Tag Archives: klinis

Wanti-wanti Dokter Gizi Buat yang Pingin Coba Diet Tiongkok di 2025


Jakarta

Diet ‘Tiongkok’ menjadi salah satu metode untuk menurunkan berat badan yang sempat viral di media sosial TikTok pada tahun 2024. Metode diet ini diklaim mampu membantu menurunkan berat badan hingga 10 kg hanya dalam waktu lima hari saja.

Video diet itu awalnya viral di Xiao Hong Shu, platform media sosial mirip Instagram di China. Dalam unggahan video, seorang wanita mengaku berat badannya berkurang hingga 10 kg dalam waktu kurang dari seminggu.

Seseorang yang melakukan diet ini hanya mengonsumsi satu jenis makanan dalam satu hari. Setiap harinya selama lima hari, pelaku diet menyantap satu jenis makanan yang berbeda-beda, baik itu protein, sayuran, buah, atau cairan.


Meskipun menawarkan hasil yang terbilang menggiurkan, spesialis gizi klinis dari Mayapada Hospital Kuningan, Jakarta Selatan, dr Oki Yonatan Oentiono, SpGK, PNS (Physician Nutrition Specialist) mengatakan diet ini sebenarnya tidak direkomendasikan.

“Sebenarnya berbahaya. Nanti ada hari yang kira-kira cukup (nutrisinya) dan ada hari-hari yang kurang. Kemudian badan kita itu didesain untuk menerima semua nutrisi itu setiap hari, jadi nggak dibagi-bagi kayak gitu,” kata dr Oki saat berbincang dengan detikcom, Jumat (13/12/2024).

“Makanan yang masuk ke dalam mulut kita itu seharusnya selalu ada dagingnya, ada karbohidratnya, ada sayurnya, lengkap,” sambungnya.

dr Oki menambahkan, memang diet ‘Tiongkok’ ini bisa menurunkan berat badan yang cepat. Namun, ketidakseimbangan nutrisi juga bisa berisiko mengganggu aktivitas harian.

“Iya bisa dikatakan ekstrem. Nanti juga nggak memuaskan hasilnya. Misalnya ada hari yang makan kentang aja, nanti ada hari yang makan daging aja, mungkin senang ya kan. Tapi besoknya yang dimakan apa? Sayur seharian,” katanya.

“Terus nggak masuk kerja dong, bisa lemas. Tenaganya dari mana?” sambungnya.

Menurut dr Oki, kekurangan nutrisi ini dapat membuat seseorang terkena anemia atau kekurangan sel darah merah. Hal ini bisa berakibat pada tubuh yang menjadi pucat.

“Bisa juga mudah sakit, gampang batuk pilek biasanya. Kalau ada luka sulit sembuh, kemudian kalau saya perhatikan itu rambut gampang rontok. Kalau pada perempuan, menstruasinya terganggu, bisa nggak menstruasi,” tutupnya.

(dpy/up)

Sumber : health.detik.com

Alhamdulillah sehat wal afiyat اللهم صل على رسول الله محمد
Source  : unsplash.com / Jonas Kakaroto

Oprah Winfrey Blak-blakan Jalani Diet GLP-1, Pakai Obat Diabetes untuk Turun BB


Jakarta

Presenter Oprah Winfrey belum lama ini blak-blakan soal rahasia dietnya. Pembawa acara “The Oprah Winfrey Show” itu mengaku menggunakan obat agonis GLP-1 untuk membantunya menurunkan berat badan.

Oprah pertama kali mengejutkan publik dengan penampilan barunya saat menghadiri pemutaran perdana film “The Color Purple” pada Desember 2023. Oprah yang terkenal memiliki tubuh tambun, tampil jauh lebih langsing.

Kala itu, penulis buku “Food, Health, and Happiness” itu tidak membagikan secara rinci tentang program penurunan berat badannya. Namun dalam episode terbaru “The Oprah Podcast”, sang presenter akhirnya membeberkan segalanya.


Dalam podcast tersebut, Oprah mengaku mengonsumsi agonis GLP-1, sejenis obat penurun gula darah yang juga dapat membantu menurunkan berat badan. Beberapa merek GLP-1 termasuk Ozempic dan Trulicity.

Agonis GLP-1 sendiri obat yang bekerja dengan cara meniru hormon GLP-1 yang dilepaskan tubuh setelah makan, membantu tubuh merasa kenyang, dan memperlambat pengosongan lambung.

Awalnya, Oprah menganggap mengonsumsi obat sebagai cara “curang” untuk menurunkan berat badan. Namun, kondisi kebugarannya yang terus menurun membuat wanita berusia 71 tahun perlu mencari metode alternatif untuk menurunkan berat badan.

“Ada bagian dari diri saya yang merasa, saya harus melakukannya (menurunkan berat badan) dengan cara yang sulit. Saya harus terus mendaki gunung, saya harus terus menderita. Saya harus melakukan itu karena kalau tidak saya seakan telah menipu diri saya sendiri,” ujar Oprah dikutip dari Today, Kamis (30/1/2025).

“Saya menyadari bahwa saya telah menyalahkan diri sendiri selama bertahun-tahun karena kelebihan berat badan, dan saya memiliki kecenderungan yang tidak dapat dikendalikan oleh kemauan keras,” kata Oprah saat mengakui menggunakan obat penurun berat badan.

Meskipun mengonsumsi obat, Oprah mengatakan dirinya tetap menginkorporasikan diet sehat dan aktivitas fisik ke rutinitas hariannya. Dia mengatakan obat penurun berat badan hanyalah bagian dari rencana untuk menjaga berat badannya tetap sehat.

“Saya bekerja sangat keras. Saya tahu bahwa jika saya tidak berolahraga dan memperhatikan hal-hal lainnya, hal itu tidak akan berhasil bagi saya,” katanya.

Oprah mengatakan dirinya hanya makan sampai pukul 4 sore. Selain itu, dia selalu mengonsumsi total satu galon air sehari dan menggunakan prinsip WeightWatchers untuk memantau berat badannya.

Oprah juga rutin mendaki sejauh 3 hingga 5 mil (4,8-8 km) setiap hari, dan mendaki sejauh 10 mil pada akhir pekan (16 km). Dia mengaku merasa lebih kuat, lebih bugar, dan lebih bersemangat dibanding yang dirasakannya selama bertahun-tahun.

Senada, ahli gastroenterologi dan spesialis pengobatan diabetes, dr Christopher McGowan menjelaskan obat penurun badan sama sekali bukan jalan keluar yang mudah.

