Tag Archives: muntah

Klopp Yakinkan Thiago Alcantara untuk Jadi Pelatih


Jakarta

Eks Liverpool dan Barcelona Thiago Alcantara sedang mengejar karier sebagai pelatih usai pensiun. Thiago menyebut Juergen Klopp punya pengaruh besar dalam pilihannya ini.

Thiago gantung sepatu pada musim panas 2024. Liverpool menjadi klub terakhirnya sebelum pensiun.

Thiago lantas memutuskan untuk kembali ke Barcelona. Bukan untuk bermain, tapi masuk staf kepelatihan Hansi Flick.


Bicara soal peran barunya ini, Thiago menyebut bahwa Klopp punya peran penting. Mantan manajer Liverpool itu lah yang meyakinkan Thiago untuk menjadi pelatih.

“Saya bisa bikin daftar semua pelatih yang memberi manfaat dalam hidup saya: Pep Guardiola, Hansi Flick, Luis Enrique, Carlo Ancelotti, Juergen Klopp, Jupp Heynckes,” ujar Thiago seperti dilansir Mirror.

“Saya merasakan manfaatnya terutama menjelang akhir karier saya. Saya tidak tahu apakah itu karena Juergen sudah melihat uban saya, atau karena kami menggunakan sebagian waktu kami di lapangan untuk bicara dan memimpin, tapi Juergen lah yang bilang kepada saya bahwa saya akan jadi pelatih.”

Thiago berharap bisa mewarisi sifat Klopp yang tenang dalam menghadapi situasi. Ia juga menekankan pentingnya intensitas, sesuatu yang identik dengan Klopp.

“Bersama Klopp, tidak ada situasi buruk, hanya momen yang perlu disalurkan dengan cara yang membuatnya jadi menguntungkan tim Anda dan dia meraihnya lewat energi, ketenangan, atau bahkan tawa di momen yang seharusnya tidak lucu,” ucap Thiago.

“Dia berhasil menanamkan aliran energi itu sehingga semua orang mengikutnya. Terlepas dari intensitas di sesi latihan, hal terbaik yang bisa saya tularkan dari Juergen ke tim saya adalah gagasan bahwa, meski Anda hanya ingin fokus mengasah pergerakan tertentu, permainan tidak pernah berakhir, tetap berjalan.”

“Anda tidak bisa menuntaskan latihan finishing tanpa mempunyai bola ekstra jaga-jaga kalau ada bola muntah, kehilangan penguasaan bola, atau Anda perlu melakukan transisi.”

(nds/cas)



Sumber : sport.detik.com

Minum Air Putih setelah Bangun Tidur Dianjurkan, Ahli Gizi Ungkap Manfaatnya

Jakarta

Air putih adalah minuman yang paling disarankan untuk dikonsumsi sepanjang hari. Tetapi, para ahli menilai segelas air pertama yang diminum di pagi hari dapat memberikan manfaat yang lebih besar.

Ahli gizi Amy Shapiro menjelaskan tubuh kehilangan cairan saat tidur karena bernapas dan berkeringat. Itulah sebabnya minum air setelah bangun tidur membantu memulihkan hidrasi yang mendukung energi dan fokus.

Kebiasaan ini juga membantu fungsi pencernaan, mencegah makan berlebihan, hingga mengurangi gangguan tidur. Jika asupan cairan di malam hari tidak berlebihan, risiko sering terbangun untuk buang air kecul juga lebih kecil.


Air putih sendiri berperan penting untuk membawa nutrisi ke seluruh tubuh, mengatur suhu, dan melumasi sendi. Jika menggantinya dengan teh, kopi, atau jus di pagi hari membuat manfaat tersebut tidak optimal.

Dikutip dari Economic Times, berikut beberapa manfaat yang didapatkan jika rutin minum air putih setiap pagi:

1. Manfaat untuk Otak

Sejumlah studi menunjukkan hubungan antara hidrasi dan fungsi kognitif. Tinjauan tahun 2019 menemukan tren bahwa orang terhidrasi cenderung memiliki performa mental lebih baik, meski data belum cukup kuat untuk kesimpulan signifikan.

Studi pada mahasiswa juga menunjukkan dehidrasi menurunkan daya ingat dan perhatian jangka pendek, serta membaik setelah kembali minum air. Minum air di pagi hari dapat membantu fungsi otak di jam-jam awal.

Studi lain pada tahun 2019 menyebut dehidrasi dapat memperburuk suasana hati, sementara minum air dapat meningkatkan mood dan mengurangi rasa lelah. Tetapi, para ahli tetap menegaskan hidrasi sepanjang hari adalah kunci manfat terbaik.

2. Mendukung Penurunan Berat Badan

Beberapa penelitian menemukan kaitan antara minum air dan manajemen berat badan. Studi tahun 2019 menunjukkan orang dewasa muda yang minum lebih banyak air cenderung memiliki berat badan lebih sehat.

Dalam sebuah studi pada 2022 juga menyebut minum air sebelum makan, termasuk sarapan, dapat membantu rasa kenyang hingga asupan kalori berkurang. Selain itu, mengganti minuman manis dengan air putih dapat membantu menurunkan berat badan ringan, dan proses tubuh menghangatkan air dingin juga membakar kalori atau termogenesis.

Sebuah studi tahun 2013 yang dilakukan pada 50 remaja putri menemukan konsumsi 500 ml air tiga kali sehari sebelum makan selama delapan minggu, membantu menurunkan berat badan. Tetapi, peneliti menegaskan bahwa hasul tersebut tidak membuktikan bahwa air putih adalah satu-satunya faktor, dan minum air hanya di pagi hari tidak cukup untuk menurunkan berat badan.

3. Baik untuk Kulit

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 2024, peningkatan asupan air putih dapat memperkuat lapisan luar kulit. Stdusi tahun 2018 juga menemukan hidrasi bisa membantu kulit tampak lebih lembab, meski efeknya cenderung terbatas pada orang lanjut usia.

