Tag Archives: health

Orang China Kuno Jadikan Tulang Tengkorak Cawan dan Topeng



Jakarta

Kehidupan di China pada zaman batu lima ribu tahun lalu menyimpan fakta unik. Tanpa teknologi, tanpa kota besar, tapi dengan sistem sosial dan kepercayaan yang mulai terbentuk.

Di masa itulah, sebuah temuan arkeologis di China mengungkap sisi gelap dan kompleks kehidupan orang China kuno, mereka menjadikan tulang tengkorak orang yang sudah meninggal menjadi cawan dan topeng.

Temuan ini berasal dari situs peninggalan budaya Liangzhu, sebuah peradaban kuno yang berkembang di delta Sungai Yangtze di China selatan sekitar tahun 3.000 SM. Para peneliti menemukan lebih dari 183 fragmen tulang manusia. Setidaknya 52 di antaranya menunjukkan tanda-tanda telah dipahat dan dibentuk. Ada yang menjadi cawan dari tengkorak, potongan datar dari tulang lengan, hingga topeng yang dibuat dari tulang wajah.


Namun, di balik temuan yang terdengar menyeramkan ini, para ilmuwan melihat sesuatu yang jauh lebih menarik, tentang perubahan cara manusia memahami kematian dan hubungan sosial.

Dari Ritual Penghormatan ke Simbol Perubahan Sosial

Bertahun-tahun lamanya para arkeolog menganggap praktek ini adalah bagian dari ritual dan simbol penghormatan terhadap leluhur. Namun, penelitian terbaru yang dikutip dari Science News Today dan LiveScience mengungkapkan terdapat kemungkinan lain.

Tulang-belulang tersebut ditemukan pada kanal parit yang mengelilingi pemukiman, dan bukan di pemakaman bagaimana seharusnya. Hal ini jelas menunjukkan bahwa bagi orang China kuno saat itu, tulang-tulang orang yang sudah meninggal bukanlah hal yang dianggap sakral dan harus dilindungi, melainkan hanya sebagai material yang dapat diolah, dipakai, bahkan dibuang begitu saja.

“Fakta bahwa banyak tulang manusia yang diolah tidak selesai dan dibuang di kanal menunjukkan kurangnya rasa hormat terhadap orang mati,” demikian pemimpin penulis studi ini, Junmei Sawada, antropolog biologi dari Niigata University of Health and Welfare, Jepang.

Sawada menambahkan, tidak ada jejak bahwa tulang-tulang tersebut berasal dari orang yang mati karena kekerasan, atau tanda bahwa kerangka telah dipisah paksa. Itu berarti tulang-tulang kemungkinan besar diolah setelah mayat membusuk.

Sawada juga menganggap hal ini menandakan adanya pergeseran sosial besar-besaran di masyarakat China kuno di Liangzhu dari komunitas kecil berbasis kekerabatan menuju masyarakat urban yang lebih kompleks dan terstratifikasi.

Penelitian mencatat, ketika kota berkembang, hubungan sosial juga ikut berubah. Tidak semua orang dianggap bagian dari keluarga besar yang harus dihormati setelah meninggal.

Wujud Refleksi Peradaban

Walaupun tulang-tulang tersebut diolah sedemikian rupa, tetapi tidak ditemukan jejak bukti kanibalisme atau kekerasan. Tidak ditemukan bekas potongan yang menunjukkan pemotongan untuk dimakan, melainkan proses pemahatan yang rapi dan terencana.

Bentuk-bentuk artefak ini mungkin digunakan untuk ritual keagamaan atau simbolik, tapi konteksnya kini dianggap berbeda. Di masyarakat yang semakin besar, kematian seseorang mungkin tak selalu diperingati secara personal, melainkan dijadikan bagian dari sistem simbol sosial yang lebih luas, seperti tanda kekuasaan, pengorbanan, atau bahkan penanda status.

Sekilas, kisah ini terdengar kejam. Tapi jika ditelisik lagi, praktek ini memberikan pelajaran penting tentang bagaimana hubungan antara kemajuan dan nilai kemanusiaan.

Ketika masyarakat Liangzhu berkembang menjadi salah satu peradaban paling maju di zamannya dengan sistem kanal, pertanian, dan organisasi sosial yang rumit namun mereka juga menghadapi perubahan dalam hal spiritual dan moral.

Kematian yang dulunya bersifat personal dan penuh penghormatan berubah menjadi sesuatu yang lebih ‘sistemik’ dan simbolik.

Pelajaran yang dapat diambil adalah, bahwa peradaban bukan hanya soal kemajuan teknologi, tapi juga bagaimana manusia mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan di tengah perubahan sosial.

Seperti halnya Liangzhu lima ribu tahun lalu, masyarakat modern hari ini juga dihadapkan pada tantangan yang sama, jangan sampai kemajuan membuat kita kehilangan rasa hormat terhadap kehidupan dan kematian.

Temuan arkeologi dan studi soal budaya Liangzhu ini sudah diterbitkan dalam Jurnal Natur Scientific Reports pada 26 Agustus 2025 dengan judul ‘Worked human bones and the rise of urban society in the neolithic Liangzhu culture, East Asia’.

(nwk/nwk)



Sumber : www.detik.com

Polusi Udara Bisa Memperlambat Perkembangan Otak Bayi yang Baru Lahir



Jakarta

Sebuah studi menemukan polusi udara bisa berdampak buruk bagi ibu hamil. Para ilmuwan dari Barcelona mengungkapkan polusi udara bisa memperlambat pematangan otak bayi yang baru lahir.