“Anda tetap harus meningkatkan nutrisi Anda . Anda tetap harus tetap aktif. Anda benar-benar harus tetap konsisten dari waktu ke waktu untuk mencapai hasil yang terlihat dalam studi klinis,” ungkapnya.

(ath/kna)

Sumber : health.detik.com

Alhamdulillah sehat wal afiyat اللهم صل على رسول الله محمد
Source  : unsplash.com / Jonas Kakaroto

Wanti-wanti Dokter Gizi, Kesalahan Ini Bisa Bikin Gendut Usai Lebaran


Jakarta

Rayuan dari opor ayam dan rendang di Hari Raya Idul Fitri agaknya sulit untuk ditolak. Tidak sedikit yang termakan rayuannya dan memilih untuk los-losan mencicipi piring demi piring.

Gurihnya kuah santan dari opor dan lembutnya daging sapi di rendang membuat seseorang kadang lupa diri. Tanpa disadari sudah habis lebih dari tiga piring dalam satu hari. Rasa takut akan berat badan naik pun datang bersamaan dengan perut yang kenyang.

Tapi, apakah memang bisa berat badan tiba-tiba naik hanya karena los-losan makan di Hari Raya Idul Fitri yang hanya beberapa hari tersebut?


Menjawab hal ini, spesialis gizi klinis dari Mayapada Hospital Kuningan, Jakarta Selatan, dr Oki Yonatan Oentiono, SpGK, PNS (Physician Nutrition Specialist) mengatakan bahwa ‘kalap’ saat Lebaran bisa memengaruhi berat badan seseorang.

“Pengaruh kalau kalap. Kan makanan yang kita konsumsi itu ada beratnya, kalau dalam jumlah besar itu akan menambah ke berat badan kita, pasti itu,” kata dr Oki saat berbincang dengan detikcom, Jumat (7/3/2025).

dr Oki menambahkan bahwa los-losan makan di Hari Raya Idul Fitri meskipun hanya beberapa hari saja, itu bisa merusak program diet selama satu bulan selama Ramadan.

“Iya, kita ada penelitian di RSCM kira-kira selama bulan puasa seseorang bisa turun satu sampai dua kilogram. Nah, ketika respondennya dipanggil lagi dua minggu setelah puasa, itu berat badan mereka kembali lagi kayak sebelum puasa. Beberapa bahkan lebih tinggi,” katanya.

Sebenarnya, opor ayam, rendang, atau makanan lain yang selalu ada di meja makan saat Lebaran bisa-bisa saja dinikmati tanpa takut akan berat badan naik.

“Terutama di opor itu kan kalorinya banyak di kuah atau santannya. Jadi kuahnya jangan terlalu banyak, ayamnya dimakan nggak papa, kulitnya kalau bisa nggak dimakan,” kata dr Oki.

“Karena kulit itu kan ada lemaknya. Terus kuahnya jangan terlalu banyak, apalagi sampai disruput. Kalau nasinya ya disesuaikan porsi biasanya lah,” tutupnya.

(dpy/up)

Sumber : health.detik.com

Alhamdulillah sehat wal afiyat اللهم صل على رسول الله محمد
image : unsplash.com / Jonas Weckschmied

Terlalu Cepat Kurus Ada Bahayanya, Ini Saran Dokter Gizi soal Diet


Jakarta

Gemuk memang tidak sehat, apalagi sampai overweight dan obesitas. Namun begitu, menurunkan berat badan terlalu cepat ternyata juga tidak dianjurkan karena ada risikonya.

Dokter gizi klinis dr Dessy Suci Rachmawati, SpGK mengatakan, progress penurunan berat badan idealnya ada di kisaran 2-4 kg. Ini artinya, dalam sepekan tidak dianjurkan untuk berat badan turun lebih dari 1 kg.

Dikhawatirkan, berat badan yang terlalu cepat tidak hanya mengikis massa lemak. Menurut dr Dessy, sering kali diet yang terlalu ambisius seperti ini juga mengorbankan massa otot yang sebenarnya sangat diperlukan untuk membantu meningkatkan metabolisme.


“Makin banyak otot hilang, kita takutkan ketika makan dikit saja metabolismenya rendah. Makin berisiko lagi untuk berat badan meningkat,” jelasnya kepada detikcom, Jumat (30/5/2025).

Untuk bisa menurunkan berat badan dengan sehat, dr Dessy menyarankan pola makan yang seimbang. Selain itu, olahraga juga penting untuk menjaga defisit kalori serta membantu menjaga massa otot.

(up/up)

Sumber : health.detik.com

Alhamdulillah sehat wal afiyat اللهم صل على رسول الله محمد
image : unsplash.com / Jonas Weckschmied

Mengenal Jenis dan Kualifikasi Ahli Gizi, Profesi yang Lagi ‘Hits’ di Garda Depan MBG


Jakarta

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah saat ini menjadi sorotan publik. Di balik niat baik untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat, muncul pertanyaan besar: siapa yang seharusnya merancang dan memastikan program ini berjalan efektif?

Idealnya, posisi penting dalam kebijakan pangan dan gizi diisi oleh tenaga profesional dengan latar belakang ilmu gizi. Faktanya, keterlibatan tenaga gizi banyak jadi sorotan karena dinilai belum optimal. Bahkan beberapa posisi strategis dalam program ini bukan ditempati oleh profesional di bidang gizi.


Berbekal kompetensi khusus yang dibentuk melalui pendidikan formal, sertifikasi, hingga kode etik profesi, peran ahli gizi sejatinya bukan sekadar menentukan menu atau membantu diet penurunan berat badan. Fungsi dan tanggung jawab ahli gizi juga mencakup perencanaan, intervensi, mengawasi kualitas dan keamanan serta evaluasi program gizi berskala individu hingga populasi.

Tapi sebenarnya, siapa saja sih yang dikategorikan sebagai tenaga gizi atau ahli gizi? Kualifikasi apa yang dimiliki, dan apa bedanya dengan profesi lain yang juga bersinggungan dengan nutrisi?

Untuk memahami lebih jauh, mari dikupas satu persatu.

Kualifikasi Profesi Ahli Gizi, Nutrisionis, dan Dietisien

Di kalangan awam, istilah ‘ahli gizi‘ punya makna yang luas, mencakup siapapun yang punya pengetahuan tentang ilmu gizi. Namun jika merujuk pada regulasi yang berlaku, ternyata ada kualifikasi tertentu untuk dapat menjalankan profesi tenaga gizi atau ahli gizi.

Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan serta Permenkes No. 26 Tahun 2013, tenaga gizi di Indonesia terdiri dari dua kategori yakni nutrisionis dan dietisien.

