Tag Archives: wisata sukabumi

Kesegaran Tersembunyi di Kaki Gunung Salak



Sukabumi

Traveler yang mencari kesegaran buat liburan di akhir pekan bisa bertualang ke kaki gunung Salak. Di sana ada satu curug atau air terjun yang masih tersembunyi.

Kabut pagi masih menggantung di lereng Gunung Salak ketika suara gemericik air mulai terdengar dari balik kebun teh. Di ujung jalur setapak yang menurun tajam itu, air terjun jatuh dari tebing berlumut, memecah keheningan pedesaan Kabandungan.

Warga sekitar menyebutnya Curug 3 Helipad, sebagian lain mengenalnya sebagai Curug Sentral III. Air terjun ini terdiri dari dua aliran besar yang mengucur sejajar dari tebing batu.


Aliran air itu membentuk tirai putih di tengah dinding hijau lumut. Di bawahnya, kolam dangkal berwarna kehijauan memantulkan cahaya lembut dari langit. Wisatawan terlihat bermain air, sebagian lagi berfoto dengan latar curug yang megah.

Di tepi sungai kecil yang menjadi aliran keluar, deretan sandal dan sepatu ditinggalkan begitu saja di atas batu berjejer rapi seperti barisan kecil yang menunggu pemiliknya kembali.

Curug 3 Helipad SukabumiCurug 3 Helipad Sukabumi Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

Terletak di kawasan kebun teh Jayanegara, Desa sekaligus Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, curug ini menjadi tempat beristirahat bagi mereka yang ingin mengasingkan diri dari hiruk-pikuk kota.

Dari atas kebun teh, hamparan hijau membentang sejauh mata memandang. Di kejauhan, perkampungan Kabandungan dan Kalapanunggal terlihat kecil di antara lipatan bukit.

“Curug ini airnya langsung dari Gunung Salak. Banyak pengunjung datang untuk bermain air dan berfoto, apalagi pemandangan kebun tehnya jadi spot favorit,” ujar Andri (35), pengelola Curug Sentral III, Minggu (2/11).

Andri duduk di bale-bale bambu di sisi jalan tanah yang menurun ke arah curug. Dari tempatnya berjaga, ia bisa melihat arus air yang mengalir deras di musim penghujan. Ia tahu persis kapan wisatawan harus diingatkan untuk menjauh.

“Kami selalu awasi langsung, apalagi kalau debit air meningkat,” katanya.

Fasilitas di kawasan ini sederhana. Beberapa warung kopi berdiri di tepi kebun, menyediakan mi instan, gorengan, dan teh hangat. Di dekatnya ada musala kecil dan MCK seadanya.

Pengelola membatasi jam kunjungan wisatawan hingga pukul 17.00 WIB saja setiap harinya. Tiket masuknya murah, hanya Rp10.000 per orang, ditambah Rp3.000 untuk parkir motor.

Sebagian wisatawan lain datang dari luar Sukabumi. Ada rombongan keluarga dari Bogor, sepasang mahasiswa dari Bandung, hingga pejalan tunggal dari Jakarta yang ingin berkemah di sekitar kebun teh.

“Ada juga pengunjung yang datang jauh-jauh dari Papua,” kata Andri dengan bangga.

Pada akhir pekan, suasana berubah lebih ramai. Tenda-tenda kecil kadang berdiri di pinggiran kebun teh, sementara petugas rescue dari Cicurug berjaga di lokasi.

“Hari ini yang bertugas ada tiga orang, situasi aman dan terkendali,” kata seorang anggota tim penyelamat yang berjaga di bawah tebing.

Salah satu pengunjung, Nadia (17), warga Cibadak, datang bersama empat temannya setelah menempuh perjalanan satu jam menggunakan sepeda motor. Wajahnya tampak cerah meski kaki basah oleh air dingin curug.

“Senang banget bisa main air dan foto-foto bareng teman-teman di sini, pemandangannya keren,” ujarnya sambil tertawa.

Bagi warga sekitar, curug ini bukan sekadar tempat wisata. Airnya menjadi sumber penghidupan. Warga memanfaatkan aliran sungai di bawahnya untuk mengairi kebun dan menyalakan turbin kecil pembangkit listrik rumahan.