Dalam temuannya, peneliti menunjukkan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang terpapar partikel halus (PM 2.5) cenderung memiliki perkembangan mielin otak relatif lambat. Hal ini dapat menjadi indikator penting dalam proses tumbuh kembang sistem saraf.

Untuk menemukan hasil ini, tim peneliti dari Barcelona Institute for Global Health (ISGlobal) memindai 132 otak bayi baru lahir menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI).


Pengaruh Paparan Polusi Udara terhadap Ibu Hamil

Hasil penelitian menemukan bahwa bayi yang ibunya terpapar udara dengan kadar PM2.5 tinggi selama masa kehamilan menunjukkan tingkat mielinasi (myelination) lebih rendah dibanding bayi dalam lingkungan udara yang bersih.

“Paparan polusi udara, bahkan dalam kadar yang relatif rendah, sudah cukup untuk mempengaruhi pematangan otak neonatus,” ungkap Dr Mònica Guxens, peneliti utama studi ini, dikutip dari EurekAlert.

Mielinasi merupakan proses pembentukan lapisan pelindung pada sekitar serabut saraf otak. Proses ini penting karena membuat sinyal listrik antar sel otak dapat berjalan cepat dan efisien, bisa diilustrasikan seperti “kabel listrik” yang dilindungi isolator.

Jika mengalami kelambatan dalam prosesnya, maka perkembangan yang tidak optimal pada koneksi otak bayi bisa terjadi pada fase awal kehidupan.

Tempat Tinggal Ibu Hamil dan Paparan Polusi Udara

Para ilmuwan melakukan penggabungan data kualitas udara dari lokasi tempat tinggal ibu hamil dengan hasil MRI otak bayinya di bulan pertama pasca kelahiran.

Polutan utama yang diamati adalah PM 2.5, yaitu partikel halus berdiameter kurang dari 2,5 mikrometer yang dihasilkan dari pembakaran kendaraan bermotor, industri, serta asap rokok.

Hasil analisis menunjukkan hubungan linier, di mana semakin tinggi paparan PM 2.5 selama kehamilan, semakin rendah pula tingkat mielinasi otak bayi.

Namun, peneliti belum bisa memastikan zat mana dalam PM 2.5 yang paling berpengaruh, karena partikel ini terdiri dari banyak unsur termasuk logam berat seperti besi dan tembaga serta senyawa organik beracun.

Ibu Hamil Wajib Perhatikan Kualitas Udara Sekitar

Studi ini menjadi yang pertama memetakan efek polusi udara terhadap struktur otak bayi baru lahir secara langsung.

Selama ini, sebagian besar riset hanya meneliti efek jangka panjang seperti penurunan IQ atau gangguan perhatian pada anak usia sekolah.

“Mengetahui dampaknya sedini mungkin sangat penting. Jika perubahan mielinasi ini berlanjut, bisa memengaruhi fungsi kognitif dan perilaku anak di kemudian hari,” jelas Guxens.

Para ilmuwan menekankan pentingnya upaya mengurangi kadar polusi udara, terutama di kawasan perkotaan dengan lalu lintas padat.

Selain itu, ibu hamil disarankan untuk lebih memperhatikan kualitas udara di sekitar tempat tinggal, seperti menghindari paparan asap kendaraan dan memperbanyak aktivitas di ruang terbuka hijau.

“Kesehatan lingkungan ibu bukan hanya soal paru-paru, tapi juga otak generasi masa depan,” tulis para peneliti dalam laporannya di Environmental Research.

Meski temuan ini belum membuktikan hubungan sebab-akibat secara penuh, hasilnya memberikan peringatan kuat, bahwa polusi udara tidak hanya berdampak pada tubuh, tapi juga otak bayi bahkan sebelum ia lahir.

Penelitian lanjutan diharapkan dapat menjawab apakah perlambatan mielinasi ini akan berpengaruh hingga usia sekolah atau dewasa.

(faz/faz)



Sumber : www.detik.com

Fata Mengerikan Mikroplastik yang Bahayakan Kesehatan Manusia


Jakarta

Mikroplastik, pecahan kecil yang terbentuk ketika produk plastik terurai, telah terdeteksi dalam jaringan manusia dengan laju yang semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Keberadaan mikroplastik juga telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan.

Para ahli dari Harvard TH Chan School of Public Health mengatakan bahwa upaya lebih besar harus dilakukan untuk membatasi polusi plastik di seluruh dunia. Dalam artikel JAMA Insights edisi 15 Oktober, Shruthi Mahalingaiah, Kari Nadeau, dan David Christiani, memberikan gambaran umum tentang tingkat polusi dari mikroplastik dan dampaknya terhadap kesehatan, baik yang diketahui maupun yang potensial.


Seperti dikutip dari laman Harvard School of Public Health, para ilmuwan ini mencatat:

  • Produksi plastik melonjak dari 234 juta ton pada 2000 menjadi 435 juta ton pada 2020 dan diperkirakan akan melonjak lagi sebesar 70% pada 2040
  • Plastik mengandung beberapa bahan kimia yang sangat beracun seperti zat penghambat api, zat perfluoroalkil dan polifluoroalkil (PFAS), serta ftalat yang dapat bermigrasi ke lingkungan dan ke dalam tubuh manusia
  • Mikroplastik telah ditemukan di banyak makanan, minuman, sumber air minum, pakaian, kosmetik, dan produk perawatan pribadi lainnya
  • Struktur mikroplastik yang unik memungkinkan mereka bertindak sebagai pembawa kontaminan
  • Penelitian telah menunjukkan bahwa paparan mikroplastik dapat menyebabkan kerusakan pada sel, DNA, dan respons imun
  • Mikroplastik telah ditemukan di banyak jaringan manusia, dan konsentrasinya dalam jaringan tampaknya meningkat seiring waktu
  • Studi observasional telah menunjukkan adanya hubungan antara mikroplastik dengan meningkatnya risiko serangan jantung, stroke, demensia, atau kematian dini.

