat luas untuk mengintegrasikan strategi-strategi yang sadar iklim ke dalam pembangunan perkotaan.

Salah satu idenya dengan membuat desain dan perencanaan perkotaan yang bisa mengurangi emisi dan tahan terhadap perubahan iklim yang ekstrem. Misalnya dengan memperbaiki tata letak, menambah infrastruktur hijau, dan pemanfaatan lahan untuk mengurangi kenaikan suhu.

“Misalnya, koridor hijau – ruang perkotaan dengan pepohonan, taman, dan kebun vertikal – dapat menurunkan suhu lokal, meningkatkan kualitas udara, dan keanekaragaman hayati,” tulis WEF, dalam laman resminya, dikutip Rabu (22/10/2025).

Perencanaan ini juga didukung dengan akses jalan untuk pesepeda, pejalan kaki, dan mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi.

Dibangun dengan Konstruksi Rendah Karbon

Selain perencanaan perkotaan untuk mengurangi emisi, pembangunan juga perlu menggunakan konstruksi yang rendah karbon. India harus berkomitmen melakukan transisi ke material berkelanjutan dari sumber lokal dan strategi desain yang dapat mengurangi jejak karbon bangunan secara drastis.

Selain itu, perlu penggunaan beton daur ulang dari limbah konstruksi untuk mengurangi kebutuhan akan bahan baku baru. Hal ini bisa menurunkan emisi dari produksi beton.

Bangunan bangunan juga bisa menggunakan material alternatif yang terbuat dari beton daur ulang seperti blok beton, paving block, unit pracetak, fitur hardscape non-struktural lainnya, dan blok beton aerasi autoklaf (AAC).

“Strategi desain pasif, yang mengoptimalkan ventilasi alami, pencahayaan alami, dan insulasi, dapat mengurangi permintaan energi secara signifikan. Sebagai contoh, kampus Universitas CEPT di Ahmedabad menerapkan teknik pendinginan pasif, seperti naungan, ventilasi silang, dan pemusatan termal, untuk mempertahankan suhu dalam ruangan yang nyaman tanpa terlalu bergantung pada AC,” papar WEF.

Meski begitu, semua perencanaan matang perlu dilakukan oleh semua elemen negara. Konsumen atau masyarakat, pemerintah, dan pihak lain yang bertanggung jawab, perlu berkolaborasi dengan baik.

WEF mengatakan, para pembuat kebijakan di India harus menegakkan kode efisiensi energi wajib untuk semua bangunan baru, bukan hanya bangunan komersial. Kebijakan juga harus memprioritaskan solusi berbasis alam dalam perencanaan kota, mengintegrasikan langkah-langkah adaptasi iklim ke dalam undang-undang zonasi dan investasi infrastruktur.

Transisi menuju lingkungan binaan rendah karbon merupakan peluang untuk menciptakan kota yang lebih hijau, lebih sehat, dan lebih efisien. Lingkungan ini akan memungkinkan warganya untuk berkembang dan menjamin keselamatan serta kesehatan generasi mendatang.

(faz/nwk)



Sumber : www.detik.com