Tag Archives: warisan

Ayu Dyah Andari Hadirkan Warisan Batik Benang Bintik Kalteng ke Panggung JFW

Jakarta

Jakarta Fashion Week (JFW) menghadirkan sinergi budaya dan mode. Melangkah di panggung JFW 2026, Provinsi Kalimantan Tengah dengan keindahan budaya Dayak, membawa warisan leluhur mereka melalui sentuhan karya desainer Ayu Dyah Andari.

Ayu Dyah Andari dikenal karena adibusananya yang puitis dan mengangkat budaya Indonesia. Kali ini Ayu Dyah mengangkat seni tekstil Kalimantan Tengah melalui pagelaran Huma Betang, Lantunan Meniti Kenangan.

JFW 2025 Kalimantan TengahAyu Dyah Andari berkolaborasi dengan Provinsi Kalimantan Tengah bertajuk, Huma Betang: Lantunan Meniti Kenangan di JFW 2026. Foto: Ari Saputra/Detikcom.

Koleksi terbarunya ini adalah wujud nyata komitmen Ayu Dyah Andari untuk merayakan warisan Indonesia dalam setiap karyanya. “Alhamdulillah bisa menyelesaikan semua baju bahkan melebihi jumlah harapan kita,” tutur Ayu Dyah Andari saat ditemui di Jakarta Fashion Week 2026, Pondok Indah Mall, Jakarta Selatan, Jumat (31/10/2025).


JFW 2025 Kalimantan TengahAyu Dyah Andari berkolaborasi dengan Provinsi Kalimantan Tengah bertajuk, Huma Betang: Lantunan Meniti Kenangan di JFW 2026. Foto: Ari Saputra/Detikcom.

Bekerja sama dengan Dinas Provinsi Kalimantan Tengah, Ayu Dyah Andari mengangkat motif khas seperti batang garing dan aneka flora. Ketua Dekranasda Provinsi Kalimantan Tengah periode 2025-2030, Aisyah Thisia Agustiar Sabran mengaku antusias melihat warisan daerahnya diangkat ke panggung nasional.

“Ayu Dyah Andari bersedia untuk berkolaborasi dengan Dinas Provinsi Kalimantan Tengah, yang dimana kita juga mengangkat motif dari Kalimantan Tengah itu sendiri. Motif batang jaring dan aneka flora yang kita angkat,” jelas Aisyah Thisia Agustiar Sabran.

Koleksi ‘Huma Betang’ yang berarti rumah khas Kalimantan Tengah diinterpretasikan Ayu sebagai ‘kampung halaman.’ Dia menampilkan 33 karya dalam fashion show di JFW 2026. Mulai dari ready-to-wear, couture, hingga busana pesta, memastikan setiap warga Kalimantan Tengah dapat mengenakan identitas budaya mereka di setiap kesempatan.

Ayu Dyah Andari menggandeng sederet selebriti ternama untuk merepresentasikan koleksinya di panggung JFW, antara lain Kimmy Jayanti, Aurel Hermansyah dan Ameena, Okky Asokawati hingga Paula Verhoeven.

Kekayaan Benang Bintik dan Detail Khas Dayak

JFW 2025 Kalimantan TengahAyu Dyah Andari berkolaborasi dengan Provinsi Kalimantan Tengah bertajuk, Huma Betang: Lantunan Meniti Kenangan di JFW 2026. Foto: Ari Saputra/Detikcom.

Ayu Dyah Andari tidak hanya merancang busana, tetapi juga mengolah kain benang bintik khas Kalimantan Tengah, menggambar empat motif batik yang kaya makna. Ayu menuturkan beda utama batik khas Dayak ini adalah penekanan pada motif flora seperti tanaman pakis yang melambangkan ketahanan, anggrek langka yaitu anggrek hitam, dan buah khas Kalimantan, buah ketiau, yang semuanya diintegrasikan ke dalam busana.

“Saya menggunakan elemen tersebut ke dalam busana dan juga burung enggang perisai dayak dan begana juga,” tuturnya.

JFW 2025 Kalimantan TengahAyu Dyah Andari berkolaborasi dengan Provinsi Kalimantan Tengah bertajuk, Huma Betang: Lantunan Meniti Kenangan di JFW 2026. Foto Ketua Dekranasda Kalimantan Tengah, Aisyah dan putri tercinta. Foto: Ari Saputra/Detikcom.

Warna-warna yang digunakan, yaitu hijau, merah, putih, kuning, dan hitam, diolah menjadi palet modern seperti pink, sage, dan cream, untuk menjadikannya lebih dapat diterima di kancah internasional. Bahkan, siluet baju adat Sangkarut dan Ewah pun diadaptasi menjadi koleksi ready-to-wear yang stylish dan syarat akan budaya khas Kalimantan Tengah.

Puncaknya, koleksi pesta menampilkan bordir penuh motif batang garing dan burung enggang yang sangat detail, dipercantik dengan batu-batu khas Kalimantan Tengah, seperti batu kecubung ungu sebagai warna utama, yang memancarkan kekayaan budaya yang tak terlukiskan.

JFW 2025 Kalimantan TengahAyu Dyah Andari berkolaborasi dengan Provinsi Kalimantan Tengah bertajuk, Huma Betang: Lantunan Meniti Kenangan di JFW 2026. Foto: Ari Saputra/Detikcom.

(gaf/eny)



Sumber : wolipop.detik.com

Ayu Dyah Andari Hadirkan Warisan Batik Benang Bintik Kalteng ke Panggung JFW

Jakarta

Jakarta Fashion Week (JFW) menghadirkan sinergi budaya dan mode. Melangkah di panggung JFW 2026, Provinsi Kalimantan Tengah dengan keindahan budaya Dayak, membawa warisan leluhur mereka melalui sentuhan karya desainer Ayu Dyah Andari.

Ayu Dyah Andari dikenal karena adibusananya yang puitis dan mengangkat budaya Indonesia. Kali ini Ayu Dyah mengangkat seni tekstil Kalimantan Tengah melalui pagelaran Huma Betang, Lantunan Meniti Kenangan.

JFW 2025 Kalimantan TengahAyu Dyah Andari berkolaborasi dengan Provinsi Kalimantan Tengah bertajuk, Huma Betang: Lantunan Meniti Kenangan di JFW 2026. Foto: Ari Saputra/Detikcom.

Koleksi terbarunya ini adalah wujud nyata komitmen Ayu Dyah Andari untuk merayakan warisan Indonesia dalam setiap karyanya. “Alhamdulillah bisa menyelesaikan semua baju bahkan melebihi jumlah harapan kita,” tutur Ayu Dyah Andari saat ditemui di Jakarta Fashion Week 2026, Pondok Indah Mall, Jakarta Selatan, Jumat (31/10/2025).


JFW 2025 Kalimantan TengahAyu Dyah Andari berkolaborasi dengan Provinsi Kalimantan Tengah bertajuk, Huma Betang: Lantunan Meniti Kenangan di JFW 2026. Foto: Ari Saputra/Detikcom.

Bekerja sama dengan Dinas Provinsi Kalimantan Tengah, Ayu Dyah Andari mengangkat motif khas seperti batang garing dan aneka flora. Ketua Dekranasda Provinsi Kalimantan Tengah periode 2025-2030, Aisyah Thisia Agustiar Sabran mengaku antusias melihat warisan daerahnya diangkat ke panggung nasional.