Para penulis penelitian mencatat bahwa meskipun terdapat banyak kebijakan lokal dan nasional yang bertujuan untuk membatasi polusi plastik, hanya ada sedikit perjanjian internasional yang berlaku.

Mereka menuliskan, “Kerja sama internasional untuk membatasi polusi plastik dan menemukan alternatif plastik yang aman bagi lingkungan sangat dibutuhkan.”

(rns/rns)



Sumber : inet.detik.com

Ngeri! Ditemukan Topeng Berusia 5.000 Tahun Terbuat dari Tulang Manusia


Jakarta

Cawan dan topeng terbuat dari tulang manusia ditemukan di antara tumpukan tulang manusia berusia 5.000 tahun yang dibuang di China, menurut sebuah studi baru.

Tengkorak yang dipahat itu ditemukan bercampur dengan tembikar dan sisa-sisa hewan, tetapi tujuan dari benda-benda mengerikan itu sejauh ini belum diketahui para ahli.


Tulang-tulang ini berasal dari budaya Liangzhu, yang mencakup kota tertua di Asia Timur, menurut penelitian yang diterbitkan 26 Agustus di jurnal Scientific Reports. Koleksi tulang tersebut telah dikarbonisasi dan diperkirakan berasal dari antara 3000 dan 2500 SM, pada periode Neolitikum China.

Beberapa pemakaman Liangzhu telah ditemukan di masa lalu, tetapi tidak satu pun di antaranya memiliki tulang pahatan. Para arkeolog menemukan lebih dari 50 tulang manusia dari kanal dan parit di lima situs yang menunjukkan tanda-tanda ‘diolah’, yakni dibelah, dilubangi, dipoles, atau digiling dengan alat.

“Fakta bahwa banyak tulang manusia yang diolah tidak selesai dan dibuang di kanal menunjukkan kurangnya rasa hormat terhadap orang mati,” kata penulis utama studi Junmei Sawada, seorang antropolog biologi di Niigata University of Health and Welfare di Jepang, dikutip dari Live Science.

Tidak ada jejak tulang yang berasal dari orang yang meninggal karena kekerasan, atau tanda-tanda bahwa kerangka tersebut telah dipisahkan. Artinya, tulang-tulang tersebut kemungkinan besar diproses setelah mayat membusuk, kata Sawada.

Para peneliti menemukan bahwa tulang yang paling umum dikerjakan adalah tengkorak manusia. Mereka menemukan empat tengkorak dewasa yang telah dipotong atau dibelah secara horizontal untuk membentuk ‘mangkuk tengkorak’, dan empat tengkorak lainnya yang dibelah dari atas ke bawah untuk membentuk objek seperti kerangka topeng.

arkeologiPara arkeolog menemukan empat cawan tengkorak di situs Neolitikum di China. Foto: Scientific Reports

Cawan tengkorak manusia sebelumnya telah ditemukan dari pemakaman budaya Liangzhu yang berstatus tinggi, tulis para peneliti dalam penelitian tersebut, yang menunjukkan bahwa cawan itu mungkin dibuat untuk tujuan keagamaan atau ritualistik.

Namun, tengkorak wajah yang menyerupai topeng itu tak tertandingi. Jenis-jenis tulang olahan lain yang dibuang, termasuk tengkorak berlubang di bagian belakang dan rahang bawah yang sengaja diratakan, juga unik.

“Kami menduga bahwa kemunculan masyarakat perkotaan, dan pertemuan yang dihasilkan dengan ‘lingkungan sosial’ di luar komunitas tradisional, mungkin menjadi kunci untuk memahami fenomena ini,” kata Sawada.

Karena banyak tulang yang diolah belum selesai, hal ini menunjukkan bahwa tulang manusia tidak terlalu langka atau bernilai tinggi, menurut penelitian tersebut, yang menyoroti transformasi persepsi orang mati selama budaya Liangzhu yang berkembang pesat.

Ketika orang tidak lagi mengenal semua tetangga mereka atau menganggap mereka sebagai kerabat, mungkin akan lebih mudah untuk memisahkan tulang dari orang-orang yang memilikinya, menurut para penulis penelitian.

“Hal yang paling menarik dan unik dari temuan ini adalah fakta bahwa tulang-tulang manusia yang telah diolah ini pada dasarnya adalah sampah,” ujar Elizabeth Berger, seorang bioarkeolog di University of California, Riverside.

Berger sependapat dengan para peneliti bahwa perlakuan yang tidak lazim terhadap tulang-tulang tersebut mungkin berkaitan dengan meningkatnya anonimitas masyarakat urban. Praktik budaya Liangzhu dalam mengolah tulang manusia muncul tiba-tiba, berlangsung setidaknya selama 200 tahun berdasarkan penanggalan radiokarbon, dan kemudian menghilang.

“Masyarakat Liangzhu mulai menganggap beberapa tubuh manusia sebagai bahan mentah yang tidak aktif. Tapi apa yang menyebabkan hal itu terjadi dan mengapa hal itu hanya bertahan selama beberapa abad?,” tanyanya.