  • Lulusan D3 Gizi (A.Md.Gz), ahli madya gizi
  • Lulusan D4 Gizi (S.Tr.Gz), sarjana terapan gizi
  • Lulusan S1 Gizi (S.Gz), sarjana gizi/nutrisionis
  • Lulusan pendidikan profesi (RD), Dietisien

Nutrisionis adalah istilah umum yang digunakan untuk profesional yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang gizi dan memiliki pengetahuan luas tentang nutrisi dan dapat memberikan edukasi serta konseling gizi secara umum. Nutrisionis memiliki fokus pada promotif dan preventif gizi di masyarakat.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/342/2020 tentang standar profesi nutrisionis, yang termasuk nutrisionis adalah:

  • Lulusan D3 Gizi (A.Md.Gz) atau ahli madya gizi
  • Lulusan D4 Gizi (S.Tr.Gz) atau sarjana terapan gizi
  • Lulusan S1 Gizi (S.Gz) atau sarjana gizi/nutrisionis
  • Lulusan magister gizi
  • dan lulusan doktoral gizi.

Dietisien adalah ahli gizi yang telah menempuh pendidikan profesi dietisien dan memiliki kualifikasi tertinggi dalam memberikan terapi gizi medis, asesmen status gizi pasien, serta praktik mandiri. Dietisien memiliki kewenangan tersebut karena telah mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup serta Surat Izin Praktik (SIP) yang harus diperpanjang setiap 5 tahun sebagai syarat legal untuk berpraktik.

Kedua kategori ini diakui secara resmi oleh negara berdasarkan peraturan terbaru pada UU No. 17 Tahun 2023 sebagai tenaga kesehatan bidang gizi, sehingga sah disebut ahli gizi.

Di Indonesia, secara resmi tidak ada gelar khusus untuk profesi ini. Namun di beberapa negara seperti Amerika Serikat, gelar RD (Registered Dietitien) atau RDN (Registered Dietitien Nutritionist) dapat dilekatkan di belakang nama. Begitupun jika melanjutkan ke jenjang doktor klinis (S3), dapat mencantumkan gelar DCN (Doctor of Clinical Nutrition).

Gelar ‘Ahli Gizi’ dalam Konteks Akademis

Di luar profesi ahli gizi yang mencakup nutrisionis dan dietisien, ada juga sebutan ‘ahli gizi’ untuk profesi lain yang juga mendalami ilmu gizi. Salah satu contoh yang belakangan cukup populer adalah dr Tan Shot Yen, seorang dokter (tentunya dengan latar belakang sarjana ilmu kedokteran) yang mengambil pendidikan S3 di bidang ilmu gizi masyarakat, sehingga kerap dijuluki ‘ahli gizi’ dalam berbagai publikasi di media massa meski profesinya terdaftar sebagai dokter atau tenaga medis.

Menurut regulasi yang berlaku, jenjang S2 atau S3 bidang ilmu gizi memang tidak mensyaratkan latar belakang profesi ahli gizi. Karenanya, jenjang pendidikan ini tidak otomatis memberi kewenangan praktik jika tidak menempuh pendidikan sarjana gizi dan pendidikan profesi dietisien sebagai nutrisionis atau dietisien sebelumnya.

Secara akademik, lulusan magister dan doktor tetap diakui sebagai ‘ahli gizi’ atau ‘pakar gizi’ dalam konteks keilmuan, yang dimaknai bukan sebagai profesi melainkan ahli dengan kepakaran di bidang ilmu gizi. Para pakar ini umumnya berkarier sebagai peneliti, dosen, konsultan kebijakan, atau pimpinan program gizi berskala nasional maupun internasional.

Dengan demikian, ahli gizi dalam pengertian legal-profesional adalah mereka yang memenuhi syarat pendidikan vokasi, sarjana, atau profesi dietisien sesuai aturan. Sementara itu, jenjang pascasarjana lebih memperkuat peran di ranah akademik dan riset, bukan praktik klinis langsung.

Jenis-jenis Profesi Ahli Gizi

Peran seorang ahli gizi dapat dikelompokkan berdasarkan fokus kerja dan lingkungannya. Secara umum, terdapat tiga spesialisasi utama yang menunjukkan beragamnya kontribusi ahli gizi.

Gizi Masyarakat

Ahli gizi yang berfokus pada gizi masyarakat memiliki peran penting dalam meningkatkan status gizi secara luas. Nutrisionis lebih difokuskan pada pelayanan kerja ini. Beberapa contoh bidang kerja dalam Gizi Masyarakat meliputi:

  • Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama: Merancang dan melaksanakan program edukasi gizi untuk publik, seperti kampanye pencegahan stunting, promosi ASI eksklusif, atau sosialisasi gizi seimbang.
  • Peneliti Gizi: Melakukan studi dan riset untuk mengidentifikasi masalah gizi di suatu populasi dan mencari solusi berbasis bukti.
  • Lembaga Pemerintah atau Nonpemerintah: Bekerja di dinas kesehatan, Kementerian Kesehatan, atau organisasi internasional seperti UNICEF dan WHO untuk menyusun kebijakan dan program gizi berskala besar.

Gizi Klinik

Dietisien difokuskan berpraktik di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit atau klinik. Fokus utama Ahli Gizi Klinik adalah memberikan asuhan gizi terintegrasi untuk pasien dengan kondisi medis tertentu. Bidang pekerjaan ahli gizi klinik mencakup:

  • Konsultan Gizi Praktik Mandiri: Membuka klinik pribadi untuk memberikan konseling gizi individual kepada klien yang membutuhkan penanganan gizi spesifik, seperti manajemen berat badan atau diet untuk kondisi alergi.
  • Rumah Sakit: Melakukan asesmen status gizi pasien, merancang intervensi gizi (terapi diet), dan memantau perkembangan gizi pasien rawat inap dan rawat jalan. Ini termasuk penanganan gizi untuk pasien diabetes, penyakit jantung, gagal ginjal, atau pasien kritis.
  • Ahli Gizi Olahraga (Sport Nutritionist): Merancang program nutrisi untuk atlet, memastikan kebutuhan energi dan nutrisi mereka terpenuhi untuk mengoptimalkan performa dan pemulihan.