“Ayu Dyah Andari bersedia untuk berkolaborasi dengan Dinas Provinsi Kalimantan Tengah, yang dimana kita juga mengangkat motif dari Kalimantan Tengah itu sendiri. Motif batang jaring dan aneka flora yang kita angkat,” jelas Aisyah Thisia Agustiar Sabran.

Koleksi ‘Huma Betang’ yang berarti rumah khas Kalimantan Tengah diinterpretasikan Ayu sebagai ‘kampung halaman.’ Dia menampilkan 33 karya dalam fashion show di JFW 2026. Mulai dari ready-to-wear, couture, hingga busana pesta, memastikan setiap warga Kalimantan Tengah dapat mengenakan identitas budaya mereka di setiap kesempatan.

Ayu Dyah Andari menggandeng sederet selebriti ternama untuk merepresentasikan koleksinya di panggung JFW, antara lain Kimmy Jayanti, Aurel Hermansyah dan Ameena, Okky Asokawati hingga Paula Verhoeven.

Kekayaan Benang Bintik dan Detail Khas Dayak

JFW 2025 Kalimantan TengahAyu Dyah Andari berkolaborasi dengan Provinsi Kalimantan Tengah bertajuk, Huma Betang: Lantunan Meniti Kenangan di JFW 2026. Foto: Ari Saputra/Detikcom.

Ayu Dyah Andari tidak hanya merancang busana, tetapi juga mengolah kain benang bintik khas Kalimantan Tengah, menggambar empat motif batik yang kaya makna. Ayu menuturkan beda utama batik khas Dayak ini adalah penekanan pada motif flora seperti tanaman pakis yang melambangkan ketahanan, anggrek langka yaitu anggrek hitam, dan buah khas Kalimantan, buah ketiau, yang semuanya diintegrasikan ke dalam busana.

“Saya menggunakan elemen tersebut ke dalam busana dan juga burung enggang perisai dayak dan begana juga,” tuturnya.

JFW 2025 Kalimantan TengahAyu Dyah Andari berkolaborasi dengan Provinsi Kalimantan Tengah bertajuk, Huma Betang: Lantunan Meniti Kenangan di JFW 2026. Foto Ketua Dekranasda Kalimantan Tengah, Aisyah dan putri tercinta. Foto: Ari Saputra/Detikcom.

Warna-warna yang digunakan, yaitu hijau, merah, putih, kuning, dan hitam, diolah menjadi palet modern seperti pink, sage, dan cream, untuk menjadikannya lebih dapat diterima di kancah internasional. Bahkan, siluet baju adat Sangkarut dan Ewah pun diadaptasi menjadi koleksi ready-to-wear yang stylish dan syarat akan budaya khas Kalimantan Tengah.

Puncaknya, koleksi pesta menampilkan bordir penuh motif batang garing dan burung enggang yang sangat detail, dipercantik dengan batu-batu khas Kalimantan Tengah, seperti batu kecubung ungu sebagai warna utama, yang memancarkan kekayaan budaya yang tak terlukiskan.

JFW 2025 Kalimantan TengahAyu Dyah Andari berkolaborasi dengan Provinsi Kalimantan Tengah bertajuk, Huma Betang: Lantunan Meniti Kenangan di JFW 2026. Foto: Ari Saputra/Detikcom.

(gaf/eny)



Sumber : wolipop.detik.com

Hari Batik Nasional, Ini Cara Bikin Twibbon Bingkai untuk WA dan IG Story


Jakarta

Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya, salah satu yang terkenal, bahkan sudah diakui dunia adalah batik. Tahu nggak detikers, kalau hari ini, 2 Oktober 2024, adalah Hari Batik Nasional.

Yuk, sama-sama kita rayakan Hari Batik Nasional dengan membuat Bingkai. Kamu bisa menggunakan bingkai Hari Batik Nasional untuk foto profil media sosial milik kamu.

Selain menunjukkan kebanggaan kamu akan batik, desain Bingkai juga cantik banget. Jadi sayang untuk dilewatkan begitu saja.


Cara menggunakan Bingkai.id untuk Hari Batik Nasional 2024

  1. Buka situs www.detik.com, temukan box ‘Bingkai’ di atas Berita Terpopuler. Klik ‘Yuk Ikutan!’. Opsi lainnya adalah langsung masuk ke situs Bingkai.id
  2. Setelah masuk ke website Bingkai.id, klik pilihan ‘Eksplor Bingkai’. Kamu akan diarahkan ke pencarian untuk ‘Hari Batik Nasional 2024’
  3. Pilih bentuk atau ukuran foto, ada opsi square (untuk feed dan foto profil) dan portrait (untuk story IG, FB, dan WA)
  4. Tentukan desain sesuai keinginanmu
  5. Sentuh ‘Lanjutkan’, kemudian pilih foto yang ingin kamu gunakan, sentuh ‘Lanjutkan’ lagi
  6. Pilih ‘Unduh’ untuk mengambil foto yang sudah kamu jadikan bingkai
  7. Jangan lupa untuk ‘SALIN HASTAG’ untuk kamu bagikan ke media sosial. Hashtag-nya ialah #RayakanSetiapDetik #RayakanBersamaBingkai.
Sentuh 'Lanjutkan', kemudian pilih foto yang ingin kamu gunakan, sentuh 'Lanjutkan' lagiSentuh ‘Lanjutkan’, kemudian pilih foto yang ingin kamu gunakan, sentuh ‘Lanjutkan’ lagi Foto: Aisyah/detikINET

Jadi, itulah cara menggunakan Bingkai.id untuk merayakan Hari Batik Nasional. Yuk, segera buat dan bagikan di media sosial. Semua orang harus tahu bahwa kamu bangga dengan batik yang merupakan warisan budaya Indonesia.


(ask/afr)



Sumber : inet.detik.com

Di Kampung Ini Jalak Bali Dikonservasi dengan Adat dan Gotong-royong Warga



Tabanan

Jalak bali nyaris punah. Di kampung ini, satwa itu dilindungi lewat adat.

Adalah di Banjar Tingkihkerep, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, jalak bali mempunyai rumah. Di kampung itu dilakukan konservasi jalak bali berbasis kekuatan hukum adat yang ditaati masyarakat setempat.

Bendesa Adat Tengkudak, I Nyoman Oka Tridadi, menyebutkan bahwa Banjar Tingkihkerep memiliki awig-awig (aturan adat) khusus yang melindungi lingkungan dan habitat jalak Bali. Salah satu aturan pentingnya adalah larangan menebang pohon tanpa izin. Jika dilanggar, pelakunya diwajibkan menanam dua pohon pengganti, terutama pohon buah-buahan yang bisa menjadi sumber pakan bagi burung jalak Bali.


“Kalau ada warga, bahkan dari luar banjar, yang nebang pohon, dia harus tanam dua pohon. Terutama yang bisa jadi makanan jalak Bali,” ujar Oka Tridadi, Minggu (8/6/2025), dikutip dari detikbali.

Menariknya, aturan pelestarian itu hanya berlaku di Banjar Tingkihkerep dan tidak diberlakukan di banjar adat lain di desa tersebut.