Sawada mengatakan bahwa studi-studi mendatang dapat membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, terutama dengan mengungkap kapan dan bagaimana orang-orang mendapatkan tulang-tulang tersebut. Analisis tambahan ini dapat membantu para peneliti mengungkap makna di balik praktik tersebut dan hubungannya dengan perubahan ikatan sosial dan kekerabatan di China pada masa Neolitikum.

(rns/rns)



Sumber : inet.detik.com

Kemenkes Ingatkan RI Dibayangi Kenaikan Influenza A, Mulai Ngegas di Asia Tenggara


Jakarta

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengingatkan kemungkinan meningkatnya kasus influenza A, khususnya subtipe H3N2, yang kini dilaporkan mendominasi di kawasan Asia Tenggara.

Mengutip data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) FluNet, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Aji Muhawarman mengatakan kasus terbanyak paparan influenza di Indonesia juga dilaporkan berkaitan dengan varian influenza A (H3N2).

“Dari data WHO terbanyak influenza A (H3),” ujar Aji, saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (16/10/2025).


Namun, ia belum dapat merinci wilayah mana saja di Indonesia yang mencatat jumlah kasus tertinggi.

Menurut Dicky, praktisi global health security, peneliti sekaligus pakar epidemiologi, tren kasus influenza A memang mulai dominan di beberapa negara.

“Secara regional Asia Tenggara bahkan global, tahun ini influenza A, khususnya subtipe A H3N2 dilaporkan dominan di beberapa zona dan berkontribusi besar terhadap peningkatan kasus,” beber Dicky saat dihubungi terpisah.

Ia menjelaskan WHO memang mencatat peningkatan aktivitas influenza A H3N2 di beberapa wilayah Asia Selatan termasuk Asia Tenggara. Salah satu lonjakan terbesar terjadi di Thailand, dengan 61 kematian dari 702.308 kasus sejak 1 Januari hingga 8 Oktober 2025.

“Ini menunjukkan gelombang nyata di kawasan ASEAN,” tambahnya.

Rawat Inap Lebih Lama dan Risiko Komplikasi

Dicky menyebut, sejumlah studi klinis menunjukkan influenza A menjadi penyebab dominan pasien dewasa dirawat karena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dengan rata-rata lama rawat inap 9 hingga 10 hari, lebih panjang dibandingkan paparan virus lain.

“Ini mendukung pengamatan bahwa pada gelombang tertentu, flu A bisa menimbulkan beban rumah sakit yang besar, jadi harus waspada,” jelasnya.

Meski begitu, Dicky menekankan distribusi subtipe flu relatif berbeda di setiap waktu.

“Dominasi flu A H3N2 bersifat spasial dan temporal, tidak otomatis semua negara memiliki pola yang sama,” katanya.

Karena itu, data lokal dan sistem sentinel perlu terus dimonitor untuk memastikan pola penularan di Indonesia. Ia menambahkan, mayoritas kasus flu akan sembuh dalam 1 hingga 2 minggu, tetapi pasien dengan influenza A cenderung mengalami demam lebih lama, batuk berkepanjangan, dan komplikasi seperti pneumonia sekunder yang membuat masa rawat inap lebih panjang.

Dicky menuturkan, anak kecil dan lansia merupakan kelompok paling rentan terhadap infeksi berat akibat influenza A. Selain karena imunitas tubuh yang rendah, faktor lain seperti varian baru, ketidaksesuaian vaksin, atau infeksi ganda dengan COVID-19 juga dapat memperparah kondisi pasien.

“Flu A menyebabkan lebih banyak rawat inap dengan durasi lebih lama karena komplikasi pneumonia sekunder, eksaserbasi asma, atau efek batuk berkepanjangan,” paparnya.

Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, musim influenza tahun ini bahkan disebut memiliki beban rumah sakit yang tinggi dengan potensi kematian lebih besar dibandingkan musim flu sebelumnya.

Menghadapi tren ini, Dicky mengingatkan pentingnya langkah pencegahan sederhana, mulai dari vaksinasi flu musiman hingga menjaga kebersihan diri.

“Kelompok berisiko tinggi harus divaksinasi flu. Gejala berat yang perlu diwaspadai antara lain demam tinggi dan sesak napas,” ujarnya.

Ia juga menekankan vaksinasi flu musiman, mencuci tangan, isolasi saat sakit, serta memakai masker di tempat padat tetap menjadi langkah efektif untuk menekan penularan.

“Untuk masyarakat, bila mengalami demam, batuk, pilek, sebaiknya istirahat di rumah, minum air hangat, dan konsumsi obat pereda demam sesuai anjuran. Jangan berangkat sekolah atau kerja dulu satu-dua hari,” imbaunya.

Dicky juga menyarankan vaksinasi flu bagi ibu hamil, anak di bawah 5 tahun, lansia di atas 50 tahun, orang dengan penyakit kronis, serta mereka yang sering bepergian.

Meskipun mayoritas kasus influenza A dapat sembuh tanpa komplikasi, gelombang besar seperti yang terjadi di Thailand menjadi peringatan bagi Indonesia untuk memperkuat sistem surveilans dan kesiapsiagaan fasilitas kesehatan.

“Dalam menghadapi lonjakan kekhawatiran ini, penting untuk memastikan data lokal diperbarui secara rutin dan fasilitas kesehatan siap menghadapi potensi peningkatan pasien influenza A,” kata Dicky.

(naf/up)



Sumber : health.detik.com

Uban Bisa Hilang? Ilmuwan Temukan Kunci agar Rambut Kembali ke Warna Aslinya!