Para ahli sepakat, air putih dapat membantu menjaga hidrasi kulit. Tetapi, tidak bisa mencegah kerutan akibat usia, paparan matahari, atau faktor genetik.

Asupan air putih yang cukup membantu menjaga kesehatan saluran kemih dan menurunkan risiko infeksi. Studi tahun 2019 juga menemukan dehidrasi berkaitan dengan peningkatan tekanan darah dan gangguan kesehatan pembuluh darah.

Air juga bisa berfungsi sebagai cairan pelumas sendi dan tulang yang dapat diisi ulang dengan hidrasi yang cukup.

Meski bermanfaat, konsumsi air putih yang terlalu banyak dapat menyebabkan mual, kebingungan, hingga muntah. Para ahli menekankan kebutuhan cairan sebaiknya dipenuhi bertahap sepanjang hari, bukan langsung dalam jumlah besar.

Infuse water berisi buah sangat aman dikonsumsi, asalkan tanpa tambahan gula. Karena tubuh mengalami dehidrasi saat tidur, minum air putih di pagi hari membantu mencukupi cairan tubuh dengan porsi yang tepat dan konsisten.

(sao/kna)

Sumber : health.detik.com

Alhamdulillah sehat wal afiyat اللهم صل على رسول الله محمد
image : unsplash.com / Jonas Weckschmied

Makan Rebusan-Kukusan yang Keburu Dingin? Hati-hati, Ini Risikonya


Jakarta

Makanan rebusan-kukusan begitu nikmat disantap ketika masih hangat. Selain sensasi memakannya akan berbeda, jika terlalu lama didiamkan di suhu ruang, maka bisa menyebabkan pertumbuhan bakteri.

Spesialis gizi klinis, dr Ardian Sandhi Pramesti, SpGK mengatakan, makanan kukusan-rebusan yang didiamkan di suhu ruang bisa menimbulkan risiko. Salah satunya adalah pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan keracunan makanan, seperti mual, muntah, dan diare.

“Ini karena makanan rebus atau kukus punya kadar air tinggi, yang membuatnya rentan terhadap bakteri jika dibiarkan di “danger zone” suhu, yaitu antara 4°C hingga 60°C. Di rentang suhu ini, bakteri seperti Salmonella, E. coli, atau Bacillus cereus bisa berkembang biak dengan cepat, bahkan dua kali lipat setiap 20 menit,” katanya kepada detikcom, Kamis (13/12/2025).


dr Ardian menuturkan, ada studi yang menunjukkan bahwa salah satu penyebab utama dari penyakit akibat makanan adalah pendinginan yang tidak benar setelah dimasak.

“Jadi, kalau makanan masak yang panasnya dibiarkan dingin perlahan di suhu ruang, bakteri di makanan itu bisa menghasilkan toksin yang tahan panas, artinya, meski dipanaskan ulang, toksinnya tetap ada dan ini yang menyebabkan infeksi,” tuturnya.

“Khusus untuk makanan karbohidrat tinggi seperti singkong atau kentang, Bacillus cereus sering jadi masalah karena bisa tumbuh di makanan yang didinginkan lambat,” tambahnya.

Namun, jika makanan sudah dingin karena disimpan disimpan dengan benar di kulkas dengan suhu

“Jadi risiko muncul kalau dibiarkan dingin di meja atau suhu ruang terlalu lama,” katanya.

Oleh karena itu, disarankan untuk mengonsumsi makanan rebus atau kukus seperti ubi, singkong, kentang, atau jagung secara langsung setelah matang. Hal ini untuk memaksimalkan manfaat nutrisi dan meminimalisir risiko keracunan.

“Tapi, kalau nggak bisa langsung habis, nggak masalah kok, asalkan dinginkan cepat dan simpan langsung di kulkas, terus durasi maksimal 2 jam di suhu ruang, lalu masukkan kulkas, terus bisa dimakan dingin atau dipanaskan ulang sebelum dikonsumsi,” tuturnya.

Menurut dr Ardian, yang terpenting adalah jangan sering-sering memanaskan dan mendinginkan makanan secara berulang, Hal ini bisa menurunkan kualitas kandungan nutrisinya.

(elk/up)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com / Demi DeHerrera

Makanan Rebusan-Kukusan Basi Bikin Keracunan? Ini Tips dari Dokter Gizi


Jakarta

Banyak orang yang menyukai makanan rebusan atau kukusan seperti singkong, ubi, dan kentang, tak kerkecuali gen Z. Namun, saat memakannya, pastikan makanan rebusan tidak basi dan masih layak dimakan.

Menurut spesialis gizi klinik, dr Ardian Sandhi Pramesti, SpGK keracunan dari makanan basi bisa menebabkan mual, muntah, diare, bahkan infeksi serius. Terutama, bagi mereka yang tidak mengetahui cara menyimpan makanan dengan benar.

Ada empat langkah keamanan makanan, yaitu clean, separate, cook, dan chill untuk mencegah keracunan dari makanan, seperti makanan kukusan atau rebusan. Dalam hal ini, dr Ardian memberikan tips aplikatifnya. Pertama, pastikan sudah membersihkan bahan makanan dengan benar sebelum memasaknya.


“Cuci umbi-umbian mentah di air mengalir sebelum kukus dan gunakan peralatan bersih,” katanya kepada detikcom, Kamis (13/11/2025).

Kedua, hindari kontaminasi silang dengan daging merah. Masak bahan makanan sampai matang dengan sempurna.

“Kukus atau rebus sampai empuk setidaknya internal minimal 74°C atau di air mendidih dengan suhu 100°C untuk bunuh bakteri tapi jangan overcook agar nutrisi tidak hilang, dan untuk kukus kita pake uap panas dari didihan air suhu 100°C minimal 15-20 menit,” katanya.

