Tag Archives: ggl

Pentingnya Cek Label Gizi, Cara Sederhana Batasi GGL

Jakarta

Gaya hidup serba praktis membuat banyak orang mengandalkan makanan dan minuman kemasan. Cepat, mudah ditemukan, dan rasanya pun menggugah selera. Namun, di balik kemudahan itu, terdapat ancaman dari kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) yang berlebihan. Inilah alasan mengapa membaca label gizi seharusnya menjadi kebiasaan setiap kali membeli produk pangan.

Apa Itu Label Gizi

Label gizi adalah informasi yang menunjukkan kandungan energi dan zat gizi utama dalam suatu produk pangan. Informasi label gizi mencakup jumlah energi total, lemak, protein, karbohidrat, gula, serta natrium per takaran saji. Kementerian Kesehatan melalui Peraturan BPOM Nomor 22 Tahun 2019 mengatur bahwa setiap produk pangan olahan wajib mencantumkan label gizi agar konsumen dapat memilih makanan secara sadar dan sehat.

Label gizi biasanya juga dilengkapi dengan Persen Angka Kecukupan Gizi (%AKG). AKG menunjukkan berapa besar kontribusi zat gizi dalam satu porsi produk terhadap kebutuhan harian seseorang. Sebagai contoh, satu bungkus mi instan dengan 900 mg natrium berarti sudah memenuhi hampir 45% dari kebutuhan garam harian. Jika dalam sehari seseorang makan dua bungkus ditambah camilan asin, maka jumlah natrium bisa melonjak jauh melebihi batas aman. Hal yang sama juga berlaku untuk minuman manis dalam botol yang rata-rata mengandung 25-30 gram gula per porsi.


Kenapa GGL Harus Dibatasi

Tubuh memang memerlukan gula, garam, dan lemak agar metabolisme berjalan optimal. Gula menjadi sumber energi, garam membantu keseimbangan cairan, dan lemak berperan dalam penyerapan vitamin dan bahan pembentuk hormon. Namun, jika jumlahnya terlalu banyak, dampaknya bisa serius bagi kesehatan.

Kementerian Kesehatan menetapkan anjuran konsumsi harian GGL melalui kampanye Batasi Gula Garam Lemak (GGL), yaitu:

  • Gula: maksimal 50 gram per hari (setara 4 sendok makan)
  • Garam: maksimal 2.000 mg natrium atau 1 sendok teh garam
  • Lemak: maksimal 67 gram per hari (setara 5 sendok makan minyak)

Namun, tanpa sadar banyak orang yang melebihi batas konsumsi GGL. Survei Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan konsumsi GGL masyarakat Indonesia masih di atas anjuran. Konsumsi gula berlebih membuat kadar glukosa darah melonjak dan tubuh kesulitan mengendalikannya.

Penelitian yang terbit di British Medical Journal tahun 2023 menunjukkan bahwa peningkatan 10% asupan gula tambahan bisa menaikkan risiko diabetes tipe 2 hingga 15%. Garam yang dikonsumsi berlebihan juga memperberat kerja jantung.

World Health Organization (WHO) mencatat, pengurangan konsumsi garam sebesar 30% secara global bisa mencegah jutaan kasus hipertensi dan stroke. Lemak jenuh dan lemak trans juga berbahaya dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL).

Studi dalam Jurnal Foods tahun 2021 menemukan bahwa konsumsi lemak trans sebesar 2% dari total energi harian mampu meningkatkan risiko penyakit jantung hingga 23%. Kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi GGL setiap hari mungkin terasa enak, tetapi secara perlahan mengikis kesehatan dan memicu berbagai penyakit kronis.

Cara Sederhana Membaca Label Gizi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat membaca label gizi adalah sebagai berikut:

1. Baca takaran saji

Banyak yang salah menafsirkan angka karena tidak memperhatikan takaran saji di kemasan. Jika tertulis “takaran saji: 2”, berarti seluruh kandungan gizi di label perlu dikalikan dua bila produk di kemasan dikonsumsi habis.

2. Perhatikan jumlah gula, natrium, dan lemak total

  • Produk yang mengandung lebih dari 15 gram gula per 100 gram, tergolong tinggi.
  • Kandungan natrium di atas 500 mg per 100 gram, tergolong tinggi.
  • Pilih kandungan lemak kurang dari 3 gram lemak jenuh per 100 gram.

3. Lihat %AKG sebagai panduan cepat

Angka Kecukupan Gizi (%AKG) menunjukkan kontribusi zat gizi dalam satu sajian terhadap kebutuhan harian. Jika label menunjukkan “Natrium 75% AKG”, berarti satu porsi produk sudah menyumbang 75% kebutuhan natrium harian.