Jakarta

Seiring bertambahnya usia, pigmen warna pada rambut akan memudar dan berubah menjadi putih atau disebut dengan uban. Hal ini biasa jika di alami orang yang sudah berusia senja.

Namun, bagaimana jika pertumbuhan uban dialami oleh mereka yang masih muda? Apakah bisa warna asli rambut seseorang kembali seperti semula setelah memutih? Ini penjelasannya menurut sains.

Rambut Beruban Bisa Kembali ke Warna Aslinya?

Rambut beruban sering kali jadi tanda penuaan, tapi ternyata tidak selalu begitu. Berdasarkan studi terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature, uban muncul karena “kemacetan” sel di dalam folikel rambut, bukan karena tubuh menua secara keseluruhan.


Peneliti dari NYU Langone Health, Amerika Serikat, menemukan bahwa sel penghasil pigmen warna rambut, yakni sel induk melanosit (melanocyte stem cells/McSCs), gagal berpindah tempat sesuai waktunya. Akibatnya, rambut tetap tumbuh sehat, tetapi warnanya memudar menjadi abu-abu atau putih.

“Studi kami menambah pemahaman dasar tentang bagaimana sel induk melanosit bekerja untuk mewarnai rambut,” kata Qi Sun, PhD, peneliti utama studi tersebut, dikutip dari NYU Langone Health.

Mengapa Rambut Bisa Berubah Jadi Uban?

Di dalam folikel rambut terdapat dua jenis “tim kerja”:

  • Sel induk rambut, yang mengatur pertumbuhan rambut.
  • Sel induk melanosit, yang bertugas memberi warna pada rambut.

Saat rambut baru mulai tumbuh, sel induk melanosit seharusnya bergerak ke area yang kaya protein WNT yaitu sinyal kimia yang memerintahkan mereka berubah menjadi sel penghasil pigmen (melanosit).

Namun, ketika sel-sel tersebut “macet” di tempat atau tak lagi menerima sinyal, tahap pewarnaan tidak terjadi, dan rambut yang tumbuh menjadi berwarna abu-abu.

“Sel induk melanosit seharusnya bisa berperilaku seperti bunglon yang bisa berubah dan beradaptasi sesuai lingkungannya. Ketika kemampuan itu hilang, rambut menjadi abu-abu,” jelas Mayumi Ito, PhD, profesor dermatologi di NYU Langone Health.

Penelitian Langsung di Folikel Rambut

Penemuan ini bukan hasil dugaan semata. Tim ilmuwan melakukan penelitian langsung jangka panjang dan analisis RNA sel tunggal pada folikel rambut tikus.

Mereka melacak posisi setiap sel dan melihat bagaimana instruksi genetik berubah selama beberapa siklus pertumbuhan rambut.

Hasilnya, semakin sering pertumbuhan rambut dipaksa berulang, semakin banyak sel induk pigmen yang tertinggal di tempat yang salah dan jumlah uban pun meningkat.

Dengan kata lain, posisi, pergerakan, dan waktu kerja sel menentukan warna rambut.

Meskipun temuan ini terdengar menjanjikan, para peneliti menegaskan bahwa belum ada obat untuk menghilangkan uban secara permanen.

Stres, genetik, dan faktor lingkungan tetap berpengaruh pada munculnya uban.

Langkah berikutnya adalah membuktikan apakah pola serupa juga terjadi pada manusia. Jika iya, maka ilmuwan bisa mencari cara aman untuk mendorong sel bergerak tepat waktu atau menguatkan sinyal dalam folikel rambut agar warna kembali muncul secara alami.

“Tujuannya bukan sekadar mengubah warna rambut, tetapi menjaga keseimbangan antara sel yang aktif dan yang beristirahat,” ungkap tim peneliti.

Uban Bukan Rambut Rusak

Bagi detikers yang mulai menemukan helai putih di kepala, jangan khawatir. Rambut beruban bukan berarti rambut lemah atau tidak sehat.

Folikel rambut tetap berfungsi dengan baik, hanya saja tim sel pewarna rambut sedang terlambat menerima instruksi kerja.

Kini, sains sedang mencari cara untuk memperbaiki “kemacetan” di dalam folikel tersebut. Jika berhasil, warna rambut bisa kembali seperti semula, tanpa pewarna kimia.

Untuk saat ini, uban bukan lagi misteri, melainkan soal waktu dan koordinasi sel yang sedang dipelajari sains.

Penulis adalah peserta program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama di detikcom.

(nah/nah)



Sumber : www.detik.com

Terobosan di Dunia Medis! Inggris Setujui Suntikan untuk Cegah Penularan HIV


Jakarta

Kabar gembira datang dari Inggris. Injeksi dengan efek jangka panjang yang berfungsi mencegah infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) telah disetujui untuk digunakan di Inggris dan Wales.

Suntikan pencegahan HIV yang dikenal sebagai Prep (profilaksis pra-pajanan) dengan nama dagang cabotegravir (CAB-LA) ini akan diberikan setiap dua bulan sekali, menawarkan alternatif bagi mereka yang selama ini harus mengonsumsi pil Prep setiap hari.

Harapan Baru Bagi Kelompok Rentan

National Institute for Health and Care Excellence (NICE) merekomendasikan CAB-LA bagi orang dewasa dan kaum muda yang berisiko tertular HIV tetapi tidak dapat menjalani Prep oral harian karena alasan medis atau hambatan lain.


“Bagi orang-orang rentan yang tidak dapat mengambil metode pencegahan HIV lainnya, ini adalah harapan,” Menteri Kesehatan Inggris, Wes Streeting, dikutip dari The Guardian.