Selanjutnya, konsumsi segera setelah dikukus atau direbus. Jika tidak, simpan di kulkas dengan suhu

“Jangan biarkan di suhu ruang lebih dari 2 jam, apalagi di cuaca panas Indonesia yang mempercepat pembusukan,” tambahnya.

Kemudian, periksa makanan sebelum dikonsumsi. Selalu cek tanda-tanda makanan kukusan atau rebusan yang sudah basi, seperti adanya perubahan warna, bau tidak sedap, perubahan pada tekstur makanan, muncul jamur, dan rasa yang aneh, seperti asam atau pahit tidak wajar.

“Jika ragu, buang saja, lebih baik aman daripada sakit,” tuturnya.

Saat membeli bahan makanan untuk dikukus atau direbus, pilih yang masih segar dan dari tempat yang terpercaya. Hindari memilih bahan makanan yang lembek atau berbau.

“Dengan mengikuti ini, risiko keracunan bisa diminimalisir. Jika ada gejala setelah makan, segera ke dokter,” pungkasnya.

(elk/up)



Sumber : health.detik.com

Kini Jadi Syarat Wajib Dapur MBG, Apa Itu Sertifikat HACCP?


Jakarta

Kasus keracunan makanan dari program Makanan Bergizi Gratis (MBG) belakangan bikin heboh. Hingga September 2025, tercatat 6.517 penerima manfaat MBG mengalami keracunan di berbagai daerah. Banyak di antaranya mengalami gejala mual, pusing, hingga muntah setelah menyantap makanan yang semestinya aman dan bergizi. Program yang niatnya baik justru meninggalkan tanda tanya: sebenarnya, seberapa aman makanan yang dikonsumsi anak-anak di sekolah?

Nah, dari situ kemudian muncul istilah HACCP. Pemerintah mulai mewajibkan SPPG memiliki sertifikasi HACCP, selain syarat lain yaitu Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS). Tujuannya jelas, supaya kasus serupa tidak terulang lagi.

Tapi sebenarnya, apa sih HACCP itu, kenapa penting, dan bagaimana sistem ini dapat mencegah keracunan makanan dan menjaga keamanan makanan program MBG?


Apa Itu HACCP?

HACCP adalah singkatan dari Hazard Analysis and Critical Control Points. Sistem ini pertama kali diperkenalkan pada 1960-an oleh NASA dan perusahaan makanan Pillsbury untuk memastikan makanan astronot benar-benar aman dikonsumsi di luar angkasa. Sejak saat itu, HACCP berkembang menjadi standar internasional yang diakui banyak negara.

Secara sederhana, HACCP adalah cara mengidentifikasi potensi bahaya dalam makanan lalu menetapkan titik kritis yang wajib dikendalikan. Tujuannya supaya bahaya itu tidak sampai masuk ke tubuh konsumen.

Ada tiga bahaya yang akan diawasi:

  • Biologis: bakteri, virus, jamur, atau parasit.
  • Kimia: residu pestisida, logam berat, atau bahan tambahan yang berlebihan.
  • Fisik: benda asing seperti serpihan plastik, kaca, atau logam kecil.

Berbeda dengan pemeriksaan produk yang telah jadi, HACCP menekankan pencegahan sejak awal. Jadi kalau berpotensi adanya masalah, dapat dihentikan sebelum makanan terlanjur sampai ke konsumen.

5 Langkah Awal HACCP

Terdapat lima langkah awal yang harus dipersiapkan agar HACCP bisa berjalan efektif sebelum masuk tujuh prinsip dasar HACCP. Langkah ini seperti fondasi sebelum sistem benar-benar diterapkan.

1. Membentuk Tim HACCP

Dibutuhkan tim dengan latar belakang berbeda, misalnya ahli produksi, kualitas, sanitasi, hingga teknisi. Tim inilah yang akan merancang dan mengawasi penerapan HACCP.

2. Deskripsi Produk

Produk makanan harus dijelaskan secara detail yaitu bahan baku yang digunakan, cara pengolahan, kondisi penyimpanan, hingga masa simpan. Deskripsi ini memudahkan untuk identifikasi risiko.

3. Menentukan Tujuan Penggunaan Produk

Produk ditujukan untuk siapa? Anak-anak, orang dewasa, atau kelompok khusus seperti penderita penyakit tertentu. Informasi ini penting karena tiap kelompok punya risiko berbeda.

4. Menyusun Diagram Alir Proses

Alur proses makanan digambarkan mulai dari bahan mentah, pencucian, pemotongan, pemasakan, penyimpanan, hingga distribusi. Diagram alir membantu melihat titik rawan bahaya.

5. Verifikasi Diagram Alir di Lapangan

Setelah digambar, alur proses harus dicek langsung di lapangan untuk memastikan sesuai dengan praktik nyata. Kalau ada perbedaan, diagram perlu direvisi sebelum dipakai.

Dengan lima langkah awal ini, sistem HACCP memiliki dasar yang kuat untuk masuk ke tahap berikutnya, yaitu tujuh prinsip utama.

Prinsip Dasar HACCP

Sistem HACCP berjalan dengan tujuh prinsip utama yang saling melengkapi.

1. Analisis Bahaya

Setiap tahap produksi makanan dievaluasi. Misalnya, sayuran segar bisa mengandung bakteri dari tanah atau pestisida yang tertinggal.

2. Titik Kendali Kritis (CCP)

Titik kritis adalah bagian paling rawan yang harus dikendalikan. Contohnya, tahap memasak ayam menjadi CCP karena suhu yang kurang bisa membuat bakteri Salmonella tetap hidup.

3. Batas Kritis

Batas kritis biasanya berupa angka pasti, misalnya suhu minimal 75 derajat celcius untuk memasak ayam atau pH tertentu untuk mencegah pertumbuhan bakteri.

4. Monitoring

Proses ini memastikan semua batas kritis terpenuhi. Bisa berupa pengecekan suhu dengan termometer, atau catatan berapa lama makanan disimpan di suhu ruang.

