Tag Archives: usia

Cara LeBron James Jaga Kebugaran di Usia 40, Gampang Banget Ditiru Nih!


Jakarta

Bagi pecinta bola basket, nama LeBron James tentu tidak asing. Di usia 40 tahun, bintang Los Angeles Lakers masih memiliki kebugaran prima dan cukup kompetitif pada musim ke-23-nya di NBA. Lalu, apa sih rahasianya?

Dikutip dari Times of India, LeBron yang telah empat kali menjuarai NBA, empat kali menjadi MVP NBA dan final MBA ini memiliki rutinitas dalam hal menjaga kebugaran tubuhnya. Tak ayal, pencetak skor terbanyak sepanjang masa liga ini tidak menunjukkan penurunan performa, bahkan di 22 musim sebelumnya.

Tidur Cukup Adalah Kuncinya

Pendekatan LeBron terhadap kebugarannya adalah angkat beban dan kardio. Pada level ini, tentunya bisa ditiru oleh siapa saja yang ingin mencoba memulai menjaga kebugaran ala pebasket NBA.


Namun, sebagai pebasket papan atas, dirinya juga mendapatkan akses untuk pemulihan canggih dari tim. Teknologi ini meliputi ruang oksigen hiperbarik, yakni terapi cahaya merah dan krioterapi untuk mempercepat pemulihan otot.

Legenda basket ini juga mengandalkan sesi berendam di air panas dan dingin untuk meningkatkan sirkulasi dan pemulihan otot.

Namun, di antara semua teknologi canggih tersebut, ada satu hal yang tidak bisa digantikan terkait menjaga kebugaran LeBron, yakni tidur cukup.

“Kami sudah mencoba segalanya selama 20 tahun. Tapi, yang terpenting adalah apa yang bisa dia (LeBron) dapatkan secara gratis, yaitu tidur,” kata pelatih pribadi LeBron James, Mike Mancias.

Menurut LeBron, mendapatkan tidur yang cukup dan berkualitas adalah cara pemulihan terbaik yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Dirinya bahkan mengalokasikan dua jam untuk tidur siang sebelum pertandingan.

Diet ala LeBron James

Program diet LeBron tentunya disesuaikan dengan kebutuhan atlet elit, yakni clean eating, tinggi protein, dan tinggi karbohidrat komples. Dirinya fokus pada daging tanpa lemak, ikan, buah, sayur, serta menghindari minuman manis, makanan yang digoreng, dan makanan olahan.

Dirinya juga melengkapi makanannya dengan protein shake dan minuman pemulihan kaya karbohidrat untuk menjaga massa otot dan daya tahan.

(dpy/naf)



Sumber : health.detik.com

Otak Laki-laki Disebut Lebih Cepat Menyusut dari Wanita, Kok Bisa? Begini Penjelasan Studi


Jakarta

Seiring bertambahnya usia, otak pria diduga menyusut lebih cepat dibandingkan wanita. Temuan ini terungkap dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS).

Dikutip dari laman Science Alert, otak manusia secara alami memang akan menyusut seiring pertambahan usia. Pada penderita Alzheimer, penyusutan tersebut bahkan terjadi lebih drastis hingga menyebabkan kehilangan volume otak yang signifikan.

Menariknya, meskipun perempuan dua kali lebih sering didiagnosis mengidap Alzheimer dibandingkan pria, informasi tentang bagaimana perbedaan jenis kelamin memengaruhi volume otak masih terbatas.


Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa otak perempuan cenderung mengalami penyusutan materi abu-abu dan materi putih pada tingkat yang lebih lambat dibandingkan otak laki-laki.

“Jika otak wanita mengalami penurunan lebih banyak, hal itu bisa jadi menjelaskan tingginya prevalensi Alzheimer,” ujar rekan penulis Anne Ravndal, seorang ahli saraf di Universitas Oslo di Norwegia.

Ravndal beserta tim peneliti internasional mengumpulkan lebih dari 12.000 pemindaian otak yang dikumpulkan dari peserta berusia 17-95 tahun. Setiap orang menjalani setidaknya dua MRI otak dengan interval rata-rata sekitar 3 tahun di antara keduanya.