“Masyarakat di sini memang memiliki semangat tinggi dalam menjaga satwa dan lingkungan sekitarnya,” Oka menambahkan.

Banjar Tingkihkerep bukan dipilih secara sembarangan sebagai lokasi konservasi. Project Manager dari Yayasan FNPF I Made Sugiarta mengatakan bahwa pemilihan lokasi dilakukan setelah observasi mendalam, mempertimbangkan faktor geografis, kekuatan hukum adat, dan karakter masyarakatnya.

burung jalak Bali di Kampung Jalak Bali, Banjar Tingkihkerep, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, Minggu (8/6/2025). (I Dewa Made Krisna Pradipta)burung jalak Bali di Kampung Jalak Bali, Banjar Tingkihkerep, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, Minggu (8/6/2025). (I Dewa Made Krisna Pradipta)

“Kampung Jalak Bali ini bukan sekadar tempat wisata, tapi kawasan konservasi berbasis edukasi. Hanya saja, yang masih kurang itu ruang informasi. Jadi wisatawan belum terlalu paham soal karakter atau perkembangan jalak Bali di sini,” ujarnya.

Yayasan FNPF bekerja sama dengan Balai KSDA dan sejumlah akademisi Universitas Udayana dalam program ini, yang kini menjadi salah satu contoh konservasi berbasis masyarakat yang berhasil.

Camat Penebel, I Putu Agus Hendra Manik Mastawa, menilai keberadaan Kampung Jalak Bali sangat potensial untuk menjadi destinasi pendukung pariwisata Jatiluwih yang telah mendunia sebagai warisan budaya UNESCO.

“Desa Jatiluwih itu ikonnya Penebel. Nah, desa-desa di sekitarnya, seperti Tengkudak, bisa jadi penyangga. Apalagi Kampung Jalak Bali ini punya konsep yang sangat menarik dan ramah lingkungan,” kata dia.

Kecamatan juga terus menggali potensi lokal lainnya, mulai dari pertanian, budidaya kopi, durian, lebah madu, hingga wisata religi untuk memperkuat daya tarik kawasan Penebel secara keseluruhan.

Saat ini, tantangan utama yang dihadapi Kampung Jalak Bali adalah minimnya fasilitas dasar untuk wisatawan, seperti ruang informasi dan toilet. Manik Mastawa akan mengusulkan kebutuhan ini kepada Dinas Pariwisata Tabanan agar bisa segera direalisasikan.

“Saya rasa ini wajib ada, dan akan kami sampaikan ke pemerintah daerah,” kata dia.

(fem/fem)



Sumber : travel.detik.com

Museum Kayu Tuah Himba, Isinya Wasiat Hutan Kalimantan yang Amat Kaya



Kutai Kartanegara

Di tengah isu deforestasi yang makin parah, sebuah oase berdiri di Kutai Kartanegara untuk mencerdaskan anak bangsa tentang kayu dan segala seluk beluknya.

Namanya Museum Kayu Tuah Himba. Lokasinya berada di Tenggarong, Kutai Kartanegara. Ia berdiri tegak melawan
gencarnya pembangunan dan laju deforestasi yang kian menggerogoti hutan Kalimantan.

Bukan sekadar etalase benda mati, museum ini berisi wasiat tentang hutan Kalimantan yang teramat kaya. Wasiat dari hutan Kalimantan di museum ini akan terus berteriak tentang kekayaan yang kian menipis dan warisan alam yang nyaris sirna.


Berdiri di kawasan Waduk Panji Sukarame, museum ini menyajikan napas sejarah dan geologi Kalimantan yang terangkum dalam jejeran koleksi kayu, fosil, hingga artefak budaya di Tanah Borneo.

Samiudin, pengelola Museum Kayu Tuah Himba, menjelaskan bahwa museum ini bukan hanya tempat penyimpanan, melainkan cerminan kepedulian atas maraknya kerusakan hutan.

“Satu pohon dapat membuat jutaan batang korek api, tapi satu batang korek api dapat membakar jutaan pohon,” begitu bunyi pepatah yang terpampang di salah satu sudut museum yang disebut Samiudin sebagai mantra yang terus-menerus didengungkan.

Gagasan untuk membangun Museum Kayu Tuah Himba bukanlah tanpa alasan. Cikal bakal pendirian museum ini berawal dari keprihatinan mendalam atas kerusakan hutan yang masif di Kalimantan Timur, pada 1990-an. Hutan-hutan yang tadinya perkasa porak-poranda oleh ekspansi industri ekstraktif dan aktivitas ilegal.

Kondisi itu memicu kegelisahan para pemerhati lingkungan dan mendorong pemerintah daerah untuk mengambil tindakan konkret. Pemerintah daerah kemudian merespons desakan tersebut dan melihat pentingnya sebuah institusi yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk memberi pengenalan, penanaman, pemanfaatan, serta penyimpanan terhadap berbagai jenis kayu yang sudah mulai langka dan hampir punah akibat dari kerusakan hutan yang terjadi.

Maka lahirlah sebuah ide untuk membangun Museum Kayu Tuah Himba. Pembangunan museum itu dimulai pada 1 Januari 1994 dan diresmikan secara umum pada 25 September 1996.

Museum kayu yang berada di Tenggarong, Kukar.Museum Kayu yang berada di Tenggarong, Kukar. Foto: Museum kayu yang berada di Tenggarong, Kukar. (Muhammad Budi Kurniawan/detikcom)

Momentum peresmian ini pun bertepatan dengan Hari Jadi ke-214 Kota Tenggarong, sebuah simbolisasi bahwa pelestarian alam adalah bagian tak terpisahkan dari identitas daerah.

Nama Tuah Himba menyimpan makna filosofis. Museum Kayu adalah “Odah” (dalam bahasa Kutai) atau tempat untuk menyimpan berbagai jenis kayu.

Tuah mengandung makna sakti, keramat, berkat (pengaruh), yang mendatangkan keberuntungan. Himba berarti hutan (dalam bahasa Kutai).

Dengan demikian, Museum Kayu Tuah Himba secara harfiah dapat dimaknai sebagai tempat yang menyimpan berbagai jenis kayu, yang memiliki tuah atau keberkatan dari hutan. Sebuah nama yang merefleksikan harapan agar museum ini menjadi penjaga dan pelestari keberkahan hutan Kalimantan.

Menyimpan Koleksi Kayu Langka hingga Buaya

Melangkahkan kaki ke dalam Museum Kayu Tuah Himba adalah memasuki lorong yang menampilkan keanekaragaman hayati dan budaya Kalimantan. Samiudin mengungkapkan bahwa koleksi yang tersimpan di museum ini mencapai kurang lebih 855 jenis. Koleksi yang mencerminkan kekayaan alam dan kreativitas manusia di Kalimantan.

Mayoritas koleksi, tentu saja, berfokus pada kayu, dengan sekitar 305 jenis kayu, 250 jenis herbarium (spesimen tumbuhan kering yang diawetkan), 105 jenis arboritum (spesimen pohon yang diawetkan), dan 50 jenis rotan.