5. Tindakan Korektif

Kalau hasil monitoring menunjukkan penyimpangan, harus ada langkah perbaikan. Misalnya, makanan yang tidak mencapai suhu aman tidak boleh diedarkan.

6. Verifikasi

Tahap ini memastikan sistem HACCP benar-benar berjalan efektif. Bisa dengan audit internal, pemeriksaan laboratorium, atau penilaian pihak ketiga.

7. Dokumentasi

Semua proses dicatat. Dokumentasi inilah yang jadi bukti kalau produsen memang menjalankan HACCP dengan benar.

Dampak Jika HACCP Tidak Diterapkan

Bayangkan jika dapur, pabrik makanan, atau layanan katering mengabaikan HACCP. Risikonya bisa besar:

  • Keracunan makanan massal akibat bakteri seperti E. coli atau Salmonella.
  • Kontaminasi benda asing yang dapat melukai konsumen.
  • Residu kimia berlebih yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan jangka panjang.
  • Hilangnya kepercayaan publik terhadap program MBG.
  • Kerugian ekonomi karena produk harus ditarik atau dibuang, SPPG ditutup, bahkan bisa saja berhadapan dengan masalah hukum.

Kasus MBG beberapa menjadi contoh nyata betapa pentingnya sistem keamanan pangan. Tanpa pengawasan yang ketat, makanan yang terlihat normal bisa saja mengandung bahaya.

Kenapa HACCP Penting dalam MBG?

Dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG), keamanan pangan jadi isu utama. Makanan yang disajikan ditujukan untuk anak-anak sekolah, kelompok usia yang sangat rentan terhadap penyakit dalam makanan. Karena itu, penerapan HACCP di dapur MBG bukan sekadar formalitas, melainkan kebutuhan mendesak.

Dengan HACCP, setiap tahap pengolahan bisa diawasi ketat, mulai dari bahan baku, proses memasak, penyimpanan, hingga distribusi. Sistem ini membantu mencegah kontaminasi biologis, kimia, maupun fisik yang berpotensi membahayakan penerima MBG.

Selain memberi perlindungan kesehatan, HACCP juga dapat mengembalikan kepercayaan publik. Orang tua dan guru bisa lebih tenang karena tahu makanan yang dikonsumsi anak-anak diawasi dengan standar internasional. Langkah ini juga memperkuat citra pemerintah bahwa program MBG benar-benar aman dan berkualitas.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com

Keracunan MBG Jadi Sorotan, 5 Bakteri Ini Bisa Jadi Pemicu


Jakarta

Kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG) belakangan ini ramai jadi sorotan. Program yang dimaksudkan untuk memperbaiki status gizi anak sekolah justru berbalik menimbulkan masalah kesehatan. Ribuan siswa di beberapa daerah mengalami gejala mual, muntah, hingga diare setelah menyantap makanan yang seharusnya menyehatkan.

Angkanya pun tidak sedikit. Data terbaru dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan, hanya dalam dua pekan terakhir, sebanyak 3.289 anak mengalami keracunan makanan. Sejak program MBG berjalan sampai saat ini, sudah 8.649 anak yang dilaporkan mengalami keracunan makanan.

Fenomena ini jadi pengingat penting bahwa makanan bergizi tidak cukup hanya kaya nutrisi. Jika tidak higienis dan aman dari bakteri, ia bisa berubah menjadi sumber penyakit. Lalu, bakteri apa saja yang paling sering jadi biang kerok keracunan makanan?


1. Bacillus cereus

Nama bakteri ini sering dikaitkan dengan istilah “fried rice syndrome“. Sesuai namanya, kasus banyak ditemukan pada nasi goreng, mi, atau makanan kotak yang dibiarkan terlalu lama di suhu ruang. Kasus terbaru yang disebabkan oleh bakteri ini terjadi di Kabupaten Bandung Barat sebanyak 1.333 orang lebih.

Sebuah buku yang terbit tahun 2023 pada National Library of Medicine mengungkapkan bahwa B. cereus menghasilkan dua tipe racun, yang pertama memicu muntah cepat dan yang kedua menimbulkan diare. Gejala muntah bisa muncul hanya 30 menit setelah makan, sementara gejala diare biasanya baru terasa 6-15 jam kemudian. Meski jarang berakibat fatal, keracunan ini sering membuat pasien lemas seharian.

2. Salmonella

Bakteri ini mungkin yang paling sering terdengar. Bakteri ini sering ditemukan pada telur, ayam, daging, serta produk susu. Kontaminasi Salmonella bisa terjadi sejak di peternakan, proses pengolahan, hingga penyajian.

Menurut World Health Organization (WHO), gejala biasanya timbul 6-72 jam setelah konsumsi. Pasien mengalami diare, demam, kram perut, mual, dan muntah. Pada kebanyakan orang, gejala berlangsung 2-7 hari, tetapi bisa lebih berat pada anak kecil atau lansia.

3. Staphylococcus aureus

Bakteri ini hidup alami pada kulit dan saluran pernapasan manusia. Saat orang yang sedang menyiapkan makanan tidak mencuci tangan atau memiliki luka terbuka, S. aureus bisa masuk ke makanan. Bahayanya, bakteri ini menghasilkan enterotoksin yang tahan panas. Sekalipun makanan sudah dimasak, racunnya tetap bisa memicu keracunan.

Gejala biasanya muncul sangat cepat, mulai dari 30 menit hingga 8 jam setelah konsumsi. Pasien mengalami mual, muntah hebat, kram perut, dan diare. Walau umumnya berlangsung singkat, keracunan ini bisa berbahaya pada anak-anak maupun lansia.

4. Eschericia coli

Tidak semua E. coli berbahaya, tapi ada strain ganas seperti Shiga toxin-producing E. coli (STEC). Strain ini dapat merusak lapisan usus dan menimbulkan komplikasi serius.