4. Hati-hati dengan klaim di depan kemasan

Klaim seperti “rendah lemak” atau “tanpa gula tambahan” tidak selalu berarti aman. Produk bisa saja tetap tinggi kalori atau mengandung pemanis buatan. Jadi pastikan selalu membaca tabel nilai gizi di belakang kemasan.

Mulai dari Label Gizi

Membaca label gizi mungkin terlihat sepele, tetapi langkah kecil ini dampaknya besar bagi kesehatan tubuh. Langkah ini membantu memperbaiki pola makan, batas konsumsi, keputusan yang lebih sehat. Seiring waktu, kebiasaan ini bisa menjadi modal yang meningkatkan kebugaran dan kesehatan di Indonesia.

Jadi, mulai sekarang, biasakan melihat bagian belakang kemasan sebelum membeli. Karena di balik angka-angka kecil di label gizi, tersimpan informasi besar yang bisa menentukan kondisi kesehatan di masa depan.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com

Biang Kerok Banyak Penyakit, Berapa Batas Maksimum Konsumsi Gula Garam Lemak Harian?


Jakarta

Penyakit degeneratif kini semakin banyak ditemui pada usia yang masih tergolong muda. Mengenali anjuran batas maksimum konsumsi gula, garam, dan lemak harian dapat mengurangi risiko tersebut.

Kondisi seperti hipertensi, diabetes, stroke, dan penyakit jantung dulu lebih sering dialami orang lanjut usia, tetapi sekarang makin banyak terjadi di usia produktif. Salah satu pemicu utamanya adalah pola makan tinggi Gula, Garam, dan Lemak (GGL).

Di tengah gaya hidup yang serba cepat, pilihan makanan sering ditentukan oleh faktor praktis dan rasa. Makanan-makanan yang tinggi gula memang terasa lebih memuaskan dan makanan asin lebih menggugah selera. Namun konsumsi berlebihan dalam jangka panjang dapat memberi dampak besar pada kesehatan tubuh.


Apa itu Penyakit Degeneratif?

Penyakit degeneratif adalah penyakit yang muncul akibat penurunan fungsi atau kerusakan organ tubuh secara bertahap. Proses ini tidak terjadi dalam semalam, melainkan berlangsung perlahan dan sering tanpa disadari.

Ada dua faktor risiko yang tidak bisa diubah, yaitu:

1. Usia

Semakin bertambah usia, metabolisme mulai melambat, pembuluh darah mengalami penurunan elastisitas, dan respons sel tubuh terhadap hormon seperti insulin ikut menurun.

2. Keturunan/Genetik

Seseorang bisa memiliki risiko/kecenderungan alami lebih tinggi mengalami hipertensi, diabetes, stroke, atau penyakit jantung karena faktor riwayat penyakit keluarga.

Meski demikian, ada satu faktor risiko yang sangat berpengaruh dan sepenuhnya dapat dikendalikan, yaitu pola makan. Jadi penyakit degeneratif dapat kita cegah dengan mengurangi konsumsi GGL.

Asupan gula yang berlebihan dapat memicu lonjakan glukosa darah yang membuat pankreas bekerja berat untuk memproduksi insulin. Garam berlebih bisa memicu peningkatan tekanan darah, sementara asupan lemak yang tinggi, terutama lemak jenuh dan lemak trans, mempercepat pembentukan plak pada pembuluh darah. Ketiganya saling berhubungan dan penyebab kesehatan menjadi buruk.

Anjuran Batas Konsumsi GGL

Kementerian Kesehatan RI menganjurkan batas konsumsi GGL harian berikut:

Gula: maksimal 50 gram per hari.

World Health Organization tahun 2015 menjelaskan konsumsi gula tambahan di atas 10% total energi harian meningkatkan risiko inflamasi sistemik, obesitas, dan diabetes.

Garam: maksimal 5 gram per hari atau setara satu sendok teh.

Studi dari jurnal Frontiers in Physiology tahun 2015 menunjukkan bahwa penurunan asupan garam

Lemak: maksimal sekitar 67 gram per hari

Laporan American Heart Association tahun 2019 menyebutkan bahwa mengurangi lemak jenuh dan trans menurunkan kadar kolesterol LDL serta risiko penyakit jantung koroner.

Anjuran pembatasan GGL oleh Kementerian Kesehatan RI, bukan hanya angka yang dibuat tanpa dasar, melainkan hasil tinjauan ilmiah jangka panjang terhadap data kesehatan masyarakat dunia. Konsumsi yang melebihi batas yang dianjurkan dalam waktu lama akan meningkatkan beban kerja organ, mempercepat peradangan, dan memicu kerusakan jaringan.