Setelah menyesuaikan perbedaan ukuran otak berdasarkan jenis kelamin, tim menemukan bahwa pria menunjukkan penurunan di lebih banyak wilayah otak, termasuk banyak bagian korteks pada usia yang lebih tua.

Sementara, wanita menunjukkan penurunan di lebih sedikit wilayah dan ketebalan korteks mereka tidak terlalu berubah seiring bertambahnya usia.

Temuan ini menunjukkan bahwa ada perbedaan jenis kelamin yang nyata dalam ‘biology of aging’. Meski demikian, hasil tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati. Sebab, masih diperlukan lebih banyak penelitian.

Meski penelitian tenang biologi otak yang menua sudah dilakukan secara luas, bidang ini masih menunjukkan ketimpangan besar besar berdasarkan jenis kelamin. Pada tahun 2019, hanya 5 persen studi yang dipublikasikan di bidang ilmu saraf atau psikiatri yang mempertimbangkan pengaruh jenis kelamin.

Hasil penelitiannya pun masih tidak konsisten. Hingga kini belum jelas apakah pria dan wanita mengalami penurunan fungsi otak dengan tingkat atau kecepatan yang berbeda.

Di sisi lain, beberapa studi menunjukkan pria mengalami penurunan lebih tajam pada materi abu-abu dan materi putih otak, sementara studi lain justru menemukan penurunan yang lebih besar pada wanita.

Penelitian baru ini yang dipimpin oleh para peneliti di Universitas Oslo, Norwegia berusaha memperjelas gambaran tersebut. Dari dua jenis kelamin, para peneliti menemukan perbedaan berdasarkan jenis kelamin dalam volume otak total, volume otak subkortikal, ketebalan korteks, dan luas permukaan, di antara puluhan pengukuran lainnya.

Apa arti dari kehilangan ini bagi fungsi kognitif masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Para ilmuwan baru mulai memahami bagaimana bentuk otak terkait dengan penyakit serta beberapa stud i menunjukkan bahwa penyusutan otak terkadang bisa bermanfaat.

Lokasi hilangnya volume tentu bisa memberi petunjuk penting. Tapi yang mengejutkan, Ravndal dan tim tidak menemukan perbedaan dalam perubahan volume di hippocampus, pusat saraf untuk memori dan pembelajaran yang berperan erat dalam demensia.

Dalam penelitian baru ini, perempuan mulai menunjukkan penurunan hippocampus yang lebih cepat pada usia yang lebih tua, setelah harapan hidup mereka diperhitungkan. Tapi, hal ini mungkin hanya merupakan penundaan penuaan, akibat perempuan yang hidup lebih lama dari laki-laki. Belum tentu hal ini merupakan tanda yang menjelaskan risiko demensia.

Saat penulis membandingkan pria dan wanita yang diprediksi akan hidup dalam jangka waktu yang sama, sebagian penurunan otak antara kedua jenis kelamin seimbang.

Membedakan pengaruh jenis kelamin terhadap otak dari faktor genetik dan lingkungan lainnya buka hal yang mudah. Terlebih, karena kurangnya penelitian jangka panjang yang mendalam.

(elk/suc)



Sumber : health.detik.com

Stroke Bisa Menyerang Usia Muda, Ini Tanda Peringatan yang Harus Dikenali


Jakarta

Stroke bisa menyerang siapa pun, termasuk orang dewasa berusia 30-an dan 40-an, hingga anak-anak. Perubahan gaya hidup dan faktor seperti stres berkontribusi pada peningkatan kasus stroke yang lebih muda.

Sehingga, harus diketahui bahwa stroke tak hanya menyerang lansia. Tanda peringatannya perlu dikenali agar kondisi tidak semakin memburuk.

Mengapa Stroke Bisa Menyerang Usia Muda?

Dikutip dari laman Times of India, faktor risiko stroke, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, koleserol tinggi, obesitas, merokok, hingga kurang olahraga tidak hanya dialami oleh lansia, tapi juga orang dewasa muda.


Sementara itu, ada juga faktor lainnya seperti stres, gangguan tidur, migrain, depresi, hingga paparan polusi lingkungan yang menjadi penyebab penting stroke pada orang yang lebih muda.