Data dari WHO menemukan bahwa gejala khasnya adalah diare berdarah, kram perut hebat, muntah, dan demam ringan. Masa inkubasi lebih lama dibanding bakteri lain, yakni 2-5 hari setelah makan makanan terkontaminasi. Pada kasus berat, terutama anak-anak, infeksi dapat berujung pada sindrom gagal ginjal atau hemolytic uremic syndrome (HUS).

Daging sapi giling setengah matang, susu mentah, sayuran segar yang tercemar kotoran hewan, hingga air minum yang tidak layak sering jadi media penularannya.

5. Clostridium perfringens

Pernah dengar istilah “food service germ“? Julukan ini melekat pada C. perfringens karena sering muncul di makanan yang disajikan massal. Bakteri ini mudah berkembang biak pada daging, ayam, atau saus yang dimasak banyak lalu dibiarkan di suhu ruang terlalu lama.

Pada penelitian dalam jurnal Animals tahun 2020, spora C. perfringens tahan panas, jadi tidak mati saat dimasak. Begitu kondisi memungkinkan, spora kembali aktif dan melepaskan racun di usus. Akibatnya, diare dan kram perut muncul 6-24 jam setelah makan. Walau biasanya sembuh dalam 1-2 hari, pada orang dengan daya tahan tubuh lemah, gejalanya bisa lebih parah.

Kesimpulan

Maraknya kasus keracunan MBG menunjukkan bahwa keamanan pangan tidak bisa dipandang sebelah mata. Lima bakteri utama yang sering menjadi penyebab – Bacillus cereus, Escherichia coli, Salmonella, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens – punya potensi besar menimbulkan masalah, terutama saat makanan disiapkan massal tanpa standar ketat.

Program Makan Bergizi Gratis memang bermanfaat. Tapi tanpa pengawasan yang baik, ia justru bisa berbalik menjadi ancaman kesehatan bagi anak sekolah. Nutrisi penting, tapi keamanan pangan adalah pondasi yang tak kalah krusial.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com

Kenapa Makanan Basi Keluar Lendir? Kenali Juga Tanda Bahaya Lainnya


Jakarta

Hingga September 2025, tercatat 6.517 kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG). Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja bersama DPR-RI Komisi IX mengusulkan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) untuk membantu mengawasi keamanan dalam program Makanan Bergizi (MBG).

Selain itu, Menkes juga usulkan mata pelajaran wajib dalam kurikulum sekolah mengenai keamanan pangan dan gizi. Menurutnya, usulan ini adalah upaya agar anak sekolah memahami makanan yang disajikan dalam program MBG masih layak dikonsumsi atau tidak.

Meski biasanya makanan yang sudah dimasak aman dikonsumsi, makanan yang disimpan terlalu lama atau tidak sesuai standar penyimpanan makanan akan memberi kesempatan terjadinya kontaminasi bakteri atau rentan basi. Karena itu, menurut Menkes penting untuk tahu ciri-ciri makanan yang sudah tidak layak konsumsi.


Beberapa ciri makanan tidak layak konsumsi yang bisa dikenali antara lain sebagai berikut.

Bau dan Rasa Berubah

Indra penciuman dan perasa menjadi cara paling cepat untuk mendeteksi keamanan makanan yang akan dikonsumsi. Nasi basi akan beraroma asam yang menusuk, sayur bening yang rusak akan berbau masam, sementara lauk bersantan cenderung langu atau tengik.

Perubahan ini terjadi karena pertumbuhan bakteri pembusuk. Misalnya, Bacillus cereus yang sering muncul pada nasi menghasilkan asam organik saat memecah pati, sehingga muncul aroma kecut. Begitu pula pada sayur berkuah, bakteri fermentatif memecah kandungan karbohidrat sayuran menjadi asam, membuat rasanya berubah. Minyak dalam santan yang teroksidasi juga menghasilkan bau tengik.

Menurut penelitian yang terbit di Jurnal Foods (2025), senyawa volatil hasil metabolisme mikroba inilah yang memunculkan bau dan rasa tak sedap, meski secara kasat mata makanan kadang masih terlihat normal.

Tekstur Tidak Normal

Perubahan tekstur pada makanan juga dapat mengindikasikan makanan tidak layak. Nasi yang pulen bisa berubah menjadi kering, menggumpal, bahkan berlendir jika sudah basi. Pada sayur berkuah, kuah yang semula jernih bisa menjadi kental atau berbusa. Lauk bersantan biasanya mengalami pecah santan, yaitu minyak terpisah dan terlihat mengambang di permukaan.

Penyebabnya bisa datang dari tiga faktor yaitu aktivitas mikroba, enzim alami makanan yang masih aktif meski sudah dimasak, serta suhu penyimpanan yang tidak tepat. Kombinasi faktor ini mempercepat kerusakan makanan matang, bahkan sebelum ada tanda lain seperti bau menyengat.

Warna Berubah

Warna juga bisa menjadi indikator. Sayur bening yang biasanya jernih bisa berubah keruh, sop ayam yang cerah bisa menjadi keabu-abuan, dan lauk bersantan bisa tampak cokelat kusam.

Menurut penelitian yang dipublikasikan di International Journal of Food Science & Technology tahun 2024, perubahan warna ini umumnya dipicu oleh oksidasi lemak, pemecahan pigmen alami bahan makanan, serta pertumbuhan mikroba. Pada santan misalnya, oksidasi membuat warnanya berubah gelap, sementara aktivitas bakteri pada sayur bisa membuat kuahnya menjadi keruh.

Tidak Selalu Gampang Dikenali

Namun perlu diingat, tidak semua makanan matang yang terkontaminasi akan menunjukkan tanda-tanda perubahan. Ada kalanya makanan tetap tampak normal, tapi sebenarnya berbahaya.

Contohnya, nasi goreng atau mie goreng yang disimpan di suhu ruang bisa terkontaminasi Staphylococcus aureus, meski bau dan rasanya masih sama. Lauk berkuah juga bisa mengandung Salmonella atau E. coli tanpa perubahan fisik yang jelas.