Diperkirakan hingga 1.000 orang di Inggris akan mendapatkan manfaat dari pengobatan injeksi baru ini setiap tahunnya.

Persetujuan injeksi ini semakin memperkuat ambisi Inggris untuk menjadi negara pertama di dunia yang mengakhiri transmisi HIV pada tahun 2030.

“Inggris akan menjadi negara pertama yang mengakhiri transmisi HIV pada tahun 2030, dan pengobatan terobosan ini adalah alat ampuh lain dalam gudang senjata kami untuk mencapai tujuan penting itu,” tegas Streeting.

Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) melaporkan bahwa penggunaan Prep telah meningkat sebesar 7% dari tahun sebelumnya, dengan lebih dari 111.000 orang mengaksesnya di klinik kesehatan seksual pada tahun 2024.

Peluncuran suntikan ini diharapkan dimulai sekitar tiga bulan setelah NICE menerbitkan panduan finalnya pada akhir tahun ini.

(kna/kna)



Sumber : health.detik.com

Muncul Varian Baru Virus Flu di China, Berpotensi Jadi Pandemi? Ini Kata Epidemiolog


Jakarta

Baru-baru ini peneliti yang dipimpin oleh Hongbo Bao di China mendeteksi varian baru virus flu yang dikenal sebagai Influenza D virus (IDV) jenis virus yang umumnya ditemukan pada sapi. Tim dari Changchun Veterinary Research Institute mengidentifikasi strain baru bernama D/HY11, yang ditemukan pada sapi di wilayah timur laut China pada tahun 2023.

Hasil studi menunjukkan strain D/HY11 mampu bereplikasi di sel saluran pernapasan manusia serta jaringan hewan. Temuan ini memunculkan kekhawatiran bahwa virus tersebut berpotensi menyebar antar manusia.

“Strain IDV yang beredar saat ini sudah menimbulkan potensi ancaman panzootik [padanan hewan dari pandemi manusia],” tulis peneliti.


Terkait hal tersebut, epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, menjelaskan Influenza D Virus atau IDV biasanya beredar pada sapi dan beberapa hewan ternak. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada 2011, artinya sudah lebih dari 10 tahun yang lalu sehingga bukan dianggap virus baru.

“Dan yang baru adalah isolasi strain tertentunya yaitu D/HY11 dan bukti eksperimen yang menunjukkan kemampuan replikasi di sel manusia dan ini yang menjadi kebaruannya,” ucap Dicky saat dihubungi detikcom, Senin (20/10/2025).

Berpotensi Picu Pandemi?

Sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan IDV atau influenza D menyebabkan penyakit berat dalam populasi manusia secara luas. Bukti yang ada lebih kuat mengenai reservoir hewan seperti sapi dan paparan pada kelompok kontak hewan.

Meskipun demikian, Dicky menilai potensi terjadinya wabah atau bahkan pandemi tetap ada secara ilmiah. Hal ini dikarenakan setiap virus yang mengalami perubahan genetik hingga mampu menular secara efisien antar manusia, memiliki peluang untuk memicu terjadinya wabah berskala besar.

“Tetapi kemungkinan aktualnya kejadiannya bergantung pada bagaimana dia adaptasi genetik untuk replikasi dan transmisibilitas pada manusia. Ini yang masih jadi pertanyaan. Kemudian juga virulensi klinis pada manusia, juga kondisi ekologi, ekonomi yang mendorong spillover, kontak manusia hewan,” ucapnya lagi.

“Jadi saat ini bukti adaptasi manusianya terbatas, jadi risiko nyatanya belum dapat dikatakan tinggi, tapi kewaspadaan One Health wajib ditingkatkan,” sambungnya.

Apa Itu Influenza D Virus?

Dicky menjelaskan virus ini termasuk dalam genus Delta Influenza Virus dan merupakan bagian dari family Orthomyxoviridae, keluarga virus yang juga dikenal serius karena mencakup berbagai virus penyebab penyakit menular pada manusia.

Menurutnya, keluarga virus ini memiliki kesamaan karakter dengan keluarga coronavirus, yakni sama-sama berpotensi menimbulkan wabah. Pada hewan, IDV diketahui menyebabkan bovine respiratory disease complex, yaitu gangguan pernapasan yang cukup umum di sektor peternakan.

Sementara pada manusia, hingga kini baru ditemukan jejak genom dan antibodi terhadap virus ini, namun belum ada bukti kuat bahwa IDV menimbulkan penyakit klinis secara luas.

“WHO sendiri mengakui keberadaan empat jenis influenza, influenza A yang sekarang bersirkulasi dominan dan menyebabkan kasus-kasus, kemudian influenza B, influenza C, dan D,” kata Dicky.

Di antara keempatnya, influenza A merupakan tipe yang paling dominan bersirkulasi dan paling sering menyebabkan kasus pada manusia, diikuti oleh influenza B.

Dicky menjelaskan, selama ini, fokus pemantauan dan rekomendasi WHO difokuskan pada influenza A dan B karena bukti penyakitnya pada manusia sudah jelas dan telah memicu berbagai epidemi maupun pandemi sebelumnya. Sementara itu, untuk influenza D (IDV), WHO belum mengeluarkan pernyataan darurat global maupun status kewaspadaan khusus.

“Dan dokumen teknis WHO masih memusatkan komposisi vaksin pada A, B, dan pemantauan global influenza surveillance (GILS) untuk influenza A vaksin dan juga influenza B vaksin,” lanjutnya.

baca juga

(suc/suc)



Sumber : health.detik.com

Dokter Ungkap Cara Melakukan ‘Japanese Walking’ agar Manfaatnya Maksimal


Jakarta

Salah satu tren kebugaran terbaru yang tengah populer di media sosial adalah ‘Japanese walking’, yaitu rutinitas berjalan kaki selama 30 menit dengan mengombinasikan jalan santai dan jalan cepat secara bergantian.