Tanda-tanda Peringatan Stroke yang Harus Diwaspadai Usia Muda

Mengenali tanda-tanda stroke sejak dini sangatlah penting. Pada orang dewasa muda, gejalanya kadang samar atau salah diartikan. Berikut beberapa anda peringatan yang perlu diwaspadai:

  • Mati rasa atau lemas mendadak, terutama di satu sisi tubuh, memengaruhi wajah, lengan, atau kaki. Gejalanya bisa berupa mulut yang terkulai atau tidak bisa mengangkat lengan sepenuhnya.
  • Kesulitan berbicara, bicara tidak jelas, atau kesulitan memahami percakapan.
  • Penglihatan kabur secara tiba-tiba, penglihatan ganda, atau kehilangan penglihatan sementara pada satu atau kedua mata
  • Sakit kepala hebat tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya. Terkadang disertai muntah dan pusing
  • Kehilangan keseimbangan secara tiba-tiba, kesulitan berjalan.

Gejala ringan atau sementara pun harus diwaspadai. Mengabaikannya bisa menyebabkan komplikasi serius, termasuk cacat permanen atau kematian.

Bagaimana Cara Mencegah Stroke?

Meski beberapa faktor risiko tidak bisa diubah, pilihan gaya hidup bisa mengurangi risiko stroke secara signifikan. Mulai dari menjaga pola makan seimbang, olahraga secara teratur, menghindari alkohol, mengelola stres, dan mengendalikan kondisi kronis, seperti diabetes dan hipertensi menjadi strategi pencegahan yang utama.

(elk/kna)



Sumber : health.detik.com

Begini Skema Pembagian Gizi di Menu MBG, Berbeda Tiap Jenjang Sekolah



Jakarta

Badan Gizi Nasional (BGN) menerapkan skema penyajian menu program Makan Gizi Gratis (MBG) yang berbeda pada tiap jenjang. Seperti apa skemanya?

Diketahui, skema ini diberikan bagi peserta didik di 27 sekolah di Kabupaten Penajam Paser Utara, ProvinsiKalimantan Timur. Menurut Ahli Gizi BGN, Aknes Asteria Pioh, penerapan gizi tidak sekadar dibagi secara rata.


“Penerapan gizi tidak sekadar dibagi rata, ada beberapa skema yang harus dilalui, seperti batasan umur peserta didik,” ujarnya dalam Antara, Kamis (16/10/2025).

Skema Pembagian Gizi di Menu MBG

Skema pembagian gizi di menu MBG termasuk:

  1. Pendidikan anak usia dini (PAUD)/taman kanak-kanak (TK), serta sekolah dasar (SD) kelas satu sampai kelas tiga: porsi kecil
  2. SD kelas empat hingga sekolah menengah pertama (SMP): porsi sedang
  3. Sekolah menengah atas (SMA), ibu hamil, dan ibu menyusui: porsi besar

BGN menyatakan pihaknya sudah memperhitungkan dari segi energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Menurut Aknes Asteria, pembagian gizi ini demi memenuhi kebutuhan gizi peserta didik penerima manfaat.

Ibu Hamil dan Balita akan Menjadi PenerimaMBG Tahap 2

Ibu hamil, ibu menyusui, balita, dan pos pelayanan terpadu (posyandu) baru akan menjadi penerima manfaat MBG tahap 2.

Pada tahap 2, peserta didik atau guru masih akan menjadi penerima MBG.

(nir/nwk)



Sumber : www.detik.com

13,8 Juta Anak Ikut CKG Sekolah, Ini Masalah Kesehatan yang Banyak Ditemukan


Jakarta

Ada sekitar 50 juta anak sekolah yang disasar pemerintah untuk mengikuti cek kesehatan gratis (CKG). Dari total tersebut, baru ada 13,8 juta pendaftar dengan rata-rata layanan per hari di 200 ribu anak. Secara kumulatif, ‘hanya’ 75 persen dari total seluruhnya yang selesai mendapatkan layanan, per data 15 Oktober 2025.

Adapun pendaftar terbanyak berada di DKI Jakarta, disusul Yogyakarta, hingga Jawa Tengah. Tertinggi di usia sekolah dasar dengan total 139.880, sekolah keagamaan, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas 26.410 siswa/siswi.