Gizi Institusi

Spesialis gizi institusi berfokus pada manajemen penyelenggaraan makanan dalam skala besar. Ahli gizi yang bekerja di gizi institusi memastikan bahwa makanan yang disajikan memenuhi standar gizi, kebersihan, dan keamanan pangan. Bidang kerja di Gizi Institusi meliputi:

  • Layanan Makanan di Rumah Sakit: Merencanakan menu, mengawasi proses produksi, dan mendistribusikan makanan yang sesuai dengan kondisi medis pasien di rumah sakit.
  • Katering atau Layanan Makanan Massal: Mengelola layanan katering untuk perusahaan, sekolah, atau acara besar, memastikan menu yang disajikan sehat, bervariasi, dan memenuhi standar gizi.
  • Industri Pangan: Terlibat dalam pengembangan produk makanan baru, memastikan kandungan nutrisi, dan menyusun label nutrisi yang akurat pada kemasan produk. Mereka juga berperan dalam quality control.

Organisasi yang Menaungi Profesi Ahli Gizi

Di Indonesia, profesi ahli gizi dinaungi oleh Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). Organisasi ini memiliki peran vital dalam menjaga profesionalisme, etika, dan kompetensi para anggotanya. PERSAGI menetapkan Kode Etik Ahli Gizi Indonesia yang harus dipatuhi oleh setiap praktisi. Kode etik ini mengatur perilaku profesional, kerahasiaan informasi klien, dan standar praktik yang berbasis bukti ilmiah.

Keberadaan organisasi profesi juga menjamin bahwa setiap praktik yang dilakukan oleh anggotanya selalu mengikuti perkembangan terbaru dalam ilmu gizi. PERSAGI juga berperan dalam menyelenggarakan seminar, lokakarya, dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas profesional.

Selain itu, PERSAGI juga memiliki peran advokasi, yakni memperjuangkan hak dan posisi ahli gizi dalam sistem kesehatan nasional. Dengan demikian, profesi ini mendapat pengakuan yang jelas dalam kerangka tenaga kesehatan, sejajar dengan profesi medis lainnya.

Kemiripan dengan Profesi Sejenis

Profesi ahli gizi seringkali dianggap sama saja seperti profesi lain yang bersinggungan dengan pangan dan nutrisi misalnya dokter spesialis gizi klinis dan pakar teknologi pangan. Padahal, sebenarnya masing-masing punya jalur pendidikan, kewenangan, dan lingkup kerja yang berbeda.

Sebagai perbandingan, berikut rangkuman singkatnya:

Ahli Gizi (Nutrisionis/Dietisien)

  • Latar belakang: D3, S1 Gizi, atau Profesi Dietisien.
  • Fokus: Konseling gizi, edukasi masyarakat, manajemen diet, hingga terapi gizi medis.
  • Status: Tenaga kesehatan resmi, memiliki STR dan SIP untuk praktik.

Dokter Spesialis Gizi Klinik (SpGK)

  • Latar belakang: Dokter umum yang menempuh pendidikan spesialisasi gizi klinik.
  • Fokus: Menegakkan diagnosis penyakit, memberikan terapi medis, termasuk obat, serta merancang intervensi gizi.
  • Peran: Sering bekerja sama dengan dietisien dalam menangani pasien dengan kondisi klinis kompleks.
  • Kewenangan: SpGK merupakan spesialisasi dalam profesi dokter, sehingga berwenang melakukan tindakan medis dan meresepkan obat.

Lulusan Teknologi Pangan (‘Tekpang’)

  • Latar belakang: Sarjana Teknologi Pangan atau Ilmu Pangan.
  • Fokus: Ilmu dan teknologi pengolahan makanan, pengawetan, inovasi produk pangan, keamanan pangan, serta quality control di industri makanan.
  • Peran: Memastikan makanan aman, bergizi, dan sesuai standar produksi massal.
  • Kewenangan: Teknologi pangan lebih ke arah proses produksi dan pengembangan makanan. Tugasnya berbeda dengan ahli gizi yang lebih fokus pada kebutuhan nutrisi individu atau populasi.

(mal/up)

Sumber : health.detik.com

Alhamdulillah sehat wal afiyat اللهم صل على رسول الله محمد
image : unsplash.com / Jonas Weckschmied

Makan Rebusan-Kukusan yang Keburu Dingin? Hati-hati, Ini Risikonya


Jakarta

Makanan rebusan-kukusan begitu nikmat disantap ketika masih hangat. Selain sensasi memakannya akan berbeda, jika terlalu lama didiamkan di suhu ruang, maka bisa menyebabkan pertumbuhan bakteri.

Spesialis gizi klinis, dr Ardian Sandhi Pramesti, SpGK mengatakan, makanan kukusan-rebusan yang didiamkan di suhu ruang bisa menimbulkan risiko. Salah satunya adalah pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan keracunan makanan, seperti mual, muntah, dan diare.

“Ini karena makanan rebus atau kukus punya kadar air tinggi, yang membuatnya rentan terhadap bakteri jika dibiarkan di “danger zone” suhu, yaitu antara 4°C hingga 60°C. Di rentang suhu ini, bakteri seperti Salmonella, E. coli, atau Bacillus cereus bisa berkembang biak dengan cepat, bahkan dua kali lipat setiap 20 menit,” katanya kepada detikcom, Kamis (13/12/2025).


dr Ardian menuturkan, ada studi yang menunjukkan bahwa salah satu penyebab utama dari penyakit akibat makanan adalah pendinginan yang tidak benar setelah dimasak.

“Jadi, kalau makanan masak yang panasnya dibiarkan dingin perlahan di suhu ruang, bakteri di makanan itu bisa menghasilkan toksin yang tahan panas, artinya, meski dipanaskan ulang, toksinnya tetap ada dan ini yang menyebabkan infeksi,” tuturnya.

“Khusus untuk makanan karbohidrat tinggi seperti singkong atau kentang, Bacillus cereus sering jadi masalah karena bisa tumbuh di makanan yang didinginkan lambat,” tambahnya.

Namun, jika makanan sudah dingin karena disimpan disimpan dengan benar di kulkas dengan suhu

“Jadi risiko muncul kalau dibiarkan dingin di meja atau suhu ruang terlalu lama,” katanya.

Oleh karena itu, disarankan untuk mengonsumsi makanan rebus atau kukus seperti ubi, singkong, kentang, atau jagung secara langsung setelah matang. Hal ini untuk memaksimalkan manfaat nutrisi dan meminimalisir risiko keracunan.

“Tapi, kalau nggak bisa langsung habis, nggak masalah kok, asalkan dinginkan cepat dan simpan langsung di kulkas, terus durasi maksimal 2 jam di suhu ruang, lalu masukkan kulkas, terus bisa dimakan dingin atau dipanaskan ulang sebelum dikonsumsi,” tuturnya.

Menurut dr Ardian, yang terpenting adalah jangan sering-sering memanaskan dan mendinginkan makanan secara berulang, Hal ini bisa menurunkan kualitas kandungan nutrisinya.

