Tag Archives: pernapasan

8 Fungsi Organ Paru-paru Manusia dan Cara Menjaga Kesehatannya


Jakarta

Paru-paru memiliki fungsi vital dalam tubuh manusia. Setiap tarikan napas, manusia tak hanya sekadar menghirup udara, tapi mengalami proses yang kompleks dan menentukan kelangsungan hidup.

Biasanya, paru-paru yang terganggu ditandai dengan adanya gangguan pernapasan. Seperti sesak napas, nyeri dada, hingga kelelahan.

Maka itu, penting untuk mengetahui apa saja fungsi organ paru-paru manusia dan bagaimana cara menjaganya tetap sehat. Simak penjelasan di bawah ini.


8 Fungsi Organ Paru-paru Manusia

Dilansir dari Jurnal Klinis National Library of Medicine (NLM), berikut fungsi paru-paru pada manusia:

1. Pertukaran Gas

Paru-paru bertugas memasukkan oksigen (O₂) ke dalam darah dan mengeluarkan karbon dioksida (CO₂) sebagai sisa metabolisme. Proses ini terjadi di alveoli, kantung udara kecil yang jumlahnya mencapai jutaan di paru-paru.

2. Mengatur Keseimbangan Asam-Basa

Dengan mengontrol kadar CO₂, paru-paru menjaga pH darah tetap stabil. Hal ini penting untuk mencegah kondisi asidosis (terlalu asam) atau alkalosis (terlalu basa).

3. Produksi Surfaktan

Surfaktan adalah zat berlapis fosfolipid yang dihasilkan paru-paru untuk menjaga alveoli tidak kolaps. Tanpa surfaktan, bernafas akan terasa sangat berat.

4. Fungsi Pertahanan Tubuh

Paru-paru memiliki sistem imun bawaan. Lendir dan bulu halus (silia) membantu menyaring debu serta mikroba, sementara makrofag alveolar menghancurkan partikel asing.

5. Metabolisme Zat Biologis

Paru-paru berperan dalam metabolisme hormon dan zat tertentu, misalnya enzim ACE yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II untuk mengatur tekanan darah.

6. Filtrasi Mikroemboli

Paru-paru bertindak sebagai filter alami, menyaring bekuan darah kecil sebelum mencapai organ vital lainnya.

7. Mendukung Homeostasis dan Sirkulasi

Endotel paru membantu menjaga tekanan darah, mengatur cairan tubuh, hingga mendukung pembentukan kapiler baru.

8. Jalur Pemberian Obat

Karena permukaannya luas, paru-paru sering digunakan sebagai jalur terapi, misalnya inhaler untuk asma atau obat berbasis aerosol.

9 Cara Menjaga Kesehatan Paru-Paru

Dikutip dari laman resmi National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) ada beberapa cara untuk menjaga kesehatan fungsi paru-paru manusia, yaitu:

1. Berhenti merokok atau jangan pernah memulai. Sebab, rokok merupakan penyebab utama penyakit paru serius.

2. Hindari paparan asap rokok. Sebisa mungkin untuk selalu melindungi diri dari bahaya perokok pasif.

3. Jaga berat badan ideal. Banyak studi dan kasus telah menunjukkan bahwa obesitas bisa memicu sleep apnea dan mengganggu pernapasan.

4. Tetap aktif secara fisik. Penting untuk melakukan olahraga rutin agar paru-paru lebih kuat.

5. Batasi paparan polusi udara Luar. Cek indeks kualitas udara sebelum beraktivitas di luar.

6. Kurangi polusi udara dalam ruangan. Pastikan rumah memiliki ventilasi baik dan bebas debu atau asap berbahaya.

7. Lindungi diri dari infeksi. Penting untuk melakukan vaksinasi flu dan pneumonia karena bisa melindungi paru-paru.

8. Waspadai gas radon. Uji rumah untuk memastikan tidak ada paparan gas radon yang berisiko kanker paru.

9. Gunakan alat pelindung diri. Jika bekerja di lingkungan berdebu atau berasap, pastikan menggunakan masker sesuai standar.

Itulah penjelasan mengenai pentingnya paru-paru sebagai organ manusia dan cara menjaganya tetap sehat. Semoga bermanfaat dan terus jaga kesehatan ya detikers!

*Penulis adalah peserta magang Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama

(faz/faz)



Sumber : www.detik.com

Heboh Varian Baru Virus Flu Muncul di China, Picu Kekhawatiran Pandemi


Jakarta

Varian baru virus flu yang disebut Influenza D Virus (IDV) terdeteksi di China dan menimbulkan kekhawatiran para ahli akan potensi pandemi baru. Para ilmuwan khawatir virus ini telah mengembangkan kemampuan untuk menular dari hewan ke manusia, bahkan mungkin antarmanusia.