Tak hanya kayu dan tumbuhan, museum ini juga memamerkan hasil olahan kayu dan artefak budaya lokal, seperti 35 jenis olahan dari kayu, 12 jenis peralatan dapur tradisional, 17 jenis alat musik, dan 12 jenis alat tangkap ikan tradisional.

Di antara koleksi kayu dan artefak yang artistik, perhatian pengunjung seringkali tertuju pada sebuah koleksi yang paling mencolok dan punya unsur misteri, buaya Sangatta.

Museum kayu yang berada di Tenggarong, Kukar.Museum Kayu yang berada di Tenggarong, Kukar. Foto: Museum kayu yang berada di Tenggarong, Kukar. (Muhammad Budi Kurniawan/detikcom)

Buaya raksasa yang diawetkan ini memiliki cerita yang menjadi legenda lokal. Buaya Sangatta hidup di di daerah rawa-rawa yang bermuara ke laut atau air payau, sebagaimana narasi yang tertera di dekat awetan buaya.

Buaya itu ditangkap pada 8 Maret 1996 setelah memangsa seorang wanita bernama Hairani (35 tahun), yang tinggal di daerah Sungai Kenyamukan, Sangatta, Kabupaten Kutai Timur.

Buaya ini saat ditangkap memiliki panjang 6,8 meter dan berat 850 kilogram. Kemudian lingkar perut 1,8 meter serta berjenis kelamin jantan dan berumur sekitar 70 tahun.

Selain buaya Sangatta, tepat di sampingnya juga dipamerkan buaya Muara Badak yang diawetkan. Ukurannya juga tampak besar namun lebih kecil dari buaya Sangatta.

Punya Koleksi Kayu yang Sangat Langka

Di museum ini, pengunjung dapat melihat berbagai jenis kayu, mulai dari yang masih lestari hingga yang sudah langka.

“Kayu-kayu yang dipamerkan ini, sebagian masih ada dan ada juga yang sudah hampir punah,” kata Samiudin.

Museum ini berada di bawah pengelolaan Dinas Pendidikan, Bidang Kebudayaan, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara. Museum Kayu Tuah Himba adalah sebuah monumen. Monumen peringatan atas kerentanan hutan Kalimantan, sekaligus monumen harapan akan masa depan yang lebih lestari.

Di setiap serat kayu yang terpampang, di setiap awetan hewan yang membisu, dan di setiap artefak yang bercerita, terkandung wasiat tentang menjaga hutan, sebab hutan adalah jantung kehidupan.

Museum Kayu Tuah Himba juga memamerkan koleksi kayu berkhasiat yang telah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat Kutai Kartanegara, khususnya suku Dayak pedalaman.

Beberapa jenis kayu yang dipamerkan dengan khasiat luar biasa antara lain Kayu Pasak Bumi atau Tongkat Ali (Eurycoma longifolia jack), sejenis tumbuhan asli Kalimantan yang tumbuh di dataran tinggi tropis yang belum rusak. Kayu ini terkenal sebagai tonikum bagi ibu melahirkan, obat kuat pria, mengatasi demam hingga malaria.

Ada pula Kayu Gading, atau dalam bahasa Dayak disebut Kayu Ulas, yang banyak tumbuh di sekitar pegunungan Meratus. Teksturnya keras, dan setelah kulit luarnya dibersihkan, warnanya putih kekuningan.

Kayu gading berkhasiat dapat menolak binatang buas, santet, teluh, guna-guna, dan berbagai ilmu hitam lainnya. Sebuah kepercayaan dan praktik tradisional dalam melindungi diri.

Selanjutnya, Kayu Sepang atau Kayu Secang (Caesalpinia sappan. L) berkhasiat sebagai pengusir setan, penambah darah setelah melahirkan, penangkal radikal bebas, digunakan sebagai tanda untuk mengetahui kelahiran, dan sebagai pewarna alami berwarna merah.

Terakhir, ada Kayu Kernanga Hutan (Canangium odoratum) yang berkhasiat sebagai obat malaria, asma, sesak napas, penangkal racun, obat kudis, obat luar untuk pembesaran limpa, demam, bronkitis, dan jamu setelah melahirkan.

Koleksi ini tidak hanya mendidik pengunjung tentang keanekaragaman hayati Kalimantan, tetapi juga menghargai pengetahuan lokal yang telah diwariskan turun-temurun.

Selain itu, museum ini juga menyoroti koleksi kerajinan rotan (Calamus). Rotan adalah tumbuhan yang hidup dan berkembang biak di daerah pepohonan lebat atau hutan tropis. Rotan berduri, hampir seluruh batangnya dari pangkal hingga ujung dipenuhi duri kecil yang sangat tajam.

Untuk di Kabupaten Kutai Kartanegara, etnis yang membudidayakan rotan adalah etnis Kutai dan Dayak, yang biasanya digunakan sebagai bahan pengikat bangunan rumah seperti tiang, atap, lantai, dan dinding.

Kalimantan memiliki rumpun rotan terbanyak dengan 137 jenis, diikuti 91 jenis di Sumatera, 19 jenis di Jawa, 48 jenis di Irian, 11 jenis di Maluku, satu jenis di Timor-Timor, dan satu jenis di Sumbawa.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

8 Wisata Sejarah di Bandung, Jejak Peninggalan Perjuangan Kemerdekaan



Jakarta

Kota Bandung tidak hanya memiliki wisata kuliner dan wisata alam. Kota kembang juga memiliki wisata sejarah saat memperjuangkan merebut kemerdekaan.

Perayaan hari ulang tahun ke-80 RI menjadi momentum untuk mengenang jasa pahlawan. Kota Bandung memiliki jejak perjuangan mereka, mulai dari Gedung Sate yang ikonik hingga Taman Sejarah.

Rekomendasi 8 Tempat Wisata Sejarah Kemerdekaan di Bandung

1. Gedung Sate


Gedung Sate.Gedung Sate. (Bima Bagaskara/detikJabar)

Alamat: Jalan Diponegoro nomor 22, Bandung

Gedung Sate amat lekat sebagai identitas Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat. Nama Gedung Sate berasal dari suara warga, bahkan bermula dari bentuk protes yang bernuansa satire.

Adalah desain bangunan berupa ornamen menyerupai tusuk sate di bagian puncaknya, sebuah struktur menara kecil berbentuk tumpeng bertingkat dengan hiasan enam bola di ujungnya, yang menjadikan gedung itu dinamai dengan Gedung Sate. Menara itu penangkal petir.

Gedung megah bergaya Indo-Eropa itu mulai dibangun pada 1920 sebagai Departement Verkeer en Waterstaat atau Gedung Departemen Pekerjaan Umum. Arsiteknya berasal dari Belanda Ir. J. Gerber, yang menggabungkan unsur klasik Eropa dengan sentuhan arsitektur lokal Nusantara.

Penamaan Gedung Sate itu karena warga kesulitan menyebut nama bangunan tersebut, yakni Departement Verkeer en Waterstaat. Saat pembangunan rampung, warga Bandung yang melihat bentuk gedung ini punya reaksi unik. Alih-alih menyebut nama resminya yang panjang dan rumit dalam bahasa Belanda, masyarakat lebih nyaman menyebutnya Gedung Sate.