Masalah kesehatan apa saja yang ditemukan? Berikut rangkuman data Kemenkes RI:

1. Masalah gigi (50,3 persen)

Masalah paling umum yang ditemukan adalah karies gigi, dialami oleh lebih dari 4,5 juta anak. Ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran kebersihan mulut dan gigi di kalangan anak-anak sekolah.

Padahal, masalah gigi yang tidak ditangani dapat mempengaruhi konsentrasi belajar, menyebabkan infeksi, bahkan gizi buruk karena gangguan makan.

2. Kurang aktivitas fisik (60,1 persen)

Lebih dari 3,5 juta anak dilaporkan memiliki gaya hidup sedentary, atau kurang bergerak. Ini menjadi kekhawatiran serius karena bisa berujung pada obesitas, gangguan metabolik, serta menurunnya kebugaran fisik dan kesehatan mental. Pola ini diperparah oleh kebiasaan penggunaan gadget dalam jangka waktu lama dan kurangnya aktivitas olahraga.

3. Anemia (27,2 persen)

Sekitar 248 ribu anak terdeteksi mengalami anemia menurut data CKG, mulai dari tingkat ringan hingga berat. Kondisi ini paling sering disebabkan oleh kekurangan zat besi. Anemia dapat menurunkan kemampuan belajar, konsentrasi, dan daya tahan tubuh terhadap infeksi.

4. Risiko gangguan kesehatan reproduksi (25,3 persen)

Sebanyak 25,3 persen anak sekolah perempuan terindikasi memiliki risiko gangguan kesehatan reproduksi. Hal ini bisa meliputi infeksi saluran reproduksi, kurangnya pengetahuan tentang kebersihan organ intim, hingga indikasi perilaku seksual berisiko. Ini menggarisbawahi pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi yang benar dan sesuai usia.

5. Tekanan darah tinggi pada anak (15,9 persen)

Data yang cukup mengejutkan menunjukkan lebih dari 1,3 juta anak mengalami tekanan darah tinggi. Hipertensi pada usia dini berisiko memicu masalah kesehatan lebih lanjut di masa mendatang termasuk jantung hingga stroke. Pola makan tinggi garam, kurang gerak, serta stres juga bisa menjadi faktor pemicunya.

(naf/kna)



Sumber : health.detik.com

Skrining Kanker Payudara RI Rendah, Warga Takut Periksa-Lebih Pilih Alternatif


Jakarta

Kementerian Kesehatan mengungkapkan skrining pemeriksaan dini adalah salah satu faktor utama dalam penanganan kanker payudara. Seringkali, pasien menjadi lebih sulit sembuh akibat kanker baru ditemukan pada stadium lanjut, padahal jika ditemukan lebih cepat, kemungkinan untuk remisi menjadi lebih besar.

Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan angka skrining kanker payudara di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini membuat prevalensi kasus kanker payudara di Indonesia menjadi paling tinggi dibanding jenis kanker lain.

Dari sebanyak 41 juta perempuan Indonesia yang ditargetkan Kemenkes, hanya 10,8 persen yang akhirnya melaksanakan skrining kanker payudara.


“Jadi masih sedikit sekali,” ujar Nadia ketika ditemui awak media di Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025).

“Nah, bayangkan dari harusnya 41 juta, kita baru ketemu sekitar, 4 jutaan perempuan Indonesia,” sambungnya.

Menurut Nadia, ada beberapa faktor yang membuat angka skrining kanker payudara di Indonesia masih sangat rendah. Misalnya, pemeriksaan payudara yang masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakat.

Selain itu, masih ada kecenderungan masyarakat untuk mencari pengobatan alternatif untuk menangani masalah kesehatan. Jika masalah payudaranya tak kunjung sembuh, baru akhirnya memutuskan untuk pergi ke rumah sakit.

“Jadi jalan (berobat) ke mana-mana dulu, pengobatan tradisional ya. Kemudian ada denial, bahwa ‘saya ini takut kalau harus memeriksakan benjolan saya’,” ujarnya.

“Tentunya kita dorong ya, dari program Cek Kesehatan Gratis, masyarakat terutama perempuan-perempuan, ibu-ibu, untuk melakukan skrining lagi, gratis,” tandas Nadia.

Kapan Harus Periksa?