(elk/up)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com / Demi DeHerrera

Kenapa Pernyataan ‘Tak Perlu Ahli Gizi’ Berbahaya?


Jakarta

Pernyataan Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyebut bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) bisa berjalan tanpa ahli gizi menuai kekecewaan dan banyak komentar dari para netizen khususnya ahli gizi di Indonesia. Template balasan cerita di instagram yang berisi “Pray For Ahli Gizi Indonesia” pun sudah diunggah 28,5 ribu kali.

Dalam sebuah forum diskusi di Acara Konsolidasi SPPG MBG se-Kabupaten Bandung, ia bahkan menyinggung kemungkinan “mengubah undang-undang” dan menegaskan bahwa anak SMA fresh graduate sekalipun bisa menjalankan tugas ahli gizi di SPPG setelah sertifikasi tiga bulan. Ucapannya memicu reaksi luas, bukan karena sensasional, tetapi karena menyentuh area yang berdampak langsung pada kesehatan jutaan anak Indonesia.

Program MBG bukan bisnis warung makan. Ini program nasional yang menyasar anak-anak dikelompok usia yang rentan, sedang bertumbuh, dan mudah terdampak oleh kesalahan intervensi gizi. Ketika ada pandangan yang meremehkan peran ahli gizi, publik perlu memahami apa yang sebenarnya dipertaruhkan.


MBG Bukan Program Makan Gratis, Tapi Intervensi Gizi Nasional

Tujuan MBG tertuang jelas dalam dokumen Keputusan Kepala Badan Gizi Nasional Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2025:

  • Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
  • Mewujudkan kesejahteraan umum.
  • Mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dengan tujuan sebesar ini, MBG tidak bisa diperlakukan seperti sekadar “program mengenyangkan perut”. MBG adalah intervensi gizi yang dirancang untuk memperbaiki status gizi, mendukung tumbuh kembang, mempertahankan daya tahan tubuh, serta membentuk kapasitas belajar anak secara optimal.

Negara-negara maju yang sudah lama menerapkan program yang sama dengan MBG, seperti Jepang yang sudah lama memahami hal ini. Makanan sekolah bukan sekedar mengenyangkan saja, tapi sebagai bagian inti dari strategi pembangunan SDM. Tidak ada satupun dari mereka yang menjalankan program pangan sekolah tanpa melibatkan ahli gizi. Jepang menganggap keamanan pangan dan kualitas gizi anak sekolah adalah isu yang sangat serius.

Karena itu, wajar publik mempertanyakan ketika ada pejabat yang menyatakan bahwa ahli gizi “tidak diperlukan”.

Gizi punya efek jangka pendek dan jangka panjang. Kekurangan energi pada jam belajar membuat konsentrasi kabur. Asupan protein yang tidak sesuai memengaruhi perkembangan massa otot, kecerdasan, hingga imunitas. Rasio makronutrien yang timpang bisa membuat anak mudah cemas, sulit fokus, dan lesu. Di sisi lain, menu yang terlalu padat energi tetapi miskin zat gizi dapat mendorong kenaikan berat badan yang tidak sehat. Semuanya saling berkait, dan semuanya menuntut kompetensi profesional.

Karena itu, ketika tujuan nasional menargetkan kualitas manusia, maka yang harus dikendalikan bukan sekadar keberadaan makanan di atas piring. Yang harus dikendalikan adalah mutu gizi, keamanan pangan, kecukupan asupan, standar porsi, dan risiko klinis. Di titik inilah peran ahli gizi menjadi krusial.

Dikasih Pelatihan 3 Bulan, SMA Fresh Graduate Bisa Jadi Ahli Gizi?

“Nanti tinggal Ibu Kadinkes melatih orang, bila perlu di sini (kabupaten) punya anak-anak yang fresh graduate, anak SMA cerdas-cerdas, dilatih tiga bulan, kasih sertifikasi, saya siapkan BNSP untuk sertifikasi, tidak perlu seperti kalian yang sombong seperti ini,” ucap Cucun.

Tanggung jawab utama ahli gizi yang dicari MBG:

  • Pengembangan Menu: Merancang dan mengembangkan menu untuk menciptakan hidangan yang lezat dan bergizi seimbang.
  • Labelisasi Nutrisi: Melakukan perhitungan dan penyusunan label nutrisi untuk produk makanan.
  • Konsultasi Gizi: Memberikan konsultasi atau informasi gizi kepada pihak terkait (internal/eksternal).
  • Pelatihan & Edukasi: Melaksanakan pelatihan dan edukasi mengenai prinsip-prinsip dasar gizi dan penanganan makanan yang aman (Food Safety).
  • Pengawasan Kualitas (Quality Control): Bertanggung jawab atas pengawasan kualitas makanan yang diproduksi secara keseluruhan.
  • Kepatuhan Peraturan: Memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan peraturan terkait labelisasi nutrisi dan aspek kesehatan pangan.
  • Monitoring & Evaluasi: Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja karyawan, khususnya pada bagian persiapan, pengolahan, dan pemorsian makanan.
  • Quality Control Pangan: Melakukan kontrol kualitas akhir (QC) terhadap makanan yang telah diproduksi
  • Pengawasan Sampel Makanan: Bertanggung jawab dalam pengawasan dan pencatatan sampel makanan yang diproduksi setiap hari.

Semua itu tidak dapat digantikan oleh siapapun dengan pelatihan singkat. Hal tersebut bukanlah tugas yang dapat ditangani dengan sepele tanpa kompetensi formal dan profesional hanya karena dianggap mengganggu jalannya program.

Ahli Gizi merupakan profesi yang membutuhkan kompetensi dan pendidikan khusus, sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023, sama seperti Dokter, Apoteker, Psikolog, dan Tenaga kesehatan lainnya. Ahli gizi tidak diartikan sekedar jabatan atau pekerjaan yang bisa diklaim siapa saja karena punya standar kompetensi, kode etik, dan regulasi profesi yang telah diakui dalam sistem kesehatan nasional. Ahli gizi memiliki standar profesi, tanggung jawab, dan peran fundamental dalam kesehatan masyarakat Indonesia.

Kenapa Ucapan “Tidak Perlu Ahli Gizi” Berbahaya?

Ucapan tersebut berbahaya bukan hanya karena meremehkan profesi, tetapi karena:

1. Menghilangkan kontrol ilmiah terhadap program skala nasional

MBG akan diberikan kepada jutaan anak setiap hari. Tanpa kontrol gizi, menu bisa tidak seimbang, porsi terlalu sedikit atau terlalu besar, dan kandungan mikronutrien penting seperti zat besi atau zinc bisa tidak terpenuhi.