Protes yang dibungkus dengan guyonan ini pun menyebar cepat. Dari warung kopi hingga pasar, orang-orang menyebut bangunan megah itu dengan nama Gedung Sate hingga akhirnya nama itu bertahan hingga sekarang.

2. Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat

Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat di Jalan Japati, Kota Bandung, Jawa Barat, tengah direvitalisasi. Revitalisasi monumen bersejarah ini terus dikebut.Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat di Jalan Japati, Kota Bandung, Jawa Barat, tengah direvitalisasi. Revitalisasi monumen bersejarah ini terus dikebut. (Wisma Putra)

Alamat: Jalan Dipatiukur nomor 58

Dikutip dari detikjabar, Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat berhadapan dengan Gedung Sate dan di depan Kampus Universitas Padjadjaran (Unpad), Kota Bandung. Monumen berdiri di atas tanah seluas ± 72.040 m² dan luas bangunan ± 2.143 m².

Monumen itu berbentuk bambu runcing yang dipadukan dengan gaya arsitektur modern. Monumen diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat, R. Nuriana pada tanggal 23 Agustus 1995.

Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat memiliki koleksi hanya berupa tujuh diorama pada ruang pameran tetap. Ada pun koleksi diorama pada ruang pameran tetap tersebut adalah:

1. Diorama Perjuangan Sultan Agung Tirtayasa Bersama Rakyat Menentang Kolonial Belanda Tahun 1658
2. Diorama Partisipasi Rakyat Dalam Pembangunan Jalan di Sumedang
3. Diorama Perundingan Linggarjati 1946
4. Diorama Bandung Lautan Api 24 Maret 1946
5. Diorama Long Mach Siliwangi Januari 1949
6. Diorama Konfrensi Asia Afrika di Bandung 1955
7. Diorama Operasi Pagar Betis (Operasi Brata Yuda) 1962.

3. Goa Belanda dan Goa Jepang

Monumen Patung Taman Hutan Raya DjuandaMonumen Patung Taman Hutan Raya Djuanda (detik)

Alamat: Kompleks Tahura Juanda, Jalan Ir.H.Juanda nomor 99

Goa Belanda dan Goa Jepang terletak di kompleks Taman Hutan Raya (Tahura) Juanda. Traveler hanya perlu berjalan sekitar 500 meter dari pintu masuk utama.

Sementara itu, Hutan Raya Ir. H. Juanda, adalah hutan lindung seluas 590 ha dibangun Hindia Belanda pada 1912. Hutan lindung dengan nama Hutan Lindung Pulosari, dibangun bersamaan dengan terowongan penyadap air Sungai Cikapundung atau Gua Belanda diresmikan pada 1922.

Sejak Indonesia merdeka, kawasan Hutan Lindung Pulosari menjadi aset pemerintah Republik Indonesia dan dikelola oleh Djawatan Kehutanan. Pada 1960, ketika Mashudi menjabat Gubenur Jawa Barat, digagas Pembangunan Taman Hutan Wisata Alam sekaligus berfungsi sebagai Kebun Raya.

Saat ini, Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda Bandung, banyak dikunjungi oleh wisatawan, baik domestik maupun mancanegara dan warga Bandung.

4. Museum Pos Indonesia

MuseumMuseum Pos Indonesia (Satria Nandha/detikTravel)

Alamat: Jalan Cilaki nomor 73

Museum ini terletak di dalam kompleks Gedung Sate Bandung. Dikutip dari situs resmi pos indonesia, Museum Pos Indonesia sudah ada sejak masa Hindia Belanda dengan nama Museum PTT (Pos Telegrap dan Telepon), tepatnya pada 1931.

Museum itu memiliki koleksi prangko, baik dalam maupun luar negeri. Sayangnya, akibat peristiwa Perang Dunia ke II Museum itu kurang terurus, bahkan nyaris terlupakan.

Hingga kemudian, muncul gagasan untuk mendirikan Museum Pos dan Giro yang koleksinya tidak hanya terdiri dari prangko-prangko tetapi juga benda-benda lainnya berupa foto-foto, peralatan pos dan lain sebagainya yang bernilai sejarah.

Untuk mewujudkan gagasan yang sudah lama ada ini maka pada tanggal 18 Desember 1980 oleh Direksi Perum Pos dan Giro telah dibentuk sebuah panitia dengan nama Panitia Persiapan Pendirian Museum Pos dan Giro dengan tugas utama melakukan inventarisasi dan mengumpulkan benda-benda bersejarah yang layak dijadikan isi museum.

Pada 27 September 1982 dilakukan peresmian penerapan Sistem Kode Pos Indonesia untuk keperluan intern Perum Pos dan Giro oleh Direktur Utama Perum Pos dan Giro di ruangan lantai bawah gedung Kantor Pusat Perum Pos dan Giro. Dan setahun kemudian pada 27 September 1983 bertepatan dengan Hari Bakti Postel ke 38 ruangan lantai bawah tersebut oleh Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, Achmad Tahir telah diresmikan sebagai museum dengan nama Museum Pos dan Giro.

Kemudian, seiring perkembangan perusahaan pos, mulai 20 juni 1995 nama dan status perusahaan berubah dari Perusahaan Umum Pos dan Giro menjadi PT. Pos Indonesia (persero) maka nama museum juga diubah menjadi Museum Pos Indonesia.

5. Museum Mandala Wangsit Siliwangi

Museum Mandala Wangsit Bandung.Museum Mandala Wangsit Bandung. (Elia Amaliana)

Alamat: JalanLembong nomor 38

Dikutip dari situs Kemdikbud, Museum Mandala Wangsit merupakan museum khusus yang diresmikan pada 23 Mei 1996 oleh Panglima Divisi Siliwangi, yakni Kolonel Ibrahim Adjie. Nama Mandala Wangsit diartikan sebagai tempat untuk menyimpan amanat dan nasihat. Adapun, Siliwangi merupakan nama Kodam TNI-AD di Jawa Barat dan Banten yang diambil dari nama Raja Kerajaan Sunda.

Museum ini menjadi institusi sejarah yang berperan penting dalam melestarikan warisan dari divisi Siliwangi. Sekaligus mengedukasi masyarakat tentang kontribusi dan pengorbanan TNI dalam mempertahankan Indonesia.

Ruangan dalam museum dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan kejadian-kejadian yang ada di masa lampau. Seperti ruangan koleksi penumpasan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), Operasi Seroja Timor Timur, Pemberontakan DI/TII, Palagan Bandung, dan peristiwa lainnya yang terjadi di masa pergerakan Indonesia.

Sejumlah koleksi senjata tajam yang pernah digunakan di masa pergerakan seperti Kujang Pajajaran, keris, golok, pedang, bambu runcing, panah juga tersusun rapih di dalam etalase. Di setiap ruangan juga memajang diorama dan lukisan realis yang menggambarkan kondisi pada saat itu.

6. Gedung Merdeka

Gedung MerdekaGedung Merdeka Bandung (detikcom)

Alamat: Jalan Asia Afrika nomor 65

Gedung Merdeka adalah gedung bersejarah yang terletak tak jauh dari Alun-alun Kota Bandung. Gedung ini pernah digunakan sebagai lokasi penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Aisa Afrika di tahun 1955, sekaligus gedung tempat kelahiran Dasasila Bandung.