Japanese walking tergolong latihan yang singkat, mudah diakses, dan tidak membutuhkan fasilitas khusus seperti keanggotaan gym atau peralatan mahal. Cukup keluar rumah dan mulai berjalan, siapa pun bisa melakukannya.

“Yang saya sukai dari Japanese walking adalah semua orang bisa melakukannya,” ujar dr Irvin Sulapas, dokter spesialis kedokteran olahraga sekaligus profesor di UTHealth Houston, dikutip CNN.


“Kamu tidak perlu melakukan olahraga intensitas tinggi yang membuat tubuh pegal dan lelah untuk mendapatkan manfaat bagi kesehatan.”

Latihan ini pertama kali dikembangkan oleh peneliti Jepang lebih dari 20 tahun lalu, dengan tujuan untuk meningkatkan kebugaran fisik pada orang paruh baya dan lansia, sekaligus membantu mencegah penyakit terkait gaya hidup seperti diabetes dan obesitas.

Penelitian terbaru yang dipublikasikan pada tahun 2025 menunjukkan lansia yang rutin menjalani latihan Japanese walking selama lima bulan mengalami peningkatan signifikan pada tekanan darah istirahat, kekuatan otot tungkai bawah, serta VO₂ max, indikator utama kebugaran jantung dan daya tahan aerobik.

Temuan ini diyakini menjadi salah satu pemicu meningkatnya popularitas Japanese walking dalam beberapa waktu terakhir.

Menurut dr Sergiu Darabant, dokter spesialis jantung di Miami Cardiac & Vascular Institute, bagian dari Baptist Health South Florida, latihan jalan cepat dengan interval intensitas tinggi, seperti Japanese walking, terbukti memberikan manfaat besar bagi kesehatan jantung dan kebugaran secara keseluruhan.

“Namun, jalan kaki ala Jepang menarik bagi banyak orang karena menawarkan akses untuk berolahraga dari gaya hidup yang kurang gerak,” kata dr Darabant.

“Tidak mengintimidasi.”

Cara Memulai Japanese Walking

Dalam studi tahun 2007, para peneliti menginstruksikan peserta untuk bergantian antara tiga menit jalan cepat dengan intensitas sekitar 70 persen dari kapasitas aerobik puncak (setara dengan intensitas sedang hingga tinggi), lalu tiga menit jalan lebih lambat dengan intensitas sekitar 40 persen, yang termasuk kategori ringan. Pola ini dilakukan selama setidaknya 30 menit, empat hari dalam seminggu.

Rekomendasi tersebut masih relevan hingga kini. Namun, dr Darabant menyarankan agar latihan ini dilakukan lima kali seminggu. Dengan begitu, seseorang dapat mencapai 150 menit aktivitas aerobik intensitas sedang per minggu, sesuai anjuran dari American Heart Association (AHA).

Bagaimana mengetahui apakah kecepatan jalan sudah cukup cepat? Menurut dr Darabant, cukup berjalan secepat mungkin tanpa sampai berlari.

“Umumnya, jalan cepat dianggap sekitar 6,5 km per jam, meskipun setiap orang berbeda,” kata Sulapas. 6,5 km per jam setara dengan kecepatan 15 menit per km.

Seperti halnya olahraga lain, keamanan tetap menjadi hal utama. Sebelum mencoba Japanese walking, sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter, dan hentikan segera jika muncul rasa nyeri.

Latihan ini juga bisa dilakukan di dalam ruangan menggunakan treadmill, terutama jika kondisi jalan di luar tidak mendukung, misalnya licin, tidak rata, atau kurang aman.

“Jika menggunakan treadmill, atur kemiringannya pada 1-2 persen,” saran dr Sulapas.

Kemiringan ini paling mendekati tingkat resistensi alami saat berjalan di luar ruangan.”

Namun, jika memungkinkan, melakukan Japanese walking di luar ruangan, terutama di alam terbuka, menjadi pilihan terbaik,

“Berinteraksi langsung dengan alam memberikan manfaat 100 persen. Tidak hanya meningkatkan kebugaran fisik, tetapi juga membantu menenangkan pikiran, mengurangi kecemasan, dan memperkuat koneksi dengan lingkungan sekitar,” kata dr Darabant.

(suc/suc)



Sumber : health.detik.com

Jemaah Umrah Wajib Vaksin Meningitis, Ini Edaran Terbarunya


Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menerbitkan Surat Edaran (SE) terbaru yang mewajibkan vaksin meningitis bagi jemaah umrah. Regulasi ini resmi mencabut kebijakan lama sejak 2022 yang menghapus prasyarat vaksin meningitis.

“Vaksinasi Meningitis Meningokokus merupakan kewajiban bagi mereka yang datang ke Arab Saudi dengan menggunakan visa haji dan umrah,” demikian bunyi surat tertanggal 11 Juli 2024 tersebut, dilihat detikHikmah, Jumat (12/7/2024).

Kebijakan tersebut tertuang dalam SE Nomor HK.02.02/A/3717/2024 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Meningitis bagi Jemaah Haji dan Umrah. Kewajiban ini disebut berlaku atas permintaan negara tujuan yakni, Arab Saudi.