Penyakit Degeneratif yang Berkaitan dengan Konsumsi GGL Berlebih

Beberapa penyakit yang berkaitan dengan konsumsi GGL berlebih adalah sebagai berikut.

1. Stroke

Stroke terjadi ketika suplai darah ke otak terhenti atau berkurang. Kondisi ini sangat berkaitan dengan hipertensi, diabetes, dan kolesterol tinggi. Penelitian dari Jurnal Lancet Neural tahun 2021 menjelaskan bahwa ketiga faktor tersebut merupakan penyumbang utama risiko stroke secara global.

Gula berlebih dapat merusak pembuluh darah halus (kapiler) di otak. Garam berlebih meningkatkan tekanan darah sehingga pembuluh darah dapat pecah. Kolesterol berlebih mempersempit aliran darah. Ketiganya saling berinteraksi dan mempercepat kerusakan.

2. Hipertensi

Garam menyebabkan retensi cairan di dalam tubuh. Semakin banyak garam yang dikonsumsi, tubuh akan menahan air lebih banyak untuk menyeimbangkannya. Hal ini menyebabkan volume darah meningkat dan tekanan pada dinding pembuluh darah naik.

Studi ilmiah yang diterbitkan di Jurnal Nutrients tahun 2019 menunjukkan bahwa pengurangan garam secara konsisten menurunkan tekanan darah, termasuk pada individu yang sebelumnya tidak memiliki hipertensi.

Hipertensi disebut sebagai silent killer karena sering berlangsung tanpa gejala, tetapi menjadi penyebab penyakit yang lebih berat seperti serangan jantung dan stroke.

3. Diabetes

Konsumsi gula berlebih dalam jangka panjang memicu resistensi insulin. Tubuh menjadi kurang sensitif terhadap insulin sehingga gula tidak dapat masuk ke sel dan tetap tinggi dalam darah. Diabetes tipe 2 kemudian dapat memicu komplikasi lain seperti kebutaan, gagal ginjal, dan kerusakan saraf.

4. Penyakit Jantung Koroner

Asupan lemak jenuh dan lemak trans berlebih meningkatkan kadar Low-Density Lipoprotein (LDL) atau kolesterol jahat. LDL yang tinggi dapat memicu pembentukan plak di dinding pembuluh darah (aterosklerosis).

Ketika plak menebal, pembuluh darah menyempit sehingga aliran darah ke jantung berkurang. Kondisi ini dapat memicu nyeri dada (angina) hingga serangan jantung.

Penelitian yang berjudul Reduction in Saturated Fat Intake for Cardiovascular Disease tahun 2020 menyatakan bahwa pengurangan lemak trans dan jenuh secara konsisten menurunkan risiko penyakit jantung koroner dalam jangka panjang.

5. Penyakit Ginjal Kronis

Tekanan darah tinggi dan gula darah tinggi merupakan dua penyebab utama kerusakan ginjal. Pembuluh darah pada ginjal menjadi kaku dan rusak, menyebabkan fungsi filtrasi menurun. Data dari National Kidney Foundation tahun 2025 mencatat bahwa 66% kasus penyakit ginjal kronis berhubungan dengan diabetes dan hipertensi yang tidak terkontrol.

Kesimpulan

Penyakit degeneratif bukan terjadi tiba-tiba. Ia terbentuk dari kebiasaan sehari-hari yang tampak sederhana tetapi berlangsung bertahun-tahun. Usia dan faktor keturunan memang tidak dapat diubah, namun pola makan dan gaya hidup dapat dikendalikan sepenuhnya.

Membatasi konsumsi GGL bukan berarti harus menghindari penggunaan GGL dalam makanan, tetapi memahami bahwa tubuh harus membatasi konsumsi GGL. Apabila konsumsi GGL dilewati terus-menerus dari batas anjuran, akan berujung pada peningkatan risiko penyakit degeneratif.

Terkait asupan GGL, detikcom Leaders Forum akan hadir dengan tema ‘Ancaman Gula Berlebih: Manis Sesaat, Diabetes Sepanjang Hayat’. Hadir sebagai pembicara, Kepala BPOM RI Taruna Ikrar, Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi, CEO Nutrifood Mardi Wu mewakili pelaku usaha pangan, dan dokter spesialis penyakit dalam dari Brawijaya Hospital dr Erpryta Nurdia Tetrasiwi, SpPD.

Nantikan penayangannya, Jumat (31/10/2025) di detikcom.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com