Tag Archives: peneliti

Eka Noviana, Dosen Farmasi UGM Ceritakan Bagaimana Jadi Top 2% Ilmuwan Dunia



Jakarta

Suatu penelitian sebaiknya juga berdampak terhadap masyarakat. Ide inilah yang kemudian membawa Eka Noviana, PhD menciptakan alat deteksi berbasis kertas yang mudah digunakan sekaligus berbiaya terjangkau.

Eka, panggilannya, merupakan salah satu dari World’s Top 2% Scientist versi Stanford University yang dirilis bersama Elsevier. Ia adalah dosen di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM).

Menjadi salah satu di antara ilmuwan top dunia, Eka mengaku kaget dan tersanjung. Ia menilai dirinya masih pemula.


“Jujur saya sangat tersanjung, sangat bersyukur sekali, agak kaget juga karena sebagai peneliti kan masih pemula,” ucap Eka kepada awak media di Fakultas Farmasi UGM, Sabtu (11/10/2025).

Ia menyebut ketika studi S3, mendapat kesempatan untuk belajar langsung kepada salah satu pakar di bidang penelitian yang digelutinya. Sehingga, hal ini membuat penelitiannya soal alat diagnostik itu memperoleh banyak sitasi dan masuk menjadi salah satu top scientists.

Eka mengatakan konsentrasinya adalah analitik, misalnya mendeteksi sesuatu seperti bahan berbahaya; obat; atau apa pun di berbagai jenis sampel.

“Kita juga ingin di bidang klinis itu, misalnya kalau familiar dengan gula, kolesterol, dan sebagainya, kita juga ingin mengembangkan, jadi yang dideteksi tidak hanya itu, tapi bisa dideteksi langsung di tempat lain,” jelasnya.

Bagaimana Akhirnya Terseleksi Jadi Top 2% Scientist?

Eka menerangkan, dalam top 2% scientist versi Stanford University ini, para peneliti disaring berdasarkan sitasi yang didapat. Ada peneliti yang diukur berdasarkan lifetime research atau single year.

“Jadi yang mereka lakukan itu adalah masing-masing penelitian, itu kan punya karya ilmiah ya, dan itu tuh dilihat sitasinya selama setahun, sitasi selama lifetime,” katanya.

“Nah jadi itu merupakan kumulatif dari penelitian-penelitian yang sudah dilawan sebelumnya, tapi mereka mengukurnya ada yang selama lifetime, ada yang single year. Kebetulan saya dapet yang single year. Jadi, sitasi tahun selama setahun full gitu, tapi memang risetnya itu adalah terkait tadi,” imbuh Eka.

Lulusan S2 dan S3 University of Arizona Amerika Serikat itu memperoleh predikat top 2% ilmuwan terkait risetnya yang disebut sebagai paper-based analytical device (PAD) atau kit kertas yang bisa digunakan untuk deteksi cepat.

“Kita coba mengembangkan metode yang itu bisa digunakan langsung di lapangan, harapannya cukup ramah digunakan oleh pengguna yang tidak punya background lab. Jadi tujuannya seperti itu,” ungkap Eka.

“Kita membuat alat deteksi itu lebih aksesibel, baik dari segi biaya maupun segi fasilitas, jadi yang tidak butuh alat besar, tidak butuh dicolokin ke listrik, bisa dibawa ke lapangan,” lanjutnya.

(nah/faz)



Sumber : www.detik.com

Ilmuwan Ungkap Manusia Punya ‘Indra Keenam’ Tersembunyi di Dalam Tubuh


Jakarta

Ketika berbicara indra, buku pelajaran biasanya akan mengajarkan ada lima indra yang dimiliki oleh manusia, meliputi penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa, dan peraba. Namun, peneliti baru-baru ini mengungkapkan ‘indra keenam’ yang selama ini mungkin tak diketahui orang-orang.

Indra keenam yang dimaksud adalah interoception atau interosepsi. Interosepsi merupakan proses ketika sistem saraf secara terus-menerus menerima dan menafsirkan sinyal fisiologis dari tubuh untuk menjaga agar fungsi vital berjalan dengan baik. Mereka mencontohkan perut keroncongan saat lapar, merasa haus saat kekurangan cairan tubuh, atau merasakan jantung berdebar saat cemas atau gugup.