Selain bakteri, ada pula risiko dari histamin. Pada lauk berbahan ikan laut seperti tongkol atau cakalang, bakteri tertentu bisa memecah histidin menjadi histamin. Masalahnya, histamin bisa bertahan meski ikan sudah dimasak. Akibatnya, makanan tampak normal namun bisa memicu gejala keracunan seperti wajah memerah, sakit kepala, mual, hingga diare. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety (2020) menyebut fenomena ini sebagai scombroid poisoning, yang kerap luput terdeteksi.

Dampak Mengonsumsi Makanan Tidak Layak

Mengonsumsi makanan matang yang sebenarnya sudah tidak layak bisa memicu berbagai masalah kesehatan. Gejalanya bisa muncul cepat, beberapa jam setelah makan, atau tertunda hingga sehari kemudian, tergantung jenis mikroba maupun toksin yang terbentuk.

1. Gangguan saluran cerna

Gejala paling umum adalah mual, muntah, sakit perut, hingga diare. Bacillus cereus pada nasi basi, misalnya, dikenal memicu muntah dan diare akibat toksin yang tahan panas.

2. Keracunan bakteri berbahaya

Jika makanan terkontaminasi Salmonella atau E. coli, gejalanya bisa lebih berat, seperti demam, kram perut, diare berdarah, bahkan dehidrasi parah. Kondisi ini butuh penanganan medis cepat, terutama pada anak-anak.

3. Reaksi mirip alergi

Pada ikan yang menghasilkan histamin, gejala muncul menyerupai alergi: wajah dan tubuh memerah, sakit kepala, jantung berdebar, hingga rasa panas di kulit. Kondisi ini dikenal sebagai scombroid poisoning, yang sering tidak disadari karena makanan terlihat normal.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com

Sayuran Lebih Sehat Dimasak atau Dimakan Mentah? Cek Faktanya di Sini


Jakarta

Banyak orang percaya sayuran paling sehat adalah yang dimakan mentah karena kandungan vitamin, mineral dan enzimnya dianggap lebih banyak. Perdebatan tentang apakah sayur lebih bermanfaat dimakan mentah atau matang terus membuat penasaran dan seperti tidak ada habisnya.

Melansir berbagai sumber, artikel ini akan membahas lebih dalam kandungan nutrisi sayur yang dimasak dan mentah untuk memberikan wawasan yang luas dalam menentukan pilihan yang related dengan kebutuhan tubuh.

Nutrisi di dalam Sayuran

Sayuran mengandung berbagai nutrisi esensial:


  • Antioksidan, yaitu senyawa yang melindungi dan memperbaiki sel dari radikal bebas yang dihasilkan dari proses oksidasi di dalam tubuh.
  • Vitamin, termasuk vitamin A, vitamin C dan beberapa vitamin B.
  • Mineral, termasuk kalium, zat besi, kalsium dan magnesium.
  • Serat, karbohidrat kompleks yang tidak dapat dicerna tetapi penting untuk kelancaran pencernaan.

Kenapa cara memasak berpengaruh?

Beberapa sayuran yang dimasak dapat kehilangan nutrisi, sedangkan yang lain ada yang meningkatkan kandungan nutrisi. Hal ini jadi sedikit rumit tergantung dari jenis sayurannya.

Memasak mengubah struktur sel tumbuhan, melunakkan dinding sel dan mempengaruhi ketersediaan nutrien. Pemanasan dapat menghilangkan antinutrien (seperti lektin, fitat, oksalat) dan toksin alami, tetapi juga dapat mengurangi vitamin larut air seperti vitamin C dan beberapa vitamin B.

Sayur lebih baik dimakan mentah

Beberapa sayuran kaya vitamin C, folat, dan enzim yang sensitif panas sehingga nutrisi itu lebih utuh saat mentah. Contoh sayuran:

  • Selada
  • Kubis
  • Mentimun
  • Paprika
  • Tomat segar
  • Brokoli muda (sprout)
  • Lobak.

Dikutip dari Jurnal Heliyon, metode memasak tertentu, terutama merebus lama, mengakibatkan kehilangan ascorbic acid (vitamin C) yang signifikan, sehingga jika tujuan utama adalah mendapat vitamin C, konsumsi sayuran dengan cara memasak menggunakan metode lain atau konsumsi mentah lebih menguntungkan.

Serat yang ada di dalam sayuran mentah lebih utuh, yang dapat meningkatkan rasa kenyang bertahan lama dan mengandung kalori yang lebih rendah. Sehingga sangat baik untuk diet penurun berat badan.

Selain itu, sayuran mentah kaya akan nutrisi penting, antioksidan, dan enzim yang mendukung berbagai fungsi tubuh dan kesehatan secara keseluruhan.

Sayur lebih baik dimasak lebih dulu

Beberapa nutrien yang terkandung dalam sayuran malah meningkat setelah dimasak:

  • Tomat: kandungan likopen (antioksidan kuat) menjadi lebih banyak dan lebih mudah diserap setelah dipanaskan karena pemecahan dinding sel, sehingga tomat yang dimasak seringkali lebih bernutrisi daripada tomat mentah pada likopen yang terkandung.
  • Wortel, labu, ubi: beta-karoten lebih mudah diekstrak dan diserap oleh tubuh setelah dimasak.
  • Bayam, sawi, kale: memasak singkat mengurangi antinutrien (oksalat) sehingga meningkatkan penyerapan kalsium dan zat besi dari makanan tersebut.

Secara umum, metode memasak yang singkat (steam/kukus, tumis cepat) sering menyeimbangkan antara mempertahankan dan meningkatkan kandungan nutrien.

Sayur yang telah dimasak juga menjadi lebih mudah dicerna dan mengurangi kerja saluran cerna menjadi lebih ringan. Hal ini disebabkan oleh terurainya dinding sel dari sayuran setelah dimasak.