Peneliti yang dipimpin Hongbo Bao dari Changchun Veterinary Research Institute menemukan varian baru IDV menunjukkan tingkat paparan yang mengkhawatirkan dan kemungkinan telah menyebar secara ‘diam-diam’ ke berbagai negara.

Virus IDV pertama kali terdeteksi pada tahun 2011 di seekor babi dengan gejala mirip influenza di Oklahoma, Amerika Serikat. Sejak itu, sapi diketahui menjadi inang utama virus ini, yang kemudian menimbulkan risiko penularan ke para pekerja peternakan.


“Dalam beberapa tahun terakhir, IDV sering kali muncul secara diam-diam di negara atau benua baru dan tidak menunjukkan gejala,” ucap penulis studi tersebut, dikutip dari laman The Sun.

Peneliti mengatakan, virus ini telah dilaporkan di Eropa, Amerika Utara dan Selatan, Asia, serta Afrika, dan juga ditemukan pada kambing, domba, kuda, unta, hingga anjing.

“Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai apakah IDV telah memperoleh peningkatan daya infeksi dan penularan,” kata peneliti.

Tim peneliti kemudian mengamati varian IDV D/HY11 yang muncul pada sapi di Timur Laut China pada tahun 2023. Mereka menguji kemampuan virus ini untuk bereplikasi serta menular. Hasilnya, D/HY11 terbukti bisa menular melalui udara maupun kontak langsung antarhewan.

Para penulis juga menilai risiko penularan manusia dan seberapa efektif obat flu umum dalam memerangi IDV. Uji laboratorium menunjukkan virus ini mampu berkembang biak di sel saluran pernapasan manusia dan jaringan hewan, yang berarti penularan ke manusia mungkin sudah terjadi.

Analisis sampel darah yang diarsipkan mengungkapkan 74 persen orang di China Timur Laut telah terpapar virus, yang menunjukkan jenis virus tersebut telah berpindah dari hewan ke manusia.

Angkanya meningkat hingga 97 persen pada orang dengan gejala pernapasan; tetapi masih belum diketahui apakah IDV dapat menyebar di antara manusia atau apakah ini semua merupakan infeksi yang terisolasi dari hewan.

“Singkatnya, kemungkinan besar wabah IDV telah berkembang menjadi masalah berkelanjutan bagi ternak dan manusia. Infeksi subklinis yang tidak teramati dapat berperan penting dalam penularan, dan secara diam-diam mempertahankan epidemi di tingkat populasi,” ucap peneliti.

“Kemungkinan rantai penularan yang tak terlihat dapat menyebar secara diam-diam melalui ternak, hewan ternak lainnya, dan manusia,” lanjutnya.

Dalam pengujian lanjutan, peneliti menumbuhkan virus dalam sel anjing dan manusia, alat standar untuk mempelajari jenis flu. Mereka juga mengujinya pada sel yang dirancang khusus untuk meniru lapisan saluran napas manusia, sapi, babi, dan anjing.

Hasilnya, virus tersebut secara efisien menginfeksi dan berkembang biak di semua sel yang tumbuh di laboratorium.

Selanjutnya, para peneliti menginfeksi tikus dengan varian D/HY11 untuk mempelajari kemampuan virus tersebut dalam menyebabkan penyakit dan menyebar ke berbagai organ, termasuk otak.

Mereka juga menginfeksi anjing, yang gejalanya dipantau untuk mengetahui seberapa banyak virus yang dikeluarkan, indikasi potensi penularannya, serta musang, yang digunakan sebagai model standar untuk meneliti penularan flu pada manusia.

Hewan-hewan tersebut ditempatkan di kandang khusus guna menguji apakah virus dapat menyebar melalui udara dari hewan yang terinfeksi ke hewan yang sehat. Hasilnya, virus D/HY11 terbukti dapat menyebar melalui udara tanpa kontak langsung, dari musang yang terinfeksi ke musang sehat.

Temuan ini penting, karena menunjukkan karakteristik virus yang berpotensi mudah menular di antara manusia, menurut penulis studi. Tim peneliti kemudian meneliti efektivitas berbagai obat antivirus terhadap D/HY11. Hasilnya, obat antivirus generasi baru seperti baloxavir, yang menargetkan kompleks polimerase atau mesin replikasi virus, terbukti lebih efektif melawan varian tersebut. Namun, virus ini menunjukkan resistensi terhadap sebagian besar obat flu konvensional.

Selain itu, enzim polimerase D/HY11 menunjukkan aktivitas yang meningkat, yang sebelumnya telah dikaitkan dengan penyebaran lebih efisien antar-mamalia.

Terakhir, para peneliti menganalisis 612 sampel darah dari relawan di China Timur Laut, yang dikumpulkan antara tahun 2020 hingga 2024, untuk mendeteksi antibodi terhadap D/HY11.

Hasilnya, hampir tiga perempat responden dari wilayah perkotaan dan pedesaan memiliki kadar antibodi tinggi terhadap virus ini, yang artinya menunjukkan paparan yang luas di populasi. Angka tersebut bahkan lebih tinggi pada individu yang pernah menjalani perawatan medis akibat gejala pernapasan.

“Hal ini meningkatkan kemungkinan penularan samar pada manusia dengan infeksi ringan atau tanpa gejala melalui virus mirip D/HY11 yang sedang berkembang,” kata para peneliti.

“Analisis serum retrospektif kami menunjukkan IDV mungkin telah beredar di China timur laut setidaknya sejak tahun 2020),” kata peneliti.

“Saat ini, belum ada pengujian IDV rutin yang dilakukan di mana pun di dunia, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang penyebaran diam-diam virus panzootik ini dan potensi munculnya varietas baru.”

(suc/suc)



Sumber : health.detik.com

Epidemiolog Soroti Varian Baru Virus Flu yang Picu Kekhawatiran di China


Jakarta

Kekhawatiran akan pandemi baru kembali merebak di China. Para ilmuwan telah mendeteksi varian baru virus flu yang menunjukkan tanda-tanda dapat menginfeksi manusia, menurut sebuah laporan. Virus ini yang dikenal sebagai Influenza D (IDV), sebagian besar ditemukan pada sapi, tetapi para peneliti kini yakin virus tersebut mungkin beradaptasi untuk menyebar di antara manusia.

Tim peneliti dari Changchun Veterinary Research Institute di China mengidentifikasi strain baru yang disebut D/HY11, yang pertama kali muncul pada sapi di China timur laut pada tahun 2023, menurut laporan tersebut. Studi mereka menemukan strain tersebut dapat bereplikasi di sel saluran pernapasan manusia dan jaringan hewan, sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa strain tersebut mungkin sudah menyebar di antara manusia.

Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, menjelaskan pada dasarnya virus Influenza D (IDV) sudah dikenal sejak tahun 2011, sehingga bukan merupakan virus baru. Temuan yang tergolong baru adalah isolasi strain tertentu, yakni D/HY11, serta bukti eksperimental yang menunjukkan kemampuan virus ini untuk bereplikasi di sel manusia.


“Inilah aspek kebaruan yang membuat para ahli meningkatkan kewaspadaan,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Senin (20/10/2025).

Dicky menjelaskan, IDV untuk bereplikasi dan menular pada hewan percobaan seperti ferret menjadi sinyal penting yang perlu diawasi. Menurutnya, hal ini menunjukkan adanya potensi risiko adaptasi virus terhadap manusia.

Meski begitu, ia menegaskan hingga saat ini belum ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa IDV dapat menyebabkan penyakit berat pada manusia secara luas. Bukti yang tersedia sejauh ini justru lebih banyak mengindikasikan bahwa sapi merupakan reservoir utamanya, sementara paparan pada manusia hanya ditemukan pada kelompok yang memiliki kontak erat dengan hewan ternak.

“Sehingga IDV adalah zoonosis potensial yang perlu diawasi. Jadi dia seperti halnya misalnya avian flu atau bahkan mungkin seperti potensi nipah misalnya atau hendra virus,” kata Dicky.

Pada hewan, virus IDV diketahui dapat menyebabkan bovine respiratory disease complex atau kompleks penyakit pernapasan pada sapi.

Sementara itu, pada manusia, lanjut Dicky, genom dan antibodi terhadap virus ini memang pernah dilaporkan, namun hingga kini belum ada bukti kuat mengenai munculnya penyakit klinis akibat IDV pada manusia.

“Jadi ada potensi menjadi wabah di manusia tapi saat ini sejauh ini belum ya. Sehingga belum ada bukti epidemi atau potensi epidemi besar pada manusia yang serupa influenza A pandemik dulu 100 tahun lebih lalu,” ucapnya lagi.

(suc/up)



Sumber : health.detik.com