Spesialis onkologi radiasi RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Prof dr Soehartati A Gondhowiardjo, SpOnkRad(K) mengungkapkan semua wanita yang memiliki faktor risiko sebaiknya mulai melakukan pemeriksaan dini. Beberapa faktor risiko yang dimaksud seperti adanya riwayat keluarga, tidak menyusui, haid dini, dan lain-lain.

Jika memiliki faktor risiko kanker payudara, Prof Soehartati mengatakan skrining dini bisa dilakukan mulai usia 35-40 tahun di fasilitas kesehatan.

“Pada kelompok wanita yang mempunyai faktor resiko diharapkan, dia memeriksakan payudara dengan lebih dini, itu katakanlah sekitar usia 40 tahun, 35 tahun, 45 tahun sudah mulai memeriksakan diri,” ujar Prof Soehartati.

Untuk pemeriksaan awal di rumah, skrining bisa dilakukan dengan Sadari (pemeriksaan payudara sendiri) untuk menemukan adakah benjolan atau kondisi tidak wajar lain pada area payudara.

(avk/up)



Sumber : health.detik.com

65 Juta Warga +62 Dibayangi Hipertensi, Pemicu Gagal Ginjal Usia Muda


Jakarta

Indonesia diestimasi mencatat 65 juta kasus hipertensi berdasarkan hasil survei kesehatan indonesia (SKI) 2023. Dari total tersebut, baru teridentifikasi 18,5 juta pasien, lantaran tidak banyak masyarakat yang aware melakukan pengecekan rutin tekanan darah.

Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) dr Siti Nadia Tarmizi berharap gap tersebut bisa ditemukan melalui cek kesehatan gratis (CKG).

“Ternyata dari CKG kalau lihat angka prevalensinya sama dengan SKI, jadi memang mungkin betul 65 juta masyarakat kita mengidap hipertensi, meskipun kita baru bisa menemukan 18,5 juta,” beber dr Nadia dalam talkshow di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).


“Harapannya tahun depan sudah ada skrining di lebih dari 100 juta, kalau di akhir tahun mungkin 60-65 juta bisa kita skrining,” lanjutnya.

Meski temuan kasus hipertensi pada CKG relatif tinggi, tindak lanjut tata laksana dan pengobatan terpantau masih rendah. dr Nadia menggambarkan sedikitnya tiga sampel di sejumlah kota besar.

DKI Jakarta misalnya, di Puskesmas Kembangan tercatat ada 337 pasien yang terdiagnosis hipertensi. Namun, hanya 48 pasien yang menjalani tatalaksana pengobatan, dengan 22 kasus yang terkendali.

“Tren di tiga kota besar, DKI Jakarta, Surabaya, Semarang, kurang lebih sama, gap-nya antara yang terdiagnosis dengan melakukan pengobatan tinggi, di Surabaya cuma satu yang agak lebih baik yaitu puskesmas Sidosermo,” lanjutnya.

Puskesmas Sidosermo mencatat 693 kasus hipertensi dan seluruhnya dilaporkan sudah mendapatkan pengobatan, dengan 651 pasien sudah terkendali kondisinya.

Masih Banyak Hoax di Masyarakat

Tantangan yang dihadapi pemerintah juga dilatarbelakangi maraknya hoax yang diyakini masyarakat. Tidak sedikit masyarakat yang ogah berobat karena khawatir berdampak pada masalah kesehatan ginjalnya.

“Padahal hipertensi-nya sendiri yang merusak ginjal mereka,” tandas dr Nadia.

“Jadi ini pekerjaan rumah bagi kita, karena faktanya 40 hingga 60 persen pasien yang terdiagnosis hipertensi tidak pernah kembali untuk pengobatan,” pungkasnya.

Hipertensi menjadi salah satu faktor risiko terjadinya stroke hingga masalah gagal ginjal. Deputi Direksi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat BPJS Kesehatan Dr dr Ari Dwi Aryani MKM menyebut total pembiayaan akibat diabetes melitus dan hipertensi mencapai Rp 35,3 triliun pada 2024.

“Diabetes melitus dan hipertensi itu kan ibunya penyakit dia bisa kemana-mana, sehingga meningkat ke pembiayaan penyakit akibat jantung, gagal ginjal, stroke,” bebernya saat ditemui detikcom pasca talkshow.