Memasak sayuran dapat meningkatkan keamanan makanan dari kontaminasi agen infeksi. Memasak sayuran juga mungkin memberikan daya tarik visual yang lebih cerah dan menarik.

Ada Sayur yang Wajib dimasak

Beberapa sayuran jika dikonsumsi mentah, berisiko menyebabkan keracunan atau gangguan pencernaan:

  • Kacang merah: mengandung lectin/phytohaemagglutinin yang bisa menyebabkan mual, muntah dan diare. Rebus hingga matang dapat menghancurkan toksin ini.
  • Singkong dan daun singkong: mengandung glikosida sianogenik yang bisa melepaskan sianida. Rebus hingga matang dapat menurunkan kadar racun ini.
  • Kentang: mengandung solanin, zat berbahaya yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan sistem saraf.
  • Pare dan terong mentah dalam jumlah banyak: bisa menimbulkan rasa tidak nyaman di perut karena adanya kandungan alkaloid.

Oleh karena itu, penting untuk tidak sembarangan mengkonsumsi sayuran mentah hanya karena dianggap lebih “sehat”.

Kesimpulan

Jadi, apakah sayur lebih sehat dimakan mentah atau dimasak? Sampai saat ini belum ada studi ilmiah yang membandingkan hal tersebut. Tergantung jenisnya, ada sayuran yang lebih baik mentah, ada pula yang lebih bermanfaat setelah dimasak, dan beberapa yang harus dimasak demi keamanan.

Sayur kaya vitamin C dan enzim seperti paprika, selada, mentimun, dan brokoli muda lebih baik dimakan mentah agar nutrisinya tetap dipertahankan, lebih renyah dan praktis.

Sayur kaya karotenoid seperti wortel, labu, dan tomat justru lebih bermanfaat setelah dimasak karena nutrisinya lebih mudah dicerna dan diserap tubuh, serta mendapatkan keamanan makanan dari kontaminasi.

Beberapa sayuran seperti singkong, kacang merah, dan kentang harus dimasak karena bisa beracun bila dimakan mentah.

Baik dimasak atau mentah, sayuran tetap memberikan efek kesehatan yang berharga. Dengan variasi yang tepat, menggabungkan sayur mentah dan matang dalam menu sehari-hari adalah cara terbaik untuk mendapatkan manfaat maksimal dan mengarah pada gaya hidup yang lebih sehat.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com

Dosen IPB Tegaskan Ikan Hiu Bukan Bahan Pangan yang Aman bagi Anak!



Jakarta

Dosen Program Studi Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi Sekolah Vokasi IPB University, Rosyda Dianah menegaskan bahwa ikan hiu bukanlah bahan pangan yang aman bagi anak-anak. Hal ini diungkapnya usai kasus keracunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN 12 Benua Kayong, Ketapang, Kalimantan Barat.

Rosyda menyebut ikan hiu mengandung logam berat di dalam tubuhnya karena perannya sebagai predator puncak. Untuk itu, daging ikan hiu berbahaya jika dikonsumsi manusia, apalagi anak-anak.

“Hiu adalah predator puncak yang mudah mengakumulasi merkuri, arsenik, dan timbal melalui proses biomagnifikasi. Akumulasi ini menjadikan daging hiu berbahaya jika dikonsumsi manusia,” tutur Rosyda dikutip dari laman resmi IPB University.


Dampak Memakan Daging Ikan Hiu pada Anak

Dalam rantai makanan, ada sebuah proses yang disebut dengan biomagnifikasi atau keadaan ketika konsentrasi zat beracun meningkat. Merkuri yang ada di laut umumnya terserap oleh tumbuhan laut lalu berpindah ikan.

Lantaran hiu adalah predator puncak yang memakan ikan lain, merkuri yang ada di proses sebelumnya akan terkumpul dalam jumlah tinggi di tubuh hiu. Kandungan merkuri pada daging hiu bersifat racun yang dapat menimbulkan mual hingga gangguan saraf serius.

Rosyda menekankan, anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terhadap efek ini. Oleh karena itu, seharusnya pengolahan daging hiu tidak jadi pilihan pada MBG.

“Kandungan metil merkuri pada hiu bersifat toksik, dapat menimbulkan mual, muntah, sakit kepala, hingga gangguan saraf serius,” jelas Rosyda.

Tidak hanya daging, sirip ikan hiu juga mengandung merkuri dan arsenik dalam kadar tinggi. Paparan arsenik dapat merusak hati, ginjal, kulit, dan paru-paru.

Jenis logam terakhir yang ada di daging hiu adalah timbal. Jika dikonsumsi, timbal bisa menimbulkan gejala kejang, koma, bahkan kematian.

“Pemilihan ikan hiu sebagai bahan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) jelas tidak tepat, apalagi untuk konsumsi anak sekolah,” tegasnya.

Makanan MBG Harus Aman

Tidak sembarangan, penyusunan makanan anak-anak di MBG harus mengikuti konsep B2SA, yakni beragam, bergizi, seimbang, dan aman. Konsep ini bisa memastikan anak memperoleh energi dan gizi yang cukup tanpa risiko kesehatan.

Bila konsepnya siap diterapkan, Rosyda mengingatkan agar bahan makanan yang dibeli harus bisa diterima anak-anak dengan tetap menyesuaikan kemampuan daya beli masyarakat

Sorot Kebersihan Dapur dan Distribusi Makanan

Hal penting lainnya yang tak luput dari sorotan Rosyda yaitu kebersihan dapur dan distribusi makanan. Ia menekankan, dapur pembuatan MBG harus selalu bersih, bebas kontaminasi, memiliki fasilitas cuci tangan, serta memenuhi standar pengendalian hama.

Sedangkan distribusi makanan MBG ke sekolah diharapkan tepat waktu. Terlambatnya distribusi berpengaruh pada keamanan pangan.