Edaran yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kemenkes Kunta Wibawa Dasa Nugraha ini menyatakan, kebijakan diambil berdasarkan nota diplomatik Kedutaan Kerajaan Arab Saudi tertanggal 20 Mei 2024 melalui Kementerian Luar Negeri nomor 211-4239.

Pihak Kerajaan Arab Saudi melalui Kementerian Kesehatan Arab Saudi telah memperbarui ketentuan kesehatan pada jamaah melalui Umrah Health Requirements and Recommendations for Travelers to Saudi Arabia for Umrah – 1445H (2024). Aturan ini dapat diakses melalui https://www.moh.gov.sa/en/HealthAwareness/Pilgrims_Health/Pages/default.aspx.

Jemaah yang hendak melakukan vaksin meningitis untuk perlindungan kesehatan, diarahkan untuk melakukan vaksinasi di UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan layanan vaksinasi internasional.

Selain itu, disebutkan vaksin meningitis dapat memberi perlindungan jemaah yang memiliki komorbid dari penyakit yang menular. Adapun isi surat edaran selengkapnya sebagai berikut.

Surat Edaran Terbaru Kemenkes: Vaksin Meningitis Diwajibkan Lagi untuk Umrah

SURAT EDARAN
NOMOR HK.02.02/A/3717/2024
TENTANG PELAKSANAAN VAKSINASI MENINGITIS BAGI JAMAAH HAJI DAN UMRAH

Pelaksanaan vaksinasi internasional merupakan salah satu upaya pemerintah memberikan pelindungan kepada masyarakat melalui upaya pencegahan dan pengendalian terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu seperti pada persiapan keberangkatan calon jamaah haji dan umrah, persiapan perjalanan menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu pada suatu negara. Pelaksanaan vaksinasi internasional juga dilakukan berdasarkan permintaan dari negara tujuan pelaku perjalanan dengan pertimbangan tertentu. Berdasarkan nota diplomatik Kedutaan Kerajaan Arab Saudi tanggal 20 Mei 2024 melalui Kementerian Luar Negeri nomor 211-4239 telah disampaikan bahwa Pemerintah Kerajaan Arab Saudi melalui otoritas terkaitnya (Kementerian Kesehatan Arab Saudi) telah memperbarui ketentuan kesehatan pada jamaah melalui Umrah Health Requirements and Recommendations for Travelers to Saudi Arabia for Umrah – 1445H (2024) yang dapat diakses melalui tautan https://www.moh.gov.sa/en/HealthAwareness/Pilgrims_Health/Pages/default.aspx.

Vaksinasi Meningitis Meningokokus merupakan suatu kewajiban bagi mereka yang datang ke Arab Saudi dengan menggunakan visa haji dan umrah. Bagi jamaah umrah dan jamaah haji yang ingin melaksanakan vaksinasi Meningitis Meningokokus sebagai upaya perlindungan kesehatan, dapat melakukan pelaksanaan vaksinasi di UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan layanan vaksinasi internasional.

Untuk jamaah haji dan umrah yang memiliki komorbid sangat perlu menjadi perhatian, dan vaksinasi dapat memberikan perlindungan bagi jamaah tersebut dari penyakit menular.

Surat edaran ini dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi pemerintah daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan, dan para pemangku kepentingan dalam hal pelaksanaan vaksinasi bagi jamaah haji dan umrah Indonesia.

Adapun pelaksanaan vaksin tersebut merujuk pada ketentuan yang berlaku, sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6887);
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 559); dan
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pelayanan dan Penerbitan Sertifikat Vaksinasi Internasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 942) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2018 Tentang Pelayanan dan Penerbitan Sertifikat Vaksinasi Internasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 426);

Sehubungan dengan resminya surat edaran ini, disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi seluruh Indonesia, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia, Kepala UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan seluruh Indonesia, Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pelaksana Layanan Vaksinasi Internasional seluruh Indonesia, beberapa ketentuan sebagai berikut:

A. Dinas Kesehatan Provinsi

1. melaksanakan sosialisasi kepada penyelenggara ibadah haji dan umrah serta jemaah mengenai kebijakan vaksinasi Meningitis Meningokokus
2. melaksanakan koordinasi pelaksanaan surveilans pada kejadian penyakit Meningitis Meningokokus dengan Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota dan UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan.

B. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

1. melaksanakan sosialisasi kepada penyelenggara ibadah haji dan umrah serta jemaah mengenai kebijakan vaksinasi Meningitis Meningokokus
2. melaksanakan surveilans pada kejadian penyakit Meningitis Meningokokus dan berkoordinasi dengan UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan.

C. UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan

1. melaksanakan sosialisasi kepada penyelenggara ibadah haji dan umrah serta jamaah mengenai kebijakan vaksinasi Meningitis Meningokokus
2. melaksanakan pembinaan kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan layanan vaksinasi internasional pada wilayah kerjanya
3. melaksanakan pengawasan terhadap jamaah haji dan umrah sebelum keberangkatan dan saat kepulangan dengan berkoordinasi bersama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk pengawasan di wilayah.

D. Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pelaksana Layanan Vaksinasi Internasional (Rumah Sakit dan Klinik)

1. melaksanakan sosialisasi kepada penyelenggara ibadah haji dan umrah serta jemaah mengenai kebijakan vaksinasi Meningitis Meningokokus
2. melaksanakan layanan vaksinasi internasional dengan sebaik-baiknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
3. melaksanakan pencatatan dan pelaporan dengan tertib sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

E. Ditegaskan pula bahwa dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/C.I/9325/2022 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Meningitis bagi Jamaah Haji dan Umrah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Demikian Surat Edaran ini disampaikan untuk dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com