“Pasien yang dirawat karena jantung, karena cuci darah, naik,” tandasnya.

Tren pasien disebutnya juga terus bergeser ke usia muda, dari semula di atas 50 tahun menjadi di rentang 30 hingga 40 tahun. Meski begitu, catatan peningkatan kasus tidak selalu menggambarkan penambahan jumlah pasien yang sakit, tetapi ia menilai ada beberapa pasien yang memang baru bisa mendapatkan akses pengobatan tercover BPJS Kesehatan.

(naf/up)



Sumber : health.detik.com

Mata Minus 20 Tak Padamkan Semangat Kuliah Tio, Tekadnya Ingin Jadi Dosen


Jakarta

Tio Rindu menyimpan cita-cita besar yakni menjadi seorang dosen. Meski lahir dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi di Meulaboh, Aceh, semangatnya untuk menempuh pendidikan tinggi tak pernah surut.

Sejak kecil, Rindu dikenal tekun belajar dan aktif mengikuti berbagai lomba. Deretan piala pun berhasil ia bawa pulang, termasuk dari ajang tilawatil Qur’an yang kerap diikutinya.

Semua prestasi itu diraih Rindu di tengah keterbatasan penglihatan yang cukup berat. Ia diketahui mengalami miopi dengan minus 20, kondisi yang membuat jarak pandangnya sangat terbatas.


Untuk membantu aktivitas sehari-hari, Rindu masih mengandalkan kacamata lamanya yang berkekuatan minus 14. Kendati sudah duduk di bangku paling depan di kelas, terkadang tulisan masih sulit dilihat.

Penerima KIP Kuliah

Upaya Rindu untuk mengembangkan diri melalui pendidikan dan prestasi di luar sekolah berbalas. Ia diterima kuliah sebagai mahasiswa baru 2025 Program Studi Sosiologi, Universitas Teuku Umar (UTU), sebagai penerima bantuan pendidikan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP Kuliah).

Ibu Rindu, Winaria, mendukung kemauan sang anak untuk mengenyam pendidikan. “Karena anak saya semangat kuliah, saya dukung dia,” tuturnya, dikutip dari akun Instagram @ditjen_dikti, Kamis (16/10/2025).

Winaria adalah ibu rumah tangga yang sesekali membantu suaminya di ladang. Namun karena usia dan kesehatan, ia kini fokus mengurus rumah.

Ayah Rindu, Sulaiman S, adalah seorang buruh tani di lahan orang lain. Menginjak usia 64 tahun, ia masih menafkahi keluarga dan membiayai anaknya.

“‘Aku harus kuliah’ katanya. ‘Aku kuliah Pak, dari KIP prestasi Pak ini’,” tutur Sulaiman menirukan Rindu saat mengutarakan hendak lanjut kuliah.

“Memang jenius otaknya, aku akui jenius otaknya,” imbuhnya memuji sang anak.

Ingin S2

Rindu menuturkan, ia punya mimpi untuk mengubah nasib keluarganya dan membelikan rumah untuk ayahnya saat sudah sukses. Sementara, ia ingin menekuni pendidikan tinggi hingga jenjang S2.

“Saya pengen lanjut S2, pengen kali. Saya ingin jadi dosen. Itu cita-cita dari dulu. Pengen kali, Pak. Makanya pengen kuliah,” tuturnya.

Pengen jadi dosen sosiologi,” imbuh Rindu.

Dalam kunjungan ke rumah Rindu, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) Khairul Munadi membawa Rindu untuk pemeriksaan mata. Ia juga mendapat kacamata baru serta laptop titipan Mendiktisaintek Brian untuk menunjang kegiatan belajar.

“(Agar) Rindu bisa belajar dengan sebaik-baiknya. Semangat, semangat,” ucapnya.

Khairul menuturkan, KIP Kuliah merupakan program prioritas untuk memperluas akses pendidikan tinggi bagi pelajar dengan keterbatasan ekonomi agar potensinya tidak terhenti lantaran persoalan biaya. Ia berharap Tio kini terus berani bermimpi setinggi-tingginya dalam menjalani pendidikan tinggi.

Rektor Universitas Teuku Umar, Ishaq Hasan, berharap mahasiswanya tersebut nyaman belajar dan berkembang di kampus secara adil.