Dikutip dari bandung.go.id, bangunan itu dirancang pada 1926 oleh Van Galen Last dan C.P. Wolff Schoemaker. Mereka adalah Guru Besar pada Technische Hoogeschool te Bandoeng (TH Bandoeng, yang kemudian menjadi Institut Teknologi Bandung atau ITB).

Gedung itu kental sekali dengan nuansa art deco dan gedung megah ini terlihat dari lantainya yang terbuat dari marmer buatan Italia yang mengkilap, ruangan-ruangan tempat minum-minum dan bersantai terbuat dari kayu cikenhout, sedangkan untuk penerangannya dipakai lampu-lampu bias kristal yang tergantung gemerlapan. Gedung ini menempati areal seluas 7.500 m2.11.

7. Taman Sejarah Bandung

Taman Sejarah BandungTaman Sejarah Bandung (Fitroh Rara Azzahro)

Alamat: Jalan Aceh nomor 53

Taman yang terletak di area belakang Balai Kota Bandung ini didesain untuk mengenang para pemimpin daerah sejak awal berdirinya Kota Bandung. Di area taman ini juga sempat ada wahana kolam air yang kerap digunakan warga untuk bermain air. Areanya cukup luas, cocok digunakan untuk duduk bersantai.

8. Penjara Banceuy Soekarno

Warga berduyun-duyun mengunjungi Situs Penjara Banceuy yang ada di Jalan ABC, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (1/6/2022) pagi. Kunjungan warga ini memperingati Hari Kelahiran Pancasila.Situs Penjara Banceuy yang ada di Jalan ABC, Kota Bandung, Jawa Barat (Wisma Putra)

Alamat: Jalan Banceuy

Penjara Banceuy menjadi salah satu saksi bisu perjalanan perjuangan Soekarno. Di penjara ini, Soekarno pernah ditahan oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1930 sebelum diadili di Gedung Indonesia Menggugat.

Kini, bangunan bekas sel Soekarno masih dilestarikan dan bisa dikunjungi oleh masyarakat. Di dalamnya terdapat sel tahanan yang masih mempertahankan bentuk aslinya, lengkap dengan tiruan perabot yang digunakan Bung Karno selama ditahan.

(fem/fem)



Sumber : travel.detik.com

Jejak Prabu Jayabaya yang Konon Moksa di Petilasan Pamuksan Kediri



Kediri

Ada satu tempat bersejarah di Kediri yang dipercaya sebagai tempat moksanya Prabu Jayabaya. Seperti apa kisahnya?

Di balik hiruk-pikuk kehidupan kota Kediri yang semakin modern, tersimpan sebuah tempat yang masih dipenuhi kisah-kisah mistis sekaligus spiritual. Tempat itu bernama Petilasan Pamukasan Sri Aji Joyoboyo.

Situs ini diyakini sebagai tempat Prabu Jayabaya, seorang raja bijaksana dari Kerajaan Kadiri, untuk bertapa dan meninggalkan jejak batin yang hingga kini tetap hidup dalam ingatan masyarakat.


Siapa Prabu Jayabaya?

Nama Jayabaya tak bisa dilepaskan dari Jangka Jayabaya, ia dikenal akan kesaktiannya melalui ramalan yang disebut-sebut mampu meramalkan peristiwa besar Nusantara, dari penjajahan bangsa asing, masa sulit yang panjang, hingga tibanya zaman kemerdekaan.

Ramalan ini tak hanya beredar dari mulut ke mulut, tetapi juga mengakar kuat sebagai bagian dari tradisi lisan Jawa. Tak heran jika petilasan ini sering dianggap sebagai ruang bersemayamnya energi masa lalu-tempat di mana doa, harapan, dan rasa penasaran bercampur menjadi satu.

Salah satu kepercayaan yang melekat erat pada Jayabaya adalah bahwa ia tidak meninggal secara biasa, melainkan moksa atau lenyap bersama raganya menuju ke alam lain. Keyakinan ini membuat petilasan Pamuksan dihormati bukan hanya sebagai tempat bertapa, tetapi juga diyakini sebagai titik peralihan Jayabaya dari dunia fana menuju keabadian.

Bagi masyarakat Jawa, moksa menandai kesempurnaan hidup seorang manusia, dan bagi Jayabaya, itu menjadi simbol kebijaksanaan sekaligus keagungan yang melampaui batas waktu.

Setiap hari, terutama menjelang malam Jumat, petilasan ini tak pernah sepi oleh peziarah. Warga datang dari berbagai daerah untuk berziarah, menyalakan dupa, dan merapalkan doa.

“Kalau saya ke sini, rasanya adem. Ada yang beda dari tempat lain,” ujar Sulastri (45), seorang peziarah asal Nganjuk.

Dia mengaku rutin datang setiap bulan ke patilasan ini untuk berdoa agar usaha keluarganya selalu diberi kelancaran dan diberi kesehatan.

Diselimuti Kisah Mistis

Tentu saja di balik jejak Prabu Jayabaya yang bersemayam, ada kisah mistis yang santer terdengar. Beberapa pengunjung mengaku pernah mencium wangi bunga tiba-tiba, mendengar suara gamelan samar, hingga merasakan seolah sedang diawasi.

Meski sulit dibuktikan secara logika, cerita-cerita itu justru membuat daya tarik petilasan semakin kuat. Banyak peziarah yang datang ke sini karena penasaran.

Sendang Tirto Kamandanu: Sumber Kehidupan dan Ritual

Tak jauh dari bangunan patilasan, terdapat Sendang Tirto Kamandanu, kolam alami dengan mata air yang mengalir melalui tiga tingkatan yaitu sumber, tempat penampungan, dan kolam pemandian.

Airnya dipercaya memberi manfaat bagi kehidupan, serta membawa berkah bagi mereka yang menggunakannya. Kolam ini juga dilengkapi dengan arca Syiwa Harihara (simbol perdamaian) dan Ganesha, menandakan harmoni spiritual dan kebijaksanaan.

Petilasan Pamukasan KediriPatilasan Jayabaya Kediri Foto: (dok. Istimewa)

Setiap tanggal 1 Sura, masyarakat mengadakan upacara adat di kawasan sendang, berupa prosesi ritual napak tilas untuk menghormati Jayabaya. Upacara ini menjadi momentum sakral, di mana mistis dan budaya berpadu, menarik perhatian peziarah dan wisatawan.

“Kalau cuci muka di sumur itu bisa bikin bersih aura dan awet muda,” tutur Mbah Sempu (77), sesepuh desa yang sejak kecil sudah mendengar kisah tentang kesaktian air sendang tersebut.

Tak Hanya Destinasi Wisata, tapi Juga Warisan Budaya

Bagi masyarakat Jawa Timur, khususnya Kediri, petilasan ini bukan sekadar objek wisata, tetapi juga warisan budaya leluhur.

Keteguhan mereka menjaga serta melestarikan tradisi dan budaya sebagai warisan leluhur yang harus dijaga dengan khidmat, menghargai keteguhan masyarakat di Jawa Timur dalam menjaga serta melestarikan tradisi dan budaya.

Sebagian orang mungkin menganggap tempat ini adalah untuk ngalap berkah, tapi bagi yang lain, tempat ini adalah ruang untuk menapaktilasi sejarah. Bagi sebagian lainnya, sekadar destinasi wisata dengan nuansa mistis yang tak ditemukan di tempat lain.