2. Memicu risiko klinis pada kelompok rentan

Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terdampak. Dampaknya bisa berupa:

  • Tumbuh kembang terhambat. Menu tanpa perhitungan protein bisa mengganggu perkembangan otak dan otot.
  • Obesitas dini. Energi yang terlalu tinggi tanpa proporsi serat dan mikronutrien bisa menaikkan berat badan secara cepat.
  • Porsi yang tidak sesuai. Anak usia 7 tahun berbeda kebutuhan gizinya dengan anak usia 17 tahun.
  • Alergi yang tidak terpantau. Anak dengan alergi susu, kacang, atau intoleransi laktosa butuh pemantauan khusus.
  • Keracunan makanan. Kontaminasi bakteri yang sering muncul ketika penyelenggaraan makanan yang besar tidak diawasi standar higiennya.

Anak adalah kelompok dengan risiko klinis tinggi. Kesalahan perhitungan gizi hari ini bisa terlihat efeknya bertahun-tahun ke depan. Karena itu, ketika ada wacana menepikan ahli gizi, pertanyaannya sederhana: apakah negara siap menanggung konsekuensinya?

3. Mendorong kebijakan tanpa dasar ilmiah

Lebih berbahaya lagi ketika muncul wacana perubahan undang-undang yang hanya perlu ketokan palu “kita tidak perlu ahli gizi, tidak perlu PERSAGI, yang diperlukan adalah satu tenaga yang mengawasi gizi”. Undang-undang dibuat berdasarkan standar kesehatan dan disiplin ilmu. Mengubahnya hanya agar program bisa berjalan tanpa profesional adalah langkah mundur dalam perlindungan masa depan bangsa.

4. Membuka peluang pemborosan anggaran negara

Komposisi menu yang salah dapat membuat anak tetap kekurangan nutrisi meskipun negara sudah mengeluarkan biaya besar. Program akan berjalan, tetapi manfaat tidak tercapai. Akhirnya uang habis, tapi kualitas SDM tidak berubah.

Alasan Kelangkaan Ahli Gizi SPPG

Dalam diskusi publik baru-baru ini, Ketua Badan Gizi Nasional (BGN) menyatakan bahwa Satuan Penanganan Program Gizi (SPPG) mengalami kesulitan dalam mencari ahli gizi.

Namun, anggapan ini patut dikritisi: kenyataannya, lulusan gizi di Indonesia sangat banyak. Menurut liputan media, ada 131 kampus yang menyelenggarakan program sarjana gizi, 41 kampus vokasi gizi, serta 12 kampus penyelenggara profesi dietisien. Jumlah lulusan gizi tahun 2024 berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak 34.553 orang.

Dengan basis lulusan gizi yang besar, klaim “ahli gizi langka” untuk SPPG seharusnya tidak hanya dilihat dari kuantitas, tetapi juga dari kualitas penempatan dan beban kerja. Banyak ahli gizi yang bekerja di SPPG mengeluhkan:

  • Beban kerja overwork dan overtime. Tiap SPPG hanya ada satu ahli gizi yang ditugaskan menanggung jawabi ribuan porsi di banyak wilayah atau sekolah, lembur untuk merancang menu, melakukan pemantauan gizi, dan laporan rutin.
  • Peran hanya sebagai “syarat formalitas”. Beberapa mitra pelaksana program hanya melihat keberadaan ahli gizi sebagai persyaratan birokrasi, bukan sebagai mitra strategis dalam merancang menu dan pengaturan gizi yang benar-benar sesuai standar. Akibatnya, ahli gizi sulit menjalankan fungsinya secara penuh, seperti menyesuaikan menu gizi berdasarkan data status gizi anak, tanpa intervensi mitra yang kurang memahami aspek ilmiah nutrisi.
  • Hak gaji ahli gizi tidak diberikan tepat waktu. Banyak ahli gizi yang mengeluhkan bahwa gaji tidak diberikan tepat waktu dan seringkali di rapel.

Hal-hal di atas menunjukkan bahwa masalahnya bukan “kelangkaan ahli gizi”, melainkan sistem penempatan dan pemanfaatan ahli gizi dalam SPPG yang belum optimal.

Solusi dan Evaluasi Kebijakan

Untuk memperbaiki kondisi ini, berikut rekomendasi yang seharusnya menjadi bagian dari evaluasi program MBG dan SPPG:

1. Tambahkan jumlah ahli gizi di setiap SPPG + sistem shifting

Dengan menambah tenaga ahli gizi per SPPG dan menerapkan sistem kerja bergantian (shifting), beban kerja bisa didistribusikan lebih seimbang. Ahli gizi tidak lagi terbebani lembur terus-menerus dan bisa fokus melakukan fungsi inti seperti perencanaan gizi, pemantauan status gizi anak, dan evaluasi menu.

Ahli gizi harus diberi otoritas untuk merancang menu MBG sesuai standar gizi tanpa intervensi yang merusak dari mitra non-gizi. Mereka perlu menjadi pengambil keputusan dalam komposisi menu (karbohidrat, protein, mikronutrien), porsi, frekuensi, dan penyesuaian jika status gizi anak berubah. Dengan ini, program tidak hanya “sekedar kenyang”, tetapi benar-benar intervensi gizi yang berbasis data dan ilmu.

3. Evaluasi reguler dan profesionalisasi peran gizi di SPPG

Pemerintah dan BGN harus mengevaluasi struktur kerja SPPG secara berkala: apakah rasio ahli gizi terhadap sekolah memadai, apakah tugas mereka terfokus sebagai penyedia menu saja atau juga sebagai pengawas kesehatan gizi, dan apakah mekanisme pelaporan dan akuntabilitas dijalankan dengan transparan. Evaluasi ini harus mendorong profesionalisasi ahli gizi sebagai mitra strategis, bukan pegawai “formalitas”.

4. Perbaiki sistem perekrutan dan distribusi lulusan gizi

Karena lulusan gizi banyak, pemerintah perlu membuat kebijakan penempatan yang lebih proaktif, misalnya via kerja sama dengan universitas atau Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), insentif bagi ahli gizi yang bekerja di SPPG di daerah, dan jalur karir yang jelas.

(up/mal)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com / Demi DeHerrera

Gaduh Pernyataan Wakil Ketua DPR, Tagar #prayforahligizi Menggema di Medsos


Jakarta

Tagar #prayforahligizi menggema di lini masa media sosial sejak video pernyataan Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, beredar luas di media sosial. Videonya direkam saat Rapat Konsolidasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang digelar di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Acara itu membahas kesiapan dan pengawalan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Duduk Perkara Pernyataan yang Viral

Dalam potongan video yang beredar, ada beberapa hal yang membuat publik tersentak. Salah satunya adalah ucapan bahwa “ahli gizi tidak diperlukan” dalam program MBG, dan bahwa lulusan SMA bisa menggantikan posisi tersebut setelah mengikuti pelatihan dan sertifikasi tiga bulan. Cucun juga menyebut salah seorang peserta diskusi di acara tersebut “arogan” karena membahas kebijakan di MBG.