“Kami ingin memastikan setiap mahasiswa, terutama dari keluarga kurang mampu, mendapatkan ruang untuk berkembang. KIP Kuliah bukan sekadar bantuan biaya, tetapi dorongan agar mereka bisa menatap masa depan dengan lebih percaya diri,” tuturnya.

(twu/pal)



Sumber : www.detik.com

Kanker Kolorektal Intai Gen Z, Kemenkes Bakal Skrining 33 Juta Populasi Berisiko


Jakarta

Kanker kolorektal makin banyak ditemukan pada usia muda. Kementerian Kesehatan RI berupaya meningkatkan skrining, temuan kasus kanker kolorektal lebih dini agar kematian bisa dicegah.

Targetnya, 33 juta warga Indonesia yang masuk kategori populasi berisiko bisa diskrining selambatnya 2025. Berdasarkan data awal cek kesehatan gratis, lima provinsi dengan jumlah populasi berisiko tinggi terbanyak berada di Bali, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur dengan 7,6 juta orang.

Kepala Tim Kerja KDI Kemenkes RI Rindu Rachmiati SKM M Epid menjelaskan kanker kolorektal adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar terdiri dari kolon, bagian terpanjang usus besar atau rektum bagian kecil terakhir dari usus besar sebelum anus.


Mengutip data International Agency for Research on Cancer (IARC), Rindu menekankan kanker kolorektal adalah salah satu penyebab kematian tertinggi akibat kanker di Indonesia.

“Penyebab kematian kelima tertinggi di Indonesia. Angka kematian kolorektal laki-laki dan perempuan tidak terlalu jauh bedanya dibandingkan dengan misalkan perempuan payudara dan kanker serviks. Dengan insiden kasus prevalensinya 12,1 dan kematian 6,6,” sebutnya.

Kanker terus menjadi beban pembiayaan terbesar kedua terkait kesehatan, dengan sekitar Rp 5,9 triliun menurut data 2022.

Rindu merinci kelompok yang memiliki faktor risiko tinggi kanker kolorektal:

  • usia lebih dari 45 tahun laki2 perempuan
  • memiliki riwayat keluarga kanker susus
  • pola makan rendah serat tinggi lemak junkfood
  • perokok
  • obesitas sentral
  • kurang aktivitas fisik

“Mayoritas ditemukan dalam stadium lanjut,” tegas dia.

Karenanya, pemerintah meningkatkan deteksi dini demi menekan kemungkinan angka kesakitan dan kematian serta tingginya beban biaya kesehatan akibat kanker. Bila ini semua tidak diintervensi, diperkirakan terjadi peningkatan 77 persen kasus kanker di 2050.

Skrining akan dilakukan pada orang yang tampaknya sehat di atas 45 tahun, tidak memiliki gejala. Pertama dilakukan wawancara kuesioner, bila hasilnya dinyatakan berisiko, dilakukan pemeriksaan colok dubur, hingga pemeriksaan darah samar pada feses.

(naf/kna)



Sumber : health.detik.com

Biografi Singkat, Pendidikan, Pemikiran, dan Bukunya


Jakarta

Tan Malaka merupakan Pahlawan Nasional yang dikenal memiliki pemikiran penting bagi Indonesia. Pemikiran Tan Malaka diabadikan melalui buku-bukunya, termasuk yang berjudul “Madilog”.

Tan Malaka lahir pada 2 Juni 1897 di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat. Ia memiliki nama lain dengan gelarnya yaitu Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka.

Nama “Tan Malaka” sendiri merupakan gelar adat yang ia sandang sejak usia 16 tahun. Gelar itu kemudian melekat dan menjadi identitas perjuangannya hingga akhir hayat.


Sutan Ibrahim, nama kecilnya, berasal dari keluarga Muslim Minangkabau yang taat. Sejak kecil, mendapat penempaan nilai-nilai agama, budaya matrilineal, hingga tradisi pencak silat.

Pendidikan tersebut menjadi karakter Tan Malaka yang disiplin, pemberani, dan visioner, demikian dikutip dari Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 3 No 1 (2022), karya Jems Sopacua dari Universitas Negeri Yogyakarta.