Yang jelas, petilasan ini menjadi saksi bagaimana warisan leluhur tidak hanya bertahan dalam ingatan, sekaligus memberi denyut ekonomi kecil bagi masyarakat setempat.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Geopark di Kaltim Bakal Menarik Wisatawan Lokal-Mancanegara



Samarinda

Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) resmi mendeklarasikan taman bumi (geopark) pertama. Geopark yang diajukan Kaltim ini merupakan kawasan bukit karst yang mencakup dua wilayah administratif, yaitu Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim).

Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudy Mas’ud mengatakan penetapan geopark bertujuan menyejahterakan masyarakat, karena selain untuk melindungi sumber daya alam juga menjadi destinasi wisata yang diyakini mampu menarik perhatian wisatawan baik lokal hingga internasional.

Hal ini dikatakan gubernur karena tak lama lagi Kaltim akan memiliki geopark, karena Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2024 lalu mengeluarkan keputusan yakni menetapkan 26 area di Kaltim sebagai situs warisan geologi (geosite), cikal bakal geopark.


“Meski statusnya masih geosite, namun wisatawan Nusantara dan mancanegara sudah banyak yang berkunjung, sehingga ketika ke depan menjadi geopark, tentu akan makin banyak lagi yang berwisata, sehingga warga sekitar merasakan tingginya kunjungan,” kata Rudy Mas’ud di Samarinda, melansir Antara.

Tingginya kunjungan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat, menurut dia, antara lain, penginapan berupa pondok wisata (homestay), makan minum, toko berbagai kebutuhan sehari-hari, hingga oleh-oleh khas warga di sekitar destinasi wisata geosite atau geopark yang bisa dibawa pulang wisatawan, sehingga terjadi perputaran ekonomi di tengah masyarakat.

Sedangkan 26 geosite yang telah ditetapkan menteri pada 2024 lalu merupakan ekosistem karst terbesar di Kalimantan dengan luas mencapai sekitar 1.867.676 hektare.

Area seluas ini dikenal dengan nama kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat yang tersebar di dua kabupaten yakni Kutai Timur dan Berau, dengan rincian di Kabupaten Berau terdapat 15 geosite dan Kabupaten Kutai Timur ada 11 geosite.

Sebelumnya, saat mengunjungi Kampung Merabu, Kabupaten Berau, Gubernur Kaltim menandatangani Deklarasi Geopark Sangkulirang-Mangkalihat, menggambarkan komitmen untuk mewujudkan geosite menjadi geopark, terlebih usulan mewujudkan geopark telah diajukan ke UNESCO Global Geopark pada 31 Agustus 2025.

Sementara Manajer Senior Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Niel Makinuddin yang merupakan inisiator usulan geopark mengatakan penetapan status taman bumi (geopark) memberikan banyak implikasi, mulai dari pengakuan atas budaya, penyelamatan kawasan karst, destinasi wisata, hingga tempat penelitian.

“Penetapan geopark juga untuk menjawab tujuan pembangunan berkelanjutan, yakni berbagai pembangunan baik terkait pariwisata, perkebunan, dan lainnya, tentu harus berorientasi pada kelestarian lingkungan,” ujar Niel.

Niel mengatakan penetapan status Taman Bumi memberikan dampak positif yang cukup besar, salah satunya pengakuan atas budaya.

“Ada banyak implikasinya, mulai dari pengakuan atas budaya, penyelamatan kawasan karst, destinasi wisata, hingga (menjadi) tempat penelitian,” ujar Niel seperti dilansir detikKalimantan.

Selain itu, jika sudah berstatus Taman Bumi Nasional, Karst Sangkulirang-Mangkalihat berpeluang diajukan sebagai UNESCO Global Geopark, menyusul 12 kawasan lain di Indonesia. Maka itu dukungan dan kolabarasi dari berbagai pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut.

“Nanti setelah menjadi Taman Bumi Nasional dan memenuhi standar internasional, kita dapat mengusulkan kawasan ini menjadi UNESCO Global Geopark,” tutupnya.

Wilayah Berau dan Kutim terkenal dengan banyak warisan alam dan budaya. Warisan itu semua dijaga oleh masyarakat adat Dayak setempat, salah satunya Dayak Lebo di Perkampungan Merabu, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau.

Kepala Kampung Merabu, Asrani, menuturkan bahwa di kampung ini bahkan terdapat dua situs warisan geologi yaitu Gua Beloyot dan Kerucut Karst Merabu. Ia menambahkan, dengan adanya kerjasama bersama pemerintah, diharapkan bisa lebih mengangkat hal-hal positif dari Kampung Merabu dan situs warisan geologi yang ada.

“Karena dari hutan desa yang dimiliki Kampung seluas 8.245 hektare masih banyak ratusan gua yang perlu diekspos, demikian kebudayaan Dayak Lebo, hingga destinasi wisata Danau Nyadeng dan Puncak Ketepu. Dari Puncak Ketepu ini bisa dilihat lanskap gugusan kerucut karst Merabu,” pungkasnya.

@detiktravel

East Kalimantan is ready to have the first geopark named SangKulirang-Mangkalihat. The area is almost two million hectares, contains hundreds of caves, unique karst cones, to destinations hits like Lake Nyadeng and Ketepu Peak. Creator: Tri Aljumanto #kalimantantimur #geopark #sangkulirang #mangkalihat

♬ original sound – detikTravel

(ddn/ddn)





Sumber : travel.detik.com

Stasiun Mrawan, Stasiun Tertinggi di Daop 9 Jember, Sudah Ada Sejak 1902



Jakarta

Stasiun Mrawan bukan sembarang stasiun kereta api. Stasiun itu stasiun tua yang sudah ada sejak 1902 dan unik dari aspek lokasi.

Stasiun itu tercatat sebagai stasiun tertinggi di wilayah Daop 9 Jember. Lokasinya berada di ketinggian 524 meter di atas permukaan laut. Nama Mrawan berasal dari nama sebuah sungai yang mengalir di dekat kompleks stasiun mrawan maupun terowongan itu.

Perannya juga nggak main-main, Stasiun Mrawan menjadi penggerak roda perekonomian wilayah Jember dan Banyuwangi. Sejak awal, stasiun itu menjadi jalur utama pengangkutan hasil perkebunan seperti kopi, gula, dan beras ke berbagai daerah di Indonesia.


Kini, fungsinya berkembang menjadi simpul perjalanan yang menyatukan nilai sejarah, ekonomi, dan pariwisata. Ya, stasiun itu berada di bentang Gunung Gumitir yang memiliki pemandangan menawan. Jalur di sekitar Mrawan melewati hamparan perkebunan kopi, kakao, dan karet milik PTPN XII.

Dekat dari stasiun tersebut, berdiri Terowongan Mrawan sepanjang 690 meter yang dibangun pada 1901 dan selesai pada 1910 oleh Staatsspoorwegen, perusahaan kereta api milik pemerintah kolonial Belanda. Pembangunan dimulai dengan mendirikan tembok di kedua sisi terowongan pada periode 1901-1902, kemudian dilanjutkan dengan konstruksi lengkung penutup yang memakan waktu delapan tahun.