Kasus yang terjadi di Ketapang, baginya merupakan sebuah pembelajaran yang harus diperhatikan. Masyarakat diharapkan lebih berhati-hati dalam memilih serta mengelola pangan.

“Anak-anak tidak boleh dijadikan korban dari kelalaian dalam penyusunan menu dan pengelolaan makanan. Konsep B2SA harus menjadi pedoman utama,” pungkasnya.

(det/twu)



Sumber : www.detik.com

Pakar UGM Ungkap Beda Alergi dan Keracunan Serta Cara Menanganinya


Jakarta

Pakar sekaligus Guru Besar Mikrobiologi Klinik Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Tri Wibawa soroti banyaknya kasus keracunan makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Terlebih korban dari kasus ini berasal dari kalangan siswa yang menjadi sasaran MBG.

Tri menjelaskan selain menyoroti kasusnya, masyarakat dan tenaga pendidik perlu memahami tentang perbedaan alergi dan keracunan makanan. Pemahaman ini diperlukan agar masyarakat bisa mengambil langkah pertolongan pertama yang tepat bila hal itu terjadi.

Lalu apa perbedaan diantara keduanya? Dikutip dari laman resmi UGM, Kamis (9/10/2025) berikut informasinya.


Perbedaan Alergi dan Keracunan Makanan

Alergi dijelaskan Tri sebagai reaksi yang diberikan sistem kekebalan tubuh setelah mengonsumsi makanan tertentu. Reaksi ini bisa timbul bahkan ketika seseorang memakan makanan pemicu alergi sekecil apapun.

“Makanan pemicu alergi dapat menyebabkan gejala seperti biduran, pembengkakan saluran pernapasan yang memicu asma, hingga gangguan pencernaan,” tuturnya.

Alergi makanan yang menimpa seseorang tidak bisa dipandang sebelah mata. Hal ini bisa terjadi karena dalam beberapa kasus reaksi alergi dapat berujung pada kondisi yang mengancam jiwa atau dikenal sebagai anafilaksis.

Berbeda dengan alergi, keracunan makanan tidak berhubungan dengan reaksi sistem imun manusia. Keracunan makanan bisa terjadi karena masuknya kuman atau zat berbahaya dari makanan/minuman yang dikonsumsi.

Ketika seseorang mengalami keracunan makanan, biasanya ada gejala yang ditimbulkan. Gejala yang dimaksud seperti sakit perut, muntah, dan diare yang muncul beberapa jam hingga hari setelah mengonsumsi makanan.

Sebagian besar kasus keracunan makanan bersifat ringan, sehingga bisa sembuh tanpa pengobatan khusus. Tetapi, dalam kondisi tertentu kasus ini bisa berakibat serius jika tidak ditangani, terlebih bila pemicunya adalah bakteri seperti Salmonella sp dan Escherichia coli (E. coli).

Bakteri Salmonella sp bisa bertahan dalam tubuh, terhindar dari asam lambung, dan bisa menyerang mukosa usus. Dengan begitu, bila keracunan karena bakteri ini, biasanya seseorang akan merasa sakit perut karena terjadi peradangan serta luka pada dinding usus.

Sedangkan, bakteri E coli mampu menghasilkan toksin Shiga (Shiga toxin-producing E. coli / STEC). Toksin ini dapat menyebabkan penyakit tular makanan yang parah.

Tri menegaskan setiap kasus keracunan memiliki penanganan yang berbeda-beda. Penangan yang dimaksud sesuai dengan jenis bakteri yang menyerang tubuh.

“Meskipun gejalanya mirip, mekanisme penyebabnya berbeda-beda tergantung jenis bakterinya,” ungkapnya.

Tips Beri Pertolongan Pertama Saat Keracunan Makanan

Dalam konteks MBG, Tri memberikan tips beri pertolongan pertama saat keracunan makanan, yakni:

1. Cegah Dehidrasi

Jika gejala keracunan yang timbul adalah muntah dan diare, korban bisa kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk itu langkah paling penting yang harus dilakukan adalah mengganti cairan dan elektrolit yang hilang agar mencegah korban dehidrasi.

Ia menyarankan agar penderita banyak minum air putih. Jika dirasa kurang, orang tersebut juga bisa diberikan suplemen elektrolit.

“Jika muntah masih terjadi, minumlah sedikit demi sedikit. Dan jika kondisi memburuk, segera cari pertolongan dari petugas kesehatan,” tambahnya.

2. Jangan Panik Kalau Demam

Selain muntah dan diare, demam bisa menjadi salah satu gejala yang mungkin muncul saat keracunan. Ketika hal ini terjadi, detikers diharapkan tidak panik.

Demam disebutkan Tri menjadi mekanisme alami tubuh dalam melawan infeksi. Peningkatan suhu tubuh dapat membantu memperlambat pertumbuhan bakteri serta mengoptimalkan kerja sistem imun.

“Demam membantu mengendalikan infeksi dengan memberi tekanan panas pada patogen dan meningkatkan efektivitas sistem kekebalan tubuh,” paparnya.

Meski ada langkah pertolongan pertama ketika keracunan makanan datang, Tri mengingatkan mencegah adalah langkah paling baik. Diperlukan pengawasan yang ketat terhadap seluruh rantai produksi makanan MBG.

Menurutnya, setiap tahap proses baik dari pemilihan bahan, penyimpanan, pengolahan, hingga distribusi dapat menjadi titik masuk bagi bakteri, virus, jamur, atau parasit penyebab keracunan. Oleh karena itu, standar kebersihan harus diterapkan secara optimal.

Tri berpesan agar masyarakat juga harus paham perbedaan antara alergi dan keracunan, serta upaya preventif terjadinya keracunan makanan. Keduanya merupakan kunci untuk mecegah risiko fatal dari keracunan makanan.

“Kata kuncinya adalah menjaga mutu bahan dan proses, menaati standar kebersihan, dan segera bertindak tepat ketika gejala muncul,” tandasnya.

(det/pal)



Sumber : www.detik.com