“Dari dulu air curug ini yang kasih hidup kampung,” tutur Eman (52), warga Jayanegara yang rumahnya di sekitar curug.

Asal Usul Nama Curug Helipad

Nama ‘Helipad’ sendiri muncul dari bentuk kawasan di atas curug yang lapang di tengah kebun teh. Permukaannya datar dan terbuka, menyerupai landasan helikopter.

Warga setempat menyebutnya begitu sejak dulu, meski tak pernah benar-benar ada helikopter mendarat di sana. Lama-kelamaan, nama itu melekat, diwariskan dari mulut ke mulut wisatawan.

Kabut tipis turun perlahan, menyapu pucuk-pucuk teh yang berbaris di lereng. Suara air terjun berpadu dengan canda pengunjung yang tak jemu memotret keindahan alam di hadapan mereka.

Di sela gemuruh air, terdengar samar suara serangga dari balik rimbun dedaunan tanda alam yang masih hidup dan terjaga di kaki Gunung Salak.

——–

Artikel ini telah naik di detikJabar.

(wsw/wsw)

Sumber : travel.detik.com

Alhamdulillah اللهم صلّ على رسول الله محمد wisata mobil
image : unsplash.com / Thomas Tucker

Hidden Gems di Sukabumi: Bukit Durian Sagara



Sukabumi

Ada lagi nih hidden gems di Sukabumi, Jawa Barat yang bisa menjadi destinasi akhir pekan traveler. Bukit Durian Sagara.

Dari jalan utama Cikakak, papan kecil penunjuk arah mengantar pengunjung berbelok ke jalur yang menanjak perlahan. Sesuai namanya, banyak pohon durian di jalur ini.

Begitu sampai di puncak, hamparan Teluk Palabuhanratu terlihat seperti lukisan yang disimpan lama, lalu dibuka kembali di depan mata. Garis pantai yang melengkung, laut biru yang berkilau, dan deretan perbukitan hijau di belakangnya, seolah menyapa siapa saja yang datang.


“Nggak nyangka view-nya sebagus ini. Saya pikir cuma kebun durian biasa, ternyata tempatnya bikin betah,” kata Fadli, wisatawan asal Bandung, Minggu (10/8/2025), dilansir dari detikjabar.

Di tengah lanskap itu, sebuah jembatan kayu berwarna kuning menjadi jalur ikonik yang menghubungkan area parkir, gazebo, dan kafe. Bougenville ungu dan merah muda tumbuh subur di sisi jalur, memberi warna pada hijau pepohonan.

Bukit Durian Sagara, Sukabumi memiliki view menawan, langsung ke Teluk Pelabuhanratu.Bukit Durian Sagara, Sukabumi memiliki view menawan, langsung ke Teluk Pelabuhanratu. (Syahdan Alamsyah/detikcom)

Di salah satu sudut berdiri Selsalse Coffee, kafe kayu berkonsep terbuka. Dari terasnya, laut selatan terbentang luas, sementara di bawahnya pohon-pohon durian tumbuh berjajar rapi.

“Awalnya ke sini mau makan durian saja. Tapi katanya setok duriannya habis saat libur panjang beberapa waktu lalu. Meskipun begitu, terobati karena ternyata suasananya luar biasa. Kalau sore, anginnya adem, rasanya nggak mau pulang,” ujar Rizal, pengunjung asal Bogor yang sore itu duduk dengan secangkir kopi.

Kendati bernama Bukit Durian Sagara, daya tarik destinasi ini tidak memudar meskipun musim panen durian belum tiba. Di luar musim duren, udara sejuk dan panorama alam tetap jadi alasan untuk datang. Dari titik tertinggi, garis ombak di kejauhan terlihat seperti benang putih yang memecah biru laut.

Sementara di sisi lain, perbukitan bergelombang seperti karpet hijau raksasa, memberi kontras yang menenangkan mata.