Selain itu, ia mengungkapkan kekhawatiran bahwa persyaratan tenaga ahli gizi terlalu sulit dipenuhi. Dalam konteks ini, ia menyarankan agar istilah “ahli gizi” diganti menjadi “tenaga yang menangani gizi” agar rekrutmen lebih fleksibel dan dapur MBG tidak kekurangan SDM.


Pernyataan tersebut dianggap meremehkan pendidikan ahli gizi, mengesampingkan kompetensi ilmiah yang dipelajari bertahun-tahun di bangku kuliah, dan menurunkan martabat profesi yang berperan langsung dalam isu stunting dan kesehatan masyarakat.

Tak heran jika video itu memicu gelombang reaksi. Kalangan ahli gizi menilai analogi tersebut tidak tepat, sebab gizi bukan sekadar “mengawasi makanan”, tetapi melibatkan penilaian kebutuhan nutrisi, manajemen keamanan pangan, perhitungan kalori, risiko alergi, hingga evaluasi status gizi anak secara sistematis.

Berawal dari Pernyataan Kepala BGN soal Kelangkaan SDM

Wacana melibatkan tenaga non-gizi di dapur MBG ini berakar dari pernyataan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana yang menyebut adanya kesulitan dalam merekrut ahli gizi untuk SPPG. Menurut laporan DPR dan BGN, sebagian dapur MBG mengalami kekurangan tenaga gizi karena jumlah lulusan gizi tidak selalu sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

Dari sinilah timbul gagasan untuk membuka peluang lebih luas bagi tenaga lain yang “masih berhubungan dengan gizi”, seperti tata boga, boga kesehatan, atau jurusan kesehatan masyarakat. Wacana itu lalu berkembang menjadi pembahasan regulasi yang berpotensi membuat lulusan non gizi dapat menempati posisi yang selama ini menjadi domain profesi ahli gizi.

Ketika kemudian pernyataan tersebut direspons oleh Wakil Ketua DPR dalam acara dialog yang viral itu, publik melihatnya sebagai bentuk pengabaian terhadap keilmuan gizi, dan isu pun dengan cepat membesar.

Apalagi, data menunjukkan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki banyak lulusan gizi. Setiap tahun, ratusan hingga ribuan sarjana gizi lulus dari setidaknya 80 program studi gizi di seluruh Indonesia. Artinya, narasi bahwa ahli gizi “langka” tidak sepenuhnya tepat, dan yang lebih mungkin terjadi adalah persoalan distribusi, pola rekrutmen, serta sistem kerja yang membuat profesi ini tidak diminati.

Dengan konteks ini, publik semakin mempertanyakan alasan di balik wacana pelonggaran regulasi, dan mengapa solusi yang muncul justru mengarah pada mengganti posisi ahli gizi dengan tenaga yang tidak memiliki pendidikan sesuai kompetensi gizi.

Banjir Kritik

Gelombang kritik terhadap pernyataan Wakil Ketua DPR itu bukan hanya datang dari para ahli gizi atau akademisi, tetapi juga dari beberapa tokoh publik yang ikut bersuara lantang di media sosial.

Dari kalangan pakar kesehatan, dr Tan Shot Yen, menjadi salah satu yang paling keras menyuarakan penolakannya. Ia mengibaratkan wacana mengganti ahli gizi dengan lulusan SMA sebagai tindakan yang sama kelirunya dengan “meminta petugas ground handling menerbangkan pesawat hanya karena pernah ikut pelatihan tiga bulan.” Analogi ini langsung beredar luas dan jadi salah satu pemantik ramainya tagar #prayforahligizi.

Organisasi profesi seperti Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) juga memberikan pernyataan resmi. PERSAGI menegaskan bahwa profesi ahli gizi memiliki standar kompetensi yang tidak bisa digantikan oleh pelatihan singkat. Persagi menyoroti bahwa perhitungan kebutuhan gizi ribuan anak, pengawasan dapur besar, hingga manajemen keamanan pangan bukan pekerjaan administratif, tetapi tugas profesional yang membutuhkan pendidikan formal dan magang klinis yang jelas.

Di luar lingkaran profesi gizi, dua figur publik ikut menyoroti isu ini lewat unggahan Instagram mereka.

Dari kalangan publik figur, Rocky Gerung dalam unggahan Instagram-nya mengkritik “Kalau ahli gizi bisa diganti anak SMA kursus 3 bulan, harusnya anggota DPR bisa diganti anak TK magang 3 hari.”

Sementara itu, Charles Honoris, Wakil Ketua Komisi IX DPR, lewat Instagram juga menyuarakan kekhawatiran bahwa MBG bukan hanya soal kenyang, tetapi soal memastikan makanan benar-benar bergizi dan aman. Ia menjelaskan tugas ahli gizi dan risiko bila tidak melibatkan ahli gizi. Ia mendukung BGN untuk melibatkan ahli gizi dalam mendukung program MBG.

Klarifikasi dan Permintaan Maaf

Setelah kritik datang dari berbagai arah, Cucun menyampaikan permintaan maaf dan mengundang Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) serta Badan Gizi Nasional (BGN) untuk berdialog di DPR dalam rangka penguatan program MBG melalui kerjasama PERSAGI dan BGN.

Dalam klarifikasinya, ia menegaskan bahwa kompetensi tetap penting. Ia menyampaikan bahwa ungkapan dalam video tersebut tidak bermaksud meremehkan profesi gizi.

Menurutnya, ia hanya sedang berdiskusi mengenai solusi jangka pendek jika tenaga gizi tidak mencukupi target implementasi MBG. Bila ada tenaga non-gizi yang direkrut, harus melalui pelatihan panjang dan uji kompetensi, bukan pelatihan tiga bulan tanpa standar.

Namun, klarifikasi ini belum sepenuhnya meredakan keresahan publik karena kontroversinya sudah terlanjur meluas.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com

4 Makanan-Minuman Ini Dipercaya Bisa Atasi Keracunan, Faktanya Belum Ada Bukti Ilmiah


Jakarta

Kasus keracunan makanan kembali menjadi sorotan di Indonesia. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sepanjang tahun 2025 sempat diwarnai sejumlah kasus keracunan di berbagai daerah. Menurut laporan Badan Gizi Nasional (BGN), hingga September 2025 sudah tercatat lebih dari 4.700 penerima manfaat mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan MBG. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut faktor penyebab utamanya antara lain kualitas bahan mentah yang kurang baik, penyimpanan makanan di suhu yang tidak aman, serta proses pengolahan yang tidak sesuai standar.