“Interosepsi adalah hal yang mendasar bagi hampir setiap aspek kesehatan, namun masih menjadi wilayah ilmu saraf yang belum banyak dieksplorasi,” kata Profesor Xin Jin, yang akan memimpin sebagian penelitian ini, dikutip dari Daily Mail, Kamis (16/10/2025).


Konsep interosepsi pertama kali dikemukakan pada awal abad-20 oleh ahli saraf dari Inggris, Charles Sherrington. Namun, gagasan ini diabaikan oleh banyak peneliti sampai sekitar 10 tahun terakhir.

Ketika lima indra lain memerlukan organ khusus untuk berfungsi, interosepsi bekerja melalui jalur saraf yang tersebar dalam tubuh. Karena itu, mereka menyebut ini sebagai ‘indra keenam yang tersembunyi’.

“Neuron sensorik yang membawa pesan-pesan ini menjalar melalui berbagai jaringan, mulai dari jantung dan paru-paru hingga lambung dan ginjal, tanpa batas anatomi yang jelas,” kata peneliti.

Dengan pendanaan penelitian yang baru diterima, ahli akan memetakan bagaimana neuron sensorik terhubung dengan berbagai organ dalam, termasuk jantung dan saluran pencernaan. Mereka juga berencana akan membuat peta pertama di dunia tentang sistem sensorik ini.

Diharapkan penelitian soal interosepsi ini akan berdampak pada sistem pengobatan berbagai penyakit.

“Dengan menciptakan atlas pertama dari sistem ini, kami berharap dapat meletakkan dasar untuk memahami bagaimana otak menjaga keseimbangan tubuh, bagaimana keseimbangan itu bisa terganggu oleh penyakit, dan bagaimana cara memulihkannya,” tandas Profesor Jin.

(avk/up)



Sumber : health.detik.com

ITS Buka Pendaftaran Periset, Dana Rp 190 Juta per Orang


Jakarta

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) membuka pendaftaran periset pascadoktoral melalui program Post Doctoral Researcher 2025. Proposal dapat dikirim paling lambat 31 Oktober 2025.

Kuota periset yang dibuka yakni sebanyak 30 periset Warga Negara Indonesia dan 10 periset Warga Negara Asing. Periset WNI akan mendapatkan dana Rp 190 juta, termasuk tunjangan Rp 10 juta per bulan selama 10 bulan.


Peserta post-doctoral fellow diharapkan menghasilkan publikasi top tier under review. Dikutip dari panduan resminya, simak syarat dan jadwal seleksi periset post-doctoral ITS di bawah ini.

Syarat Periset Post Doctoral ITS 2025

  • Bukan dosen ITS
  • Bergelar doktoral (S3) dalam negeri atau luar negeri, paling lama 5 tahun sejak kelulusan
  • Bersedia menjalankan program post-doctoral
  • Memiliki minimal 1 publikasi ilmiah dalam kuartil 1 (Q1) jurnal internasional
    bereputasi yang terindeks Scopus ataupun Web of Science sebagai penulis pertama dan/atau corresponding author dalam 2 tahun terakhir
  • Host researcher (pengusul) disyaratkan:
    • Merupakan dosen tetap ITS, minimal S3 atau Lektor Kepala
    • Memiliki publikasi ilmiah dalam kuartal 1 jurnal internasional bereputasi yang terindeks Scopus ataupun Web of Science, minimal sebanyak 2 paper dalam 2 tahun terakhir.

Jadwal Seleksi Periset Post Doctoral ITS 2015

  • Call for paper: 1-31 Oktober 2025
  • Seleksi: 1-7 November 2025
  • Pengumuman penerima dana: 10 November 2025
  • Laporan progres, pengawasan, dan evaluasi: 31 Maret 2025
  • Laporan akhir, pengawasan, dan evaluasi: 1 Juli 2025

Pendaftaran periset ITS dibuka melalui https://its.id/PDPCandidate-2025. Simak info lebih lanjut di http://its.id/PDPGuidelines-2025.

(twu/nah)



Sumber : www.detik.com