Akses menuju Bukit Durian Sagara kini sudah jauh lebih baik. Dari pusat Kota Sukabumi, perjalanan sekitar dua jam bisa ditempuh dengan mobil atau motor. Jalan utama sudah diaspal halus, hanya beberapa ratus meter terakhir yang menanjak dan berkelok. Area parkir cukup luas, dilengkapi mushola dan jalur setapak yang rapi.

Selain durian lokal, saat musimnya tiba pengunjung bisa menikmati varietas premium seperti Musang King dan Duri Hitam langsung dari pohonnya. Namun bagi banyak orang, daya tariknya justru terletak pada suasana, duduk di bangku kayu, memandang laut, sambil membiarkan angin sore mengibaskan rambut.

Menjelang senja, langit perlahan berubah menjadi kanvas berwarna oranye dan ungu. Bukit Durian Sagara pun berubah menjadi tempat yang tak hanya memanjakan mata, tapi juga meninggalkan kesan sebuah permata tersembunyi yang membuat pengunjung ingin kembali.

***

Selengkapnya klik di sini.

(fem/fem)



Sumber : travel.detik.com

Viral Tanda Dilarang Masuk Kawasan TN di Jalur Curug Sudin Sukabumi, Ada Apa?



Sukabumi

Jalur ke Curug Sudin dan Curug Rasta di Kecamatan Sukaraja, Sukabumi, Jawa Barat menjadi sorotan setelah muncul papan bertuliskan “Dilarang Memasuki Kawasan Taman Nasional”. Kenapa ya?

Humas Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP), Agus Deni, mengatakan bahwa kawasan tersebut termasuk area konservasi Resor Goalpara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Nah, salah satu titik yang sering menjadi perhatian adalah Curug Sudin, air terjun alami yang tersembunyi di dalam kawasan hutan tersebut.

“Larangan itu bukan tanpa dasar. Sesuai Pasal 50 ayat 3 huruf a UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, setiap orang dilarang memasuki, menggunakan, atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah,” kata Agus Deni dilansir detikJabar, dikutip Jumat (10/10/2025).


Agus mengatakan papan larangan itu bukan bertujuan menutup akses masyarakat, melainkan untuk menjaga ekosistem agar tetap lestari. Dia menegaskan bahwa hingga saat ini Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) Curug Sudin dan Curug Rasta tersebut belum dibuka untuk umum.

“Tujuannya bukan melarang orang menikmati alam, tapi agar alam tetap lestari dan fungsi konservasi tidak terganggu,” ujarnya.

Menurut Agus, bila suatu saat kawasan seperti Curug Sudin akan dibuka untuk wisata alam, maka seluruh prosesnya harus melalui kajian dan prosedur resmi.

“Kajian itu penting supaya wisata tetap aman, berkelanjutan, dan tidak merusak fungsi konservasi,” kata dia.

Pesona Curug Sudin yang Masih Alami

Curug Sudin atau yang oleh sebagian warga disebut Curug Rasta, berada di wilayah Desa Langensari, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Lokasinya berada di ketinggian sekitar 1.300 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan kondisi lingkungan yang masih sangat alami dan minim sentuhan manusia.

Akses menuju Curug Sudin tidak mudah. Medannya cukup menantang dengan jalur yang menembus vegetasi lebat dan perkebunan teh. Namun bagi sebagian pegiat alam, keindahan air terjun dan udara sejuk di sekitarnya menjadi daya tarik tersendiri.

Keasrian inilah yang membuat kawasan tersebut masuk dalam zona konservasi. Aktivitas tanpa izin, seperti mendirikan tenda, membuka jalur baru, atau kegiatan wisata liar, berpotensi merusak keseimbangan ekosistem.

“Kalau masyarakat ingin menikmati alam, silakan melalui jalur resmi dan kegiatan yang sudah dikaji. Jangan nekat masuk ke wilayah konservasi karena risikonya besar, baik bagi keselamatan maupun kelestarian hutan,” ujar Agus.

“Pada prinsipnya apabila memasuki kawasan konservasi seperti taman nasional wajib memiliki surat izin memasuki kawasan konservasi (SIMAKSI),” kata dia.

***

Selengkapnya klik di sini.

(fem/fem)



Sumber : travel.detik.com