Pendidikan Tan Malaka

Tan Malaka mendapatkan pendidikan formalnya dimulai di Suliki, lalu berlanjut ke Kweekschool Bukittinggi, sekolah pribumi satu-satunya di Sumatera. Ia lulus dari Inlandsche Kweekschool voor Onderwijzers di Bukittinggi hingga lulus pada 1913.

Dengan pemikirannya yang menonjol, ia kemudian melanjutkan studi ke Belanda untuk belajar di Rijkskweekschool Haarlem (1913-1919). Studi di Belanda ini yang kemudian membuka wawasan dan pola pikirnya.

Tan Malaka muda mulai berkenalan dengan ide-ide politik, sosialisme, dan perlawanan terhadap kolonialisme. Dia banyak mempelajari tentang Sosialisme dan Komunisme setelah adanya Revolusi Rusia pada Oktober 1917. Tan Malaka membaca buku karya Karl Marx, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin.

Perjuangan Tan Malaka

Dengan latar belakang pendidikan dan pergaulannya, Tan Malaka tumbuh menjadi tokoh revolusioner. Pemikirannya yang terkenal yaitu tentang kemerdekaan sejati yang hanya bisa diraih melalui revolusi total.

Tan Malaka aktif di Sarekat Islam (SI) bersama H.O.S. Tjokroaminoto, lalu bergabung dengan PKI hingga sempat menjabat sebagai ketua pada 1921. Namun, karena pemikirannya yang independen, ia akhirnya keluar dan mendirikan partai bawah tanah PARI (1927).

Semboyannya tegas, “Merdeka 100 persen.”

Ia menolak kompromi dengan Belanda, bahkan setelah Proklamasi 17 Agustus 1945. Tan Malaka memilih menggerakkan massa, salah satunya dalam Rapat Raksasa Ikada 19 September 1945, yang menjadi bukti dukungan rakyat terhadap “Republik Muda”-nya Tan Malaka.

Sayangnya, sikap kerasnya membuat ia sering berbenturan dengan tokoh lain. Hidupnya diwarnai pengasingan, penjara, hingga akhirnya berakhir dengan eksekusi tragis pada 21 Februari 1949 di Kediri.

Pemikiran Revolusioner

Dalam Jurnal Jejak: Pendidikan Sejarah & Sejarah Vol. 6 No. 2 (2021) karya Wanda Marshanda, dijelaskan bahwa di balik sosoknya yang kontroversial, Tan Malaka meninggalkan warisan pemikiran yang masih relevan hingga kini. Ia bahkan merupakan pencetus ide Republik Indonesia.

1. Bapak Republik

Dalam bukunya Naar de Republiek Indonesia (1925), Tan Malaka merumuskan visi Indonesia merdeka jauh sebelum tulisan Hatta atau Soekarno. Karena itu, ia kerap dijuluki “Bapak Republik.”

2. Marxisme ala Tan Malaka

Ia memandang Marxisme bukan sebagai dogma, melainkan alat analisis untuk melawan penjajahan. Tan Malaka mencoba memadukan Marxisme dengan Pan-Islamisme dalam perjuangan rakyat.

3. Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika)

Ditulis pada masa pendudukan Jepang, Madilog mengajak rakyat berpikir rasional dan meninggalkan takhayul, agar mampu membangun kesadaran nasional yang kritis.

4. Gerpolek (Gerilya, Politik, Ekonomi)

Ditulis saat dipenjara, Gerpolek menjadi panduan revolusi tiga front: perjuangan bersenjata, politik ideologis, dan kemandirian ekonomi. Selain Madilog dan Gerpolek, pemikirannya yang lain, juga dituangkan dalam buku-buku seperti “Aksi Massa”, “Dari Penjara ke Penjara”, hingga “Menuju Republik Indonesia”.

Selama ini, dalam kacamata sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah, nama Tan Malaka tidak dikenalkan sebagai tokoh yang memiliki pemikiran penting bagi Bangsa Indonesia. Sejarah hanya sering mencatat bagaimana Soekarno dan Hatta menjadi tokoh sentral tunggal.

Padahal, perjuangan bangsa Indonesia dibangun oleh sejumlah tokoh, termasuk fondasi pemikiran dari Tan Malaka tentang revolusi dan Republik Indonesia.

*Penulis adalah peserta magang Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama

(faz/faz)



Sumber : www.detik.com