Terowongan itu menembus Gunung Gumitir yang membatasi Kabupaten Jember dengan Kabupaten Banyuwangi, menjadi salah satu jalur penghubung vital di kawasan lintas selatan Pulau Jawa.

Terowongan itu berada di antara Stasiun Mrawan dan Stasiun Kalibaru. Tepatnya di KM 30+777. Sampai saat ini, Terowongan Mrawan merupakan terowongan aktif terpanjang kedua di Indonesia, cuma kalah dari terowongan Sasaksaat, bagian dari jalur kereta api yang menghubungkan Padalarang – Purwakarta – Cikampek, yang memiliki panjang 949 km.

Terowongan itu pun menjadi simbol keandalan teknologi perkeretaapian masa lalu yang tetap berfungsi hingga kini, memperkuat nilai sejarah kawasan Gumitir.

Menurut Vice President Public Relations KAI Anne Purba, Stasiun Mrawan menjadi potret peran transportasi publik dalam mendukung masyarakat, negara, dan ekonomi.

“Stasiun Mrawan memperlihatkan bagaimana perkeretaapian hadir sebagai penggerak ekonomi daerah, penghubung mobilitas masyarakat, sekaligus penjaga warisan sejarah bangsa. Kawasan ini memberi pengalaman perjalanan yang bernilai, sekaligus manfaat ekonomi bagi warga di sekitarnya,” ujar Anne.

Dia mengatakan bahwa lintasan Mrawan memperkuat konektivitas antara sektor transportasi, pertanian, dan pariwisata. Setiap perjalanan di jalur ini membuka peluang baru bagi pertumbuhan ekonomi serta mempertegas kontribusi KAI terhadap pengembangan wilayah.

Dengan nilai sejarah yang kuat, lanskap alam yang memukau, dan potensi peran strategis dalam pergerakan ekonomi, Stasiun Mrawan berdiri sebagai simbol harmoni antara transportasi modern, potensi lokal, dan kebanggaan nasional.

(fem/fem)



Sumber : travel.detik.com

Masjid Kuno Ini Saksi Penyebaran Agama Islam di Madiun



Madiun

Di tengah pemukiman warga kelurahan Kuncen, berdiri sebuah masjid kuno yang menjadi saksi penyebaran agama Islam di Madiun.

Masjid Kuno Kuncen, yang dikenal pula sebagai Masjid Nur Hidayatullah, kerap disebut sebagai salah satu saksi perkembangan Islam di Madiun dan telah menarik perhatian warga, peneliti, serta wisatawan religi.

Meski ukurannya tak seluas masjid-masjid agung metropolitan, nilai historis dan arsitekturnya membuat tempat ini istimewa. Struktur serupa joglo, tiang saka kayu berusia, serta pagar batu bata yang menjulang menjadi ciri khas yang mudah dikenali.


Kompleks masjid ini juga letaknya berdekatan dengan sendang yang menurut tradisi setempat terkait dengan asal-usul nama kota Madiun. Air dari sendang ini juga dipercaya memiliki berkah dan sering digunakan untuk ritual jamasan (penyucian) benda-benda pusaka, terutama menjelang bulan Suro (Tahun Baru Jawa) atau saat perayaan Grebeg Maulud.

Asal-usul Masjid Kuno Kuncen

Dilansir dari laman resmi Kelurahan Kuncen, pergeseran kekuasaan besar terjadi pada tahun 1568 di Kesultanan Demak, yang dampaknya turut membentuk sejarah di Madiun.

Era baru ini dimulai setelah Mas Karebet, atau Jaka Tingkir, memenangkan perang saudara. Dengan restu para wali, ia naik tahta menggantikan mertuanya, Sultan Trenggono, dan bergelar Sultan Hadiwijaya.

Namun, Sultan Hadiwijaya menolak untuk berkedudukan di Demak dan memilih memindahkan pusat pemerintahannya ke Pajang. Sejalan dengan perubahan tersebut, putra Sultan Trenggono lainnya, Pangeran Timur, diangkat sebagai Bupati Madiun pada 18 Juli 1568.

Pengangkatan adik ipar Sultan Hadiwijaya ini dilakukan oleh Sunan Bonang yang mewakili dewan wali. Pangeran Timur, yang memerintah Madiun dari tahun 1568 hingga 1586, kemudian dikenal dengan gelar Panembahan Rama atau Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno.

Pada tahun 1575, Pangeran Timur mengambil keputusan strategis untuk memindahkan pusat pemerintahan Madiun dari wilayah utara (Kelurahan Sogaten) ke lokasi baru di selatan, yaitu di Kelurahan Kuncen (sebelumnya bernama Wonorejo).

Selain mengurus pemerintahan, Pangeran Timur juga mengemban misi dakwah untuk menyebarkan agama Islam. Karena penyebaran agama erat kaitannya dengan pendirian tempat ibadah, maka diyakini bahwa Masjid Kuno Kuncen (yang kini bernama Masjid Nur Hidayatullah) didirikan di Kuncen setelah perpindahan ibu kota tersebut, yakni sekitar akhir abad ke-16.

Peninggalan Sejarah Masjid Kuncen

Peninggalan sejarah di masjid di antaranya adalah bedug (kentungan besar) kuno yang diyakini seusia dengan masjid, serta mustaka (mahkota atap) asli masjid yang memiliki nilai sejarah tinggi.

Selain itu, mimbar dan beberapa elemen arsitektur di dalam masjid juga masih mempertahankan keasliannya sejak era Pangeran Timur.

Artefak terpenting di kompleks ini sesungguhnya adalah keberadaan makam-makam kuno, terutama makam Pangeran Timur (Ki Ageng Panembahan Ronggo Jumeno), Bupati Madiun pertama.

Kompleks makam ini, yang letaknya menyatu dengan area masjid, menjadi bukti utama fungsi Kuncen sebagai pusat pemerintahan dan penyebaran Islam pertama di Madiun. Nisan-nisan kuno dari para kerabat dan abdi dalem yang dimakamkan di sekitar Pangeran Timur juga menjadi peninggalan sejarah yang tak ternilai.

Karena nilai sejarah yang tinggi dan keunikan arsitekturnya, kompleks Masjid Kuno Kuncen (termasuk area makam Pangeran Timur) telah ditetapkan secara resmi oleh Pemerintah Kota Madiun sebagai Situs Cagar Budaya melalui SK Walikota pada tahun 2019.

Status ini memberikan perlindungan hukum penuh, yang berarti segala bentuk pemugaran atau penambahan fasilitas baru di kawasan tersebut harus dilakukan atas seizin dan pengawasan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur.

Masjid Kuno Kuncen adalah bukti konkrit yang menghubungkan masa lalu dengan keseharian warga Madiun. Perdebatan tentang tanggal pendirian atau nama pendiri menggambarkan hidupnya tradisi dan arsip, keduanya perlu disandingkan agar sejarah kawasan ini bisa ditulis lebih lengkap.

Upaya pelestarian dan pengelolaan wisata yang menghormati nilai asli akan menentukan apakah generasi mendatang masih bisa menyentuh, melihat, dan belajar dari warisan ini.

——–

Artikel ini telah naik di detikJatim.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com