Kejadian ini memicu keresahan publik. Tak sedikit yang kemudian mencari cara cepat untuk mengatasi keracunan makanan, misalnya dengan minum air kelapa, makan kacang hijau, minum susu, hingga ramuan jahe madu. Informasi semacam ini cepat menyebar dan banyak dipercaya, seolah bisa menjadi solusi darurat di rumah.

Namun, apakah benar makanan dan minuman tersebut mampu mencegah atau mengatasi keracunan makanan? Berikut ini ulasannya.


1. Air Kelapa

Air kelapa merupakan minuman yang paling sering didengar dapat mengatasi keracunan makanan. Faktanya, air kelapa tidak mampu mengatasi atau menyembuhkan keracunan makanan secara langsung.

Air kelapa dikenal sebagai minuman alami yang menyegarkan dan membantu mengembalikan cairan tubuh. Kandungan elektrolit seperti kalium dan natrium bermanfaat menggantikan cairan tubuh yang hilang akibat muntah atau diare.

Memang ada studi yang menemukan air kelapa memiliki sifat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare yaitu Shigella sp., tetapi belum ada penelitian lanjut apakah efektif membunuh bakteri yang sudah berlimpah di saluran pencernaan atau mengatasi toksin yang dikeluarkan oleh bakteri.

Klaim bahwa air kelapa bisa menetralisir racun secara langsung belum terbukti dalam penelitian klinis. Jadi, air kelapa lebih tepat dipandang sebagai minuman pendukung hidrasi, bukan untuk mengatasi keracunan makanan.

2. Jahe + Madu

Ramuan jahe madu kerap digunakan secara tradisional untuk “mengobati keracunan. Faktanya, jahe memang terbukti efektif mengurangi mual dan muntah. Sebuah meta-analisis pada International Journal of Food Science and Nutrition tahun 2024 menyimpulkan konsumsi jahe dapat meredakan mual dan muntah. Sedangkan, madu mengandung antioksidan alami dan dapat memberikan energi yang cepat, karena biasanya orang yang keracunan makanan mengalami lemas.

Meski bermanfaat, tidak ada bukti ilmiah yang menyatakan jahe dan madu bisa mengikat atau menetralisir racun dalam tubuh. Ramuan ini lebih tepat digunakan sebagai pereda gejala, misalnya mengurangi rasa mual saat keracunan, tetapi tidak bisa dianggap sebagai penangkal keracunan makanan.

3. Susu

Ada anggapan bahwa susu dapat membantu mengatasi keracunan makanan. Sayangnya, hal ini justru berbahaya dalam beberapa kasus. Pemberian susu pada keracunan makanan tertentu malah bisa memperburuk kondisi, misalnya mempercepat penyerapan zat toksin dari bakteri atau malah mempercepat pertumbuhan bakteri.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laktosa yang terkandung di dalam susu dapat digunakan oleh bakteri sebagai sumber energi. Jadi, kalau sudah keracunan makanan, ada indikasi kuat disebabkan oleh bakteri. Jika diatasi dengan minum susu, malah akan memungkinkan bakteri jahat berkembang lebih banyak di dalam saluran pencernaan.

4. Kacang Hijau

Kacang hijau kaya protein nabati, vitamin, mineral, dan antioksidan. Beberapa orang percaya bubur kacang hijau dapat menetralkan racun dalam tubuh. Faktanya, hingga kini belum ada bukti ilmiah yang menyebutkan kacang hijau bisa mengikat racun dari makanan.

Kandungan serat dan antioksidannya memang mendukung kesehatan pencernaan dan sistem imun, tetapi tidak berfungsi sebagai penawar keracunan yang disebabkan oleh makanan atau minuman yang terkontaminasi.

Jadi, Apa yang Harus Dilakukan?

Dari berbagai pilihan makanan dan minuman yang beredar, belum ada satupun yang terbukti secara ilmiah mampu menangkal atau menyembuhkan keracunan makanan. Klaim tersebut sebagian besar adalah mitos.

Yang dapat dilakukan ketika terjadi keracunan adalah:

  • Menjaga asupan cairan untuk mencegah dehidrasi (misalnya dengan air putih atau oralit).
  • Menghindari makanan dan minuman yang justru bisa memperparah kondisi.
  • Segera mencari pertolongan medis bila gejala berat muncul, seperti muntah hebat, diare terus-menerus, atau demam tinggi.

Kasus keracunan massal, termasuk dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG), menunjukkan bahwa keamanan pangan adalah isu krusial yang harus mendapat perhatian serius. Dengan memahami fakta ini, kita dapat lebih bijak dalam memilah informasi. Alih-alih bergantung pada makanan atau minuman yang dapat menyembuhkan keracunan makanan yang belum terbukti, langkah yang lebih bijak adalah segera mencari pertolongan medis jika gejala keracunan muncul.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com

Hoax! Lemon Tak Bisa Pangkas Lemak, Tapi Memang Bisa Bikin Diet Lebih Efektif


Jakarta

Air lemon dipercaya bisa mengikat dan membakar lemak, sehingga banyak dianjurkan untuk diet saat ingin menurunkan berat badan. Awas, dokter gizi menegaskan konsep ini tidak tepat.

“Itu mitos ya,” kata dokter gizi klinis dr Dessy Suci Rachmawati, SpGK, kepada detikcom, Jumat (30/5/2025).

Menurut dr Dessy, lemon tidak secara langsung bekerja dengan mengikat maupun membakar lemak. Meski demikian, ia membenarkan bahwa air lemon memang bisa membantu menurunkan berat badan secara tidak langsung.


Dijelaskan, lemon mengandung antioksidan yang bekerja mengurangi stres oksidatif di dalam tubuh. Pada orang dengan obesitas, terjadi inflamasi atau peradangan kronis yang mengganggu imunitas dan proses regenerasi sel tubuh.

Lemon, menurut dr Dessy, bisa membantu mengurangi proses radang tersebut. Selain itu, minum air lemon juga bisa mengalihkan keinginan untuk mengonsumsi minuman manis penyebab berat badan meningkat.

“Tetap dapat efek seger, tapi tanpa tambahan gula. Mungkin membantu agar tidak pengen minuman manis,” jelasnya.

(up/up)



Sumber